Wednesday, May 2, 2001

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (12)

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (12)
Bagaimana dalam 20 tahun satu koran kecil jadi dominan di Indonesia?
Oleh: MAX WANGKAR
Sumber: PANTAU, edisi Mei 2001

APRIL 2000, Eric Samola mengundurkan diri dari kursi direktur utama PT Jawa Pos. Samola diganti oleh Dahlan. Saat itu Goenawan Mohamad, dalam kedudukan sebagai presiden komisaris PT Jawa Pos, merasa tak enak melihat Yusril Djalinus dan Zulkifly Lubis, keduanya anggota direksi PT Grafiti Pers, dan orang-orang yang dipercayai Goenawan, belum kebagian kursi Jawa Pos. Maka pengunduran diri Samola membawa perubahan lain. Para pemegang saham menunjuk Harjoko Trisnadi, salah satu pemegang saham PT Jawa Pos, dan Zulkifly Lubis masuk dalam jajaran direksi PT Jawa Pos mendampingi dua direksi lama pasangan Dahlan yakni Ratna Dewi dan Imam Soeroso. Sedangkan Yusril Djalinus diberi kursi dalam jajaran komisaris bersama para pemegang saham individual macam Goenawan Mohamad.

Tapi keputusan yang sudah setahun itu, sampai April 2001 belum juga disosialisasikan. "Setahu saya susunan direksi belum berubah," kata Margiono, wakil direktur PT Jawa Pos. Ia mengaku tidak tahu kalau ada Harjoko Trisnadi dan Zulkifly Lubis kini dalam barisan direksi. Bahkan permintaan Trisnadi untuk mendapatkan kantor di perwakilan Jakarta Jawa Pos belum dikabulkan, sehingga direktur PT Jawa Pos berusia 70 tahun ini menumpang berkantor di PT Tempo Inti Media Tbk. 

Zulkifly Lubis, direktur PT Tempo Inti Media Tbk, yang juga merangkap direktur paruh waktu PT Jawa Pos, Januari 2001 lalu memberi tumpangan kantor bagi Harjoko Trisnadi, bersama rekan-rekan yang pernah ditinggalkannya untuk mendirikan majalah Gatra bersama Bob Hasan. "Karena kebaikan Tempo, saya dikasih menumpang di sini," kata Harjoko, yang saya dapati berkantor di sebuah ruang kecil, ukuran sekitar 1,5 m x 2 m di lantai sepuluh gedung PT Pembangunan Jaya.

Sampai 16 April, 2001, nama Harjoko dan Lubis belum tercantum dalam masthead koran Jawa Pos. "You tahu kan, kantor Jawa Pos Jakarta sempit. Saya sendiri tidak punya kantor di mana pun," ujar Dahlan ketika saya tanyakan soal itu. Bahwa nama mereka belum dicantumkan di koran, itu soal administrasi saja. "Nama saya juga di situ masih disebutkan direktur, padahal sudah direktur utama," ujarnya enteng.

Sewaktu mendampingi Dahlan di Pontianak, ia sempat mengatakan bahwa Jawa Pos adalah sebuah perusahaan yang seratus persen dikelola para profesional murni, tanpa ada campur tangan pemilik saham. Tapi belakangan Dahlan jadi anggota pemegang saham PT Jawa Pos? Menurut Dahlan, ini tidak akan menimbulkan konflik antara pemegang saham dengan direksi. Dari tahun 1982, Samola, yang juga memegang saham 20 persen, sangat aktif mengarahkan manajemen Jawa Pos. Dalam keadaan sakit pun Samola, yang terkena kena stroke 1990 sehingga tak mampu bicara tapi masih bisa berkomunikasi dengan bahasa isyarat -masih sering bertemu Dahlan untuk mencurahkan ilmu kewiraswastaannya. Betapa eratnya hubungan mereka dituangkan Dahlan dalam sebuah artikel "Saya seperti Anak Sulung Eric Samola." 

Dapat disimpulkan, pesatnya kemajuan Jawa Pos sebenarnya karena ilmu Samola bisa dibaca dan diterapkan Dahlan secara one man show.

Alwi Hamu, yang tidak duduk dalam barisan direksi maupun dalam barisan kader direksi Jawa Pos (Margiono, Nany Wijaya, dan Lenny Kusumawati) tapi jadi semacam orang bijak di lingkungan Jawa Pos, mengakui masuknya para pemegang saham dari jajaran direksi Tempo ke jajaran direksi PT Jawa Pos memang untuk mengendalikan Dahlan Iskan dan untuk ikut memperhatikan manajemen. 

Alwi, yang menjabat ketua koordinator group Jawa Pos News Network merangkap kepala Badan Pengembangan dan Pengawasan kelompok ini bilang, "Jawa Pos jangan dibiarkan begitu saja. Dahlan sangat one man show, tapi ke bawah kami terapkan team work. Harus pakai sistem, tidak seperti gaya darurat." 

Ternyata, perkawinan antara daya tarik (drive) yang keras dari pribadi Dahlan ditunjang sistem semangat tim telah membuahkan jaringan Jawa Pos yang luas di semua propinsi Indonesia, kecuali Aceh. ***

Copyright © 2001, PANTAU

No comments:

Post a Comment