Monday, May 28, 2012

Menjadi Dan Memberi Lebih Besar

28 May 2012
Menjadi Dan Memberi Lebih Besar
Oleh: Ngurah Adnyana – Direktur Operasi Jawa Bali.

Saat berdialog santai dengan teman-teman, entah itu supervisor, manajer ataupun GM dalam perjalanan ke beberapa unit, saya sering ditanyakan secara langsung ataupun sambil berseloroh. Kenapa di Jawa Bali banyak dilaksanakan program yang berkaitan dengan perubahan dan kepemimpinan Pak? Ada program CAP, OPI dan LE4ECI. Apa itu program PLN seperti yang biasanya? Atau itu program khusus?”

Saya maklum program seperti CAP, OPI dan LE4ECI memang tidak biasa karena di PLN biasanya dan lebih sering menerapkan program keteknikan atau penjualan yang langsung kelihatan hasilnya secara fisik. Change Agent Program yang sering disingkat CAP, Operation Performance Improvement atau OPI dan Leadership Engine for Execution Capability Improvement yang disingkat LE4ECI (dibaca: Leci), memang program yang tidak biasanya dan tidak langsung terlihat hasilnya tetapi akan menjadi landasan kuat untuk memberi hasil yang lebih baik.

Pada awal tahun 2010 sebulan setelah direksi PLN dilantik, saya menghitung bahwa ada 134 unit pelaksana di Jawa Bali dan 10 unit induk yang secara operasional ada di bawah kendali DIROPJB. Mengingat Jawa Bali memberi kontribusi 77% pada pendapatan PLN, maka dari kepentingan korporat, kinerja operasinya harus lebih baik. Gangguan padam harus turun, susut jaringan harus mengecil, layanan ke pelanggan lebih cepat tanggap dan banyak lagi tuntutan lainnya.

Pertanyaannya, bagaimana caranya menggerakkan 134 unit ini agar secara bersama menghasilkan kinerja operasi yang unggul sesuai tuntutan jaman? Tentu tidak bisa hanya dengan perintah begini, perintah begitu. Mungkin saja dengan perintah bisa berhasil menaikkan kinerja operasi tapi biasanya tidak bisa berkelanjutan karena sentuhannya hanya pada permukaan, tidak pada perbaikan yang mendasar. Sedangkan yang dibutuhkan perusahaan adalah perbaikan yang mendasar yang menghasilkan perbaikan kinerja berkelanjutan.

Change Agent Program (program membangun agen perubahan) ditetapkan berdasarkan pertimbangan bahwa perbaikan kinerja operasi akan terjadi kalau ada perubahan mendasar dalam sikap orang-orang yang melaksanakan tugas operasional di lapangan yaitu di unit pelaksana. Di unit induk sifatnya lebih banyak memberi dukungan dan kebijakan. Tetapi kalau ingin merubah seluruh unit pelaksana tentu harus merubah 134 unit sekaligus. Wah, ini terlalu besar ! Alih-alih ingin merubah, karena keberatan beban malah gagal total…!

Dengan pertimbangan itu maka dipilih hanya sekitar 25% atau 28 unit dari seluruh unit pelaksana. Unitnyapun dipilih yang besar-besar saja. Kalau 25% ini bisa berubah, maka diharapkan yang 75% sisanya akan terimbas oleh perubahan yang 25% ini.

Lalu siapa peserta CAP dari setiap unit? Apakah hanya manajernya saja atau siapa?

Dengan mempertimbangkan kesinambungan CAP ini maka dari tiap unit dipilih tiga orang peserta yaitu manajer, satu asman dan satu junior yang paling potensial. Kalau dalam perjalanan CAP ini sang manajer pindah tugas, masih ada dua orang yang melanjutkan CAP ini. Begitu juga kalau asmannya yang pindah. Ataupun manajer dan asman dua-duanya pindah, masih ada junior yang melanjutkan. Kalau tiga-tiganya pindah? Wah… ini manajemen sudah keterlaluan kalau memindahkan ketiganya.

Apa memang terjadi kasus dua orang peserta CAP pindah bersamaan?

Memang ada satu unit yang manajer dan asmannya pindah hampir bersamaan. Ini terjadi di Area Jaringan Tangerang yang sekarang telah bermetamorfosa menjadi Area Cikokol. Lalu apakah program CAP berlanjut? Ternyata perubahan itu tetap berlanjut dan menghasilkan perbaikan kinerja operasi yang mengesankan di Area Cikokol.

Mengingat CAP ini dirasakan manfaatnya, maka setelah berjalan sembilan bulan CAP unit ini dikembangkan menjadi CAP untuk kantor induk. Perubahan yang semula ingin didorong dari unit pelaksana maka dengan adanya agen perubahan di kantor induk, penyebaran perubahan pada 75% unit-unit yang tersisa bisa berjalan lebih efektif.

