Wednesday, June 8, 2011

Musuh Bersama Baru Kita: Feeder

8 June 2011
Musuh Bersama Baru Kita: Feeder
CEO Note Menjelang GRASSS2

Oleh: Dahlan Iskan, CEO PLN

Jumat Legi, 17 Juni 2011.Tinggal beberapa hari lagi. PLN akan kembali menyelenggarakan perhelatan besar: Gerakan Sehari Sejuta Sambungan.Teman-teman PLN menyingkatnya dengan GRASSS. Inilah GRASSS ke-2, yang juga akan menjadi GRASSS terakhir. Kalau tujuan GRASSS pertama 27 Oktober tahun lalu menyelesaikan separuh daftar tunggu,GRASSS ke-2 nanti menghabiskannya. Dengan GRASSS ke-2 tidak ada lagi daftar tunggu diseluruh Indonesia.

Tahun lalu begitu panjang daftar tunggu itu –mencapai tiga juta orang. Begitu lamanya mereka berada di dalam daftar tunggu itu – ada yang sudah menunggu datangnya listrik sejak tujuh tahun yang lalu.

Memang masih banyak pertanyaan dari teman-teman PLN dari seluruh Indonesia: apakah yang dimaksud daftar tunggu? Maka perlu saya tegaskan disini. Yang dimaksud daftar tunggu adalah daftar orang yang minta listrik yang rumahnya berada didalam jangkauan jaringan listrik PLN.

Dengan definisi itu, bila ada orang yang minta listrik tapi rumahnya jauh dari jangkauan jaringan listrik PLN, orang tersebut tidak termasuk daftar tunggu. Orang seperti ini lebih tepat dimasukkan daftar potensi pelanggan. Cara menyelesaikan daftar potensi pelanggan ini akan sangat berbeda. Yakni melalui perencanaan anggaran – termasuk usulan anggaran ke APBN.

Demikian juga, orang yang sudah lama mendaftar tapi ketika akan kita layani ternyata tidak mampu membayar biaya penyambungan, juga bukan termasuk yang disebut daftar tunggu. Nama-nama yang ganda juga harus dikeluarkan dari daftar tunggu. Misalnya nama yang dulunya mendaftar dibanyak tempat (diPLN, diAKLI, dicalodlsb) juga harus dikeluarkan dari daftar tunggu.

Karena GRASSS ke-2 ini harus berhasil, maka tanggal 17 Juni 2011 akan kita catat sebagai tanggal yang bersejarah bagi PLN. Memang, tahun 2011 ini akan kita catat sebagai tahun dengan banyak sejarah baru: disamping menghabiskan daftar tunggu kita juga berhasil menuntaskan sistem pembayara non-line (P2APST) * terpusat diseluruh Indonesia. Senin, 6 Juni lalu Aceh dan Papua sudah menyusul wilayah-wilayah yang lebih dulu on-line. Kini tinggal Maluku saja yang belum. Tapi bulan depan Maluku pun sudah pasti mampu mengejar. Program ini yang semula ditargetkan baru akan mampu diselesaikan ditahun 2012 ternyata bisa maju satu tahun!

*)P2APST: Pengelolaan dan Pengawasan Arus Pendapatan secara Terpusat

Di bidang penggunaan meter prabayar, kita juga mencatat sejarah baru. Tahun ini Indonesia menjadi negara terbesar kedua didunia yang menggunakan meter prabayar. Demikian juga dalam hal pengendalian losses. Tahun ini losses kita akan mencapai single digit. Padahal tahun ini sistem pencatatan dan pengakuan losses-nya dilakukan dengan cara sebenar-benarnya jujur. Bukan jujur kacang hijau. Tahun ini kita juga akan dikenang sebagai satu-satunya perusahaan besar yang mampu melakukan puasa perjalanan dinas sebulan penuh. Jangan lupa, tahun ini kita juga mampu menambah jumlah pelanggan terbesar dalam sejarah PLN: tiga juta orang. Itu terjadi hanya dalam waktu satu tahun. Belum pernah PLN, dalam kurun yang sama, mampu menambah jumlah pelanggan sebanyak itu.

