3 September 2010
Dari Cicurug: Boasa Ingkon Mabiar!
Saya
merasakan wabah semangat kini melanda jajaran PLN di seluruh Indonesia.
Semangat untuk bangkit dan semangat untuk mandiri berkibar tinggi.
Teman-teman kita nun di Cabang Sibolga pun menemukan jalan terangnya
sendiri. Di sana wilayahnya terbagi dalam dua tipe: pegunungan yang
jarang pelanggannya dan perkotaan yang padat penduduknya. Yang di
pegunungan itu penyulangnya panjang-panjang karena desanya saling
berjauhan. Pohonnya juga sering tumbang menganggu jaringan kita. Hujan,
angin dan petir menjadi setan utama yang mengganggu tidur kita.
Celakanya, gangguan di daerah yang penduduknya jarang ini menyebabkan
listrik di perkotaan yang padat ikut terganggu. Yang sedikit
mencelakakan yang banyak.
Kris
Cahyono, Kepala Cabang Sibolga, tentu tidak terima dengan kenyataan
seperti itu. Maka dia pisahkan wilayah pegunungan dan perkotaan itu
dengan recloser. Dengan demikian kalau ada pohon tumbang di gunung,
listrik di kota seperti Tarutung tidak ikut mati. Cara ini sangat sukses
untuk menekan tingkat gangguan. Karena itu dia menjadi pe-de untuk
menciptakan jargon sendiri dalam bahasa Batak. Dia memang kepingin
mengadopsi jargon dari wilayah Jatim “ojo byar-pet, yen pet, cepetl” itu
(apalagi dia memang berasal dari Sidoarjo), tapi dia pikir orang
Sibolga harus punya caranya sendiri.
Lalu
di depan forum untuk menyambut rombongan saya yang tiba di Tarutung
pekan lalu, dia menayangkan jargon ini: Udan Alogo, Boasa Ingkon Mabiar!
Semula saya mengira artinya mirip “ojo byar-pet, yen pet cepetl” itu.
Ternyata beda sama sekali. Saya tidak bisa merasakan apakah jargon itu
cukup puitik atau tidak. Yang penting, bagi saya, sikap kemandiriannya
sangat terasa.
Tapi
masih ada satu hal yang mengganjal pikirannya. Dia kepingin tahu di
mana cabang yang telah mempraktekkan membungkus penyulang dengan selang
plastik itu. Atau yang membungkus penyulang dengan pipa paralon itu.
Tentu saya jelaskan dengan bangga bahwa teman-teman di Distribusi
Jateng-Iah yang pernah bercerita kepada saya soal pemakaian selang
plastik untuk membungkus kabel yang melewati pepohonan itu. Atau teman
di Distribusi Jabar-Iah yang sudah mempraktekkan penggunaan pipa paralon
itu.
Semangat ternyata bisa cepat merata.
Di
Distribusi Jatim semangat itu bahkan sudah menghasilkan. Sudah ada dua
cabang yang berhasil gangguannya menjadi 0 dalam satu bulan Juli lalu.
Salah satunya yang saya ingat adalah Madiun. Maklum saya memang baru
saja melewati daerah itu. Yakni dalam perjalanan darat dari
Jogja-Pacitan-Ponorogo-Magetan dan Solo. Hari itu 16 jam saya berada di
mobil dalam perjalanan darat yang panjang.
Prestasi
Madiun itu menunjukkan bahwa ternyata kita bisa. Sangat bisa. Kenyataan
inilah yang membuat semangat itu kian menyala. Tidak mengenal jenis
kelamin pula. Bayangkan, saya sampai mendapat kiriman foto yang membuat
saya geleng-geleng kepala: seorang wanita, naik ke atas trafo yang
begitu tinggi. Rekan kita itu Erna Purnamawati, Manajer UPJ Sumberrejo –
APJ Bojonegoro. Saya lihat (di foto) dia mengenakan celana (tentu!) dan
baju lengan panjang disertai helm. Kecantikannya tetap menonjol, antara
lain karena saingan di sebelah-sebelahnya semua jelek: tiang listrik,
trato dan kabel – kabel yang ruwet.
Nun
dari Bau-Bau saya juga bisa bicara langsung dengan para karyawan di
sana melalui HP-nya GM Ahmad Siang: para karyawan itu baru saja
menemukan cara memperbaiki radiator diesel dengan cara mereka sendiri.
Saya sudah minta agar cara itu ditulis dalam satu naskah untuk
dimasukkan dalam website PLN. Agar bisa ditiru, dinilai atau bahkan
disempurnakan oleh teman-teman yang lain.