Jadi program CAP bukanlah kegiatan yang berorientasi pada hasil kinerja secara langsung. Program itu berorientasi pada perubahan mindset atau pola pikir pegawai PLN. Perubahan mindset yang terjadi diharapkan bisa melandasi perbaikan kinerja operasi. Program ini ingin memfasilitasi teman-teman di unit agar siap menerima perubahan sebagai sesuatu yang tidak bisa dihindari sepanjang sejarah kehidupan.. Kalimat bijak menyatakan bahwa yang kekal itu adalah perubahan itu sendiri.

Lalu apa itu program OPI?

Mengenai program OPI sebenarnya bukanlah taylor made atau ciptaan PLN, karena PLN mendapatkannya dari konsultan. McKinsey – konsultan yang pada tahun 2008 ditugaskan PLN untuk membuat strategi perubahan sehingga PLN bisa menjadi perusahaan yang mandiri. Strategi perubahan yang dibuat McKinsey itu yang kemudian dikenal dengan Program Metamorfosa PLN. OPI adalah bagian dari program metamorfosa yang kemudian diimplementasikan di Jawa Bali sejak awal 2010 dengan pilot projectnya di PLTGU Cilegon. Program OPI juga diterapkan di beberapa perusahaan lain. Kalau di Indonesia perusahaan yang menerapkan OPI antara lain Holcim dan Pertamina.

Prinsip dasar program OPI adalah melakukan perbaikan kinerja operasi (operation performance) dengan fokus pada tiga hal yaitu:
  • Kinerja teknis (Technical System = TS)
  • Infrastruktur manajemen (Management Infrastructure = MI), seperti SOP, tampilan grafik kinerja dan lain-lain
  • Sisi SDM yang sering disingkat dengan MCL (Mindset, Capability and Leadership).

Jadi OPI tidak semata-mata berorientasi hasil kinerja. Program OPI mengharapkan perbaikan kinerja teknis (TS) sebagai hasil akhir dari perubahan mindset dan peningkatan capability pegawai, peningkatan kemampuan leadership (MCL) para manajer, perbaikan proses bisnis atau infrastruktur manajemennya (MI). Pelaksanaan OPI ini memakai sistem pengawal yang disebut coach terdiri dari sentral, regional dan lokal coach.

Sekarang program OPI sudah mulai dijalankan oleh teman-teman di Indonesia Barat dan Indonesa Timur di bawah koordinasi Pak Ari Wardana dari Satuan Pengendali Kinerja Korporat (SPKK) PLN Pusat. Di Jawa Bali sendiri sudah tercipta lebih dari 1000 orang coach sebagai penggerak dan pengawal OPI mulai sentral, regional dan lokal coach. Tanpa para coach ini, mustahil OPI berjalan dengan lancar.

Tentang OPI ini saya tidak akan cerita lebih lanjut. Saat ini Pak Wahyu Sulaeman – Project Management Officer (PMO) OPI Jawa Bali dan kawan-kawan sedang menulis dengan lengkap bagaimana OPI digerakkan, kendala-kendalanya, semangat ber-OPI di unit-unit dan tentu saja hasilnya yang membanggakan.

Lalu banyak yg bertanya, kalau program CAP dan OPI sudah dijalankan lebih dari dua tahun, apa sudah terlihat hasilnya? Apa hasilnya?

Secara umum kinerja operasi di Jawa Bali di tahun 2011 membaik di semua indikator kinerja, baik di operasi pembangkitan, penyaluran maupun di sisi distribusi. Ketersediaan pembangkit atau EAF meningkat menjadi 90%. Gangguan pembangkit atau EFOR turun menjadi 3,2% sudah termasuk PLTU-PLTU Cina yang baru beroperasi. Di sisi penyaluran, gangguan transmisi turun 44%, dan gangguan trafo tenaga turun 23%. Begitu juga kinerja operasi distribusi, gangguan trafo distribusi yang turun 67% di tahun 2011 kemudian melanjutkan prestasinya dengan turun lagi 37% pada periode Januari – April 2012 ini. Demikian juga gangguan penyulang 20 kV yang turun 62% di tahun 2011 dan turun lagi 35% sampai dengan April 2012.

Bagaimana dengan kinerja susut? Susut transmisi memang tidak bisa turun dari angka 2,1% karena sangat tergantung pada keseimbangan lokasi pembangkit dan beban. Semakin banyak daya harus ditransmisikan ke beban di tempat yang jauh dari pembangkit, maka susut transmisi akan naik. Semakin dekat beban dengan lokasi pembangkit maka susut akan mengecil. Yang mengesankan susut distribusi menurun secara berkelanjutan. Susut distribusi yang sudah turun dari 7,24% di tahun 2010 menjadi 6,75% di tahun 2011 dan turun lagi menjadi 5,89% pada triwulan I 2012. Mengesankan bukan?