Di tingkat cabang atau rayon tentu banyak lagi sejarah baru di masing-masing daerahnya. Kian banyak cabang/ rayon yang mencatatkan diri sebagai cabang/ rayon yang gangguan trafonya nol. Hampir saja saya tidak percaya bahwa di suatu cabang tidak pernah ada lagi gangguan trafo. Padahal dua tahun lalu, dicabang tersebut gangguan trafonya masih mencapai 59 kali sebulan. Belum dari gangguan penyulang dan gardu induk (GI).

Dalam CEO Note edisi Juli nanti akan saya umumkan cabang mana saja yang sudah mampu mencapai tingkat gangguan trafo nol tersebut. Dengan pencapaian tingkat gangguan trafo nol berarti tidak pernah ada mati lampu di daerah itu yang disebabkan oleh trafo rusak/ meledak/ bocor dan seterusnya. Padahal, dulu, begitu banyak trafo yang sampai hamil tua (tubuh trafonya sudah blenduk) pun tidak kunjung diganti. Demikian juga begitu banyak trafo yang sudah menangis, terlihat dari banyaknya oli yang mengalir menetes dari lubang tutupnya, dibiarkan begitu saja sampai akhirnya terbakar.

Waktu itu para kepala cabang/ rayon sebenarnya juga tidak salah. Mereka sudah minta trafo-trafo baru untuk menggantikan yang hamil maupun yang menangis. Tapi PLN tidak punya uang untuk mengadakannya. Karena itu jangankan untuk cadangan, untuk mengganti yang sudah tewas pun tidak ada barangnya. Ini sangat berbeda dengan kondisi sekarang yang tahun lalu PLN bisa membeli trafo sebanyak 10.000 buah dan tahun ini, tahun depan dan tahun depannya pun masih akan membeli sebanyak itu lagi. Kini praktis tidak ditemukan lagi trafo hamil atau trafo menangis.

Saya mencatat para kepala cabang/ rayon PLN memang kian peduli terhadap kesehatan trafo didaerahnya masing-masing. Setidaknya para kepala cabang/ rayon sudah hafal diluar kepala angka-angka seperti ini: berapa ratus trafo yang ada didaerah masing-masing, diantara sekian ratus itu berapa buah yang mengalami kelebihan beban, berapa buah yang bebannya terlalu sedikit, berapa buah yang phasa RST-nya tidak seimbang, dan berapa buah dia memiliki trafo cadangan.

Performa kepala cabang/ rayon seperti itu sangat berbeda dengan situasi awal tahun lalu. Ketika itu para kepala cabang/ rayon sangat jarang yang hafal jumlah penduduk trafonya diluar kepala. Saya ingat benar pengalaman ini: setiap saya bertanya-tanya kepala cabang mengenai angka-angka seperti itu biasanya sikepala cabang menoleh kestafnya. Dia ganti bertanya kepada anak buahnya. Memang tidak ada yang mengharuskan seorang kepala cabang hafal angka-angka tersebut tapi setidaknya dengan telah menghafalnya diluar kepala menunjukkan bahwa perhatian yang dicurahkan kepada peralatan vitalnya sangat tinggi.

Kini tinggal beberapa kepala cabang saja yang masih kelihatan kaget ketika secara mendadak ditanyakan kepadanya angka-angka itu, pertanda belum hafal diluar kepala. Kadang saya menyesal mengapa menegurnya dengan keras. Ternyata kepala cabang itu belum sebulan menempati posnya.

Cukupkah kita bangga dengan capaian itu? Belum! Masih ada musuh satunya lagi yang lebih sulit: gangguan feeder (penyulang). Terutama dicabang/ rayon yang memiliki penyulang yang panjangnya puluhan bahkan ratusan kilometer. Lebih utama lagi dicabang/ rayon yang sering diteror petir,diteror pohon roboh dan diancam tanah longsor. Saya tahu bahwa jarak ideal antara gardu induk ke trafo distribusi paling jauh 40km. Kenyataannya kita masih memiliki begitu banyak penyulang yang panjangnya lebih 50km. Bahkan yang mencapai 200km pun saya kira masih lebih dari 100 buah.