Nah itulah perbaikan kinerja operasi di Jawa Bali setelah program CAP dan OPI dilaksanakan mulai awal 2010. Saya yakin perbaikan kinerja ini akan terus berkelanjutan kalau semua insan PLN mulai pegawai terdepan sampai dengan GM memegang komitmen untuk meneruskan pelaksanaan OPI dan membangun mindset baru secara konsisten.

Lalu kenapa ada lagi program LE4ECI?

Setelah CAP dan OPI berjalan dengan baik, muncul satu kekhawatiran. Apakah CAP dan OPI itu akan berjalan berkelanjutan? Kekhawatiran itu muncul mengingat perjalanan CAP dan OPI itu pada dasarnya didorong dari atas. Bagaimana kalau dorongan dari atas tidak berlanjut? Bagaimana kalau penggerak-penggerak perubahan itu tidak lagi pada posisinya? Dari sudut pandang ini terlihat ada kekuranglengkapan dalam menyiapkan unit agar tetap menghasilkan kinerja unggul berkelanjutan. Lantas apa yang perlu dilakukan? Kuncinya ada pada pengerak perubahan dan perbaikan kinerja yaitu para manajer unit sebagai komandan-komandan lapangan! Lalu bagaimana kiatnya?

Sejarah menunjukkan bahwa perusahaan yang memfasilitasi peningkatan kompetensi dan leadership (kepemimpinan) para karyawannya akan mempunyai kemampuan berkembang sesuai perkembangan jaman. Coba tanyakan berapa biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan terkemuka. Astra, Kacang Garuda, Coca Cola dan banyak lagi. Kalau mau maju PLN juga harus meningkatkan kompetensi dan kemampuan leadership para manajernya. Tentunya juga harus dilandasi nilai-nilai perusahaan yang positif, yang di PLN kita punya SIPP (Saling Percaya, Integritas, Peduli dan Pembelajar).

Jadi dengan gambaran singkat di atas, agar perbaikan kinerja operasi bisa berkelanjutan maka diperlukan peningkatan kinerja kepemimpinan (leadership) dari para manajer unit pelaksana. Kalau leadership para manajer unit berkembang, maka diharapkan program CAP dan OPI bisa berjalan berkelanjutan dan kinerja operasi PLN akan makin kinclong.

Bagaimana caranya agar kemampuan memimpin para manajer meningkat? Inilah pertanyaan yang dijawab dengan program LE4ECI (Leadership Engine for Execution Capability Improvement) atau peningkatan kepemimpinan dalam kemampuan mengeksekusi program kegiatan.

Dalam program LE4ECI ini para manajer diberi pengetahuan tentang tiga hal yaitu: memimpin diri sendiri (lead self), memimpin rekan kerja (lead others) dan memimpin unit (lead organization). Agar efektif, metode pembekalannya tidak sekaligus diberi ilmunya terus disuruh pulang. Metodenya memakai metode bootcamp-nya OPI. Diberi teori yang pertama (lead self) kemudian disuruh praktek di unitnya masing-masing. Setelah dua bulan dilaksanakan check-point – dicek apakah pelaksanaan di unit sudah sesuai dengan teorinya, dan bagaimana hasilnya. Kemudian dipanggil lagi diberi teori yang kedua (lead others). Disuruh paktek dan dicek lagi. Hal ini juga berlaku sampai dengan teori yang ketiga (lead organization) selesai dipraktekkan dan terakhir dinilai.

Kalau para manajer PLN sudah piawai memimpin unitnya, diharapkan perubahan dan perbaikan kinerja operasi bisa berjalan berkelanjutan. Pada akhirnya PLN akan mempunyai manusia pintar yang berkemampuan memimpin yang membuat PLN maju dan berprestasi.

Kemampuan orang-orang PLN juga bisa ikut berperan menggerakkan instansi atau BUMN lain seperti yang sudah terjadi pada pemimpin seniornya yaitu Ibu Sinthya Rusli yang diminta menjadi Dirut PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia, Pak Ikuten Sinulingga yang baru pensiun sebagai GM PLN, sekarang menjadi Direktur di PT Wijaya Karya. Yang terbaru Pak Budi Kusmarwoto yang sebelum pensiun menjadi Direktur Pemasaran PLN-E kini mendapat tugas baru sebagai Dirut PT Kertas Leces. Kita ingin lebih banyak lagi teman-teman PLN yang bisa berkiprah di instansi atau BUMN lain. Menjadi dan memberi lebih besar untuk memajukan bangsa Indonesia.

Apakah Anda berminat?

No comments:

Post a Comment