Sambil menunggu pembangunan gardu-gardu induk yang mahal dan memakan waktu sekitar 2 tahun itu, kita tidak boleh menyerah. Lakukanlah yang bisa dilakukan lebih dulu: memasang arester-arester untuk menahan petir (saking pedulinya teman-teman PLN dirayon Bali sampai memasang grounding sedalam 10 meter), membungkus kabel-kabel yang sering terkena gangguan pohon, membersihkan bekas layang-layang, memasang express feeder, dan mendata potensi gangguan. Semua cabang/ rayon kini sudah bergerak kesana. Tidak pernah lagi saya menemukan kepala cabang/ rayon yang tidak hafal berapa jumlah penyulang didaerah masing-masing beserta berapa kali gangguannya sebulan.
Saya juga mencatat kian banyak saja penyulang yang tingkat gangguannya nol. Tapi umumnya penyulang itu ada didalam kota dan panjangnya kurang dari 10km. Untuk penyulang-penyulang panjang, masih terlalu banyak tantangannya. Baik yang masuk akal maupun yang mengada-ada. Misalnya ada walikota yang marah ketika listrik sering mati dikotanya, tapi juga marah ketika pohon dipinggir jalan yang menganggu kabel listriknya dipotong. Di negara maju ada undang-undang yang menjamin keamanan kabel listrik dari gangguan apa pun. Karena itu saya menyerukan kepada para kepala cabang untuk melakukan pendekatan ke Pemda masing-masing agar bersama-sama memperbaiki kualitas pelayanan listrik. Caranya: agar daerah itu bersedia melahirkan peraturan daerah yang menjamin keamanan kabel listrik didaerahnya. Dengan cara ini maka kelak kalau ada petugas PLN yang memangkas pohon yang mengancam kehandalan kabel listrik tidak harus bermusuhan dengan si pemilik pohon.

Memang ada juga alasan gangguan yang mengada-ada. Misalnya disalah satu kota kecil dipedalaman Sulawesi. Listrik dikota itu sering mati karena kabel pasokan listriknya terlalu panjang dan melewati perbukitan. Petugas PLN jarang mengontrol kabel diperbukitan itu dengan alasan yang unik: banyak ular dibukit itu. Sampai-sampai saya memerlukan data ini: bagian tubuh yang manakah yang sering digigit ular? Dengan data itu saya akan memberikan jalan keluar. Kalau yang sering digigit bagian kaki,maka saya akan membelikan sepatu boot untuk semua petugas lapangan. Kalau ular-ular itu menggigit badan, akan saya belikan baju khusus seperti baju anti api itu. Tapi kalau ular disana hobinya menggigit kemaluan, ini yang sulit. Saya tidak mungkin membelikan kemaluan baru untuk mereka.

Intinya, dengan cara mana pun dan dengan resiko apapun gangguan penyulang ini harus diturunkan secara drastis. Kita harus memenangkan pertempuran diranah ini tahun ini juga.

Memang masih ada musuh berikutnya lagi: gangguan gardu induk. Tapi biarlah ini diselesaikan ahlinya: P3B. Dulu gangguan gardu induk tidak kelihatan karena tenggelam oleh begitu banyaknya gangguan trafo dan penyulang. Kini, dengan menurun drastisnya gangguan trafo dan penyulang terlihatlah bahwa ternyata masih banyak mati lampu karena gangguan gardu induk.

Meski gangguan digardu induk hanya sesekali namun dampaknya sangat luas. Satu gardu induk yang rusak bisa tiga kabupaten yang terganggu. Soal ini sudah dibahas sampai tingkat direksi mengenai apa yang harus dilakukan P3B. Dulu P3B memang bisa “bersembunyi” dibalik kelemahan jajaran distribusi, kini dengan perbaikan besar-besaran dicabang/ rayon tidak ada lagi tempat persembunyian itu.

No comments:

Post a Comment