Semua itu kita lakukan demi kepuasan pelanggan kita.
Kadang
kita memang harus berterima kasih kepada pelanggan yang kelewat
cerewet. Misalnya yang di Cicurug, Jabar itu. Gara-gara pelanggan ini,
teman-teman Distribusi Jabar harus membentuk tim khusus untuk
mengatasinya. Problemnya kurang lebih sama dengan yang di Sibolga itu.
Di Jawa pun ternyata masih ada penyulang yang panjangnya sampai 15 km
tanpa LBS satu pun.
Maka
satu bulan penuh tim Jabar ini merombak sistem di Cicurug tersebut.
Sampai-sampai harus mengganti 61 titik penyulang, memasang tiga buah PMT
(LBS otomatis), memasang recloser, menggelar kawat proteksi petir
sampai 9 km, memasang 66 buah arrester dan harus me-resetting rele
segala.
Alangkah
beratnya pekerjaan yang harus dilakukan gara-gara satu pelanggan yang
super cerewet tersebut. Begitu cerewetnya pelanggan ini sampai-sampai
secara guyon kita pernah kepingin memindahkan saja rumahnya ke jalur
distribusi yang lebih aman. Biaya merombak sistem tadi, jangan-jangan
lebih mahal dibanding membelikan rumah bagi pelanggan itu di dekat kota!
Kalau
saja semua pelanggan kita secerewet yang satu ini, pasti PLN sudah jaya
sejak dulu-dulu! Dengan selesainya persoalan di Cicurug ini,
teman-teman Distribusi Jabar pun kayaknya sudah bisa mengibarkan jargon
“udan alogo boasa ingkon mabiar!”.Keberhasilan membungkam kecerewetan
Cicurug ini tampaknya menjadi hadiah lebaran yang istimewa bagi saya.
Saya berharap selama lebaran nanti tidak ada lagi rentetan pengaduan dan
caci-maki dari Cicurug.Itu bukan satu-satunya hadiah lebaran. Hadiah
lebaran lain, yang juga menyenangkan, adalah ini: dokter di Tiongkok
menyatakan kesehatan saya sangat baik.
Saya
memang baru pulang dari Tiongkok untuk check-up. Akhirnya saya memang
harus menyempatkan diri memeriksakan liver baru saya itu. Sudah telat 9
bulan dari jadwal check-up yang semestinya. Dua hari saya “ngamar” di
rumah sakit di kota Tianjin. Hasilnya, seperti kata dokter, “Iebih sehat
dari dokternya”.
Karena
itu, di hari ketiga saya sudah berani melakukan perjalanan 600 km untuk
melihat tower transmisi tertinggi di dunia. Tower itu tingginya 346
meter, lebih tinggi dari menara Eiffel di Paris itu (324 meter). Lebar
kaki-kakinya 68 x 68 meter. Bentangan “tangan” di atasnya sampai 77
meter agar dalam keadaan angin apa pun jarak antar kabel masih
berjauhan. Tower satunya lagi berada di seberang sana dengan jarak 2,3
km. Satu tower saja beratnya 4.192 ton.Saya perlu melihat tower ini
untuk membangun satu keyakinan bahwa kita pun akan mampu membangunnya.
Yakni untuk menyeberangkan kabel dari Banyuwangi (Jawa) ke Gilimanuk
(Bali). Proyek ini sudah dirancang sejak 15 tahun yang lalu, namun belum
kunjung bisa dilaksanakan. Padahal tanahnya sudah lama sekali dibeli.
Setelah
melihat apa yang dilakukan Tiongkok, muncul keyakinan saya bahwa kita
pun akan bisa melaksanakannya. Maka meski hari Minggu saya minta Direksi
kumpul. Dari bandara saya langsung Rapat Direksi membicarakan proyek
yang sudah berumur 15 tahun ini. Semua Direksi ternyata juga sangat
konfiden. Maka Minggu sore itu pun dibuat keputusan: bangun tahun ini
juga. Tim Direktorat Perencanaan langsung bekerja. Oktober nanti tower
ini sudah bisa ditenderkan.
Kalau
tower tertinggi di dunia yang ada di Tiongkok itu tingginya 346 meter,
saya minta yang akan kita bangun nanti minimal 347 meter. PLN akan
tercatat dalam peta dunia sebagai pemilik tower yang tingginya satu
meter lebih tinggi dari yang tertinggi.
Tentu
ini bukan soal tinggi-tinggian tower. Listrik di Bali memang harus
diselesaikan dengan baik. Jangan sampai Bali krisis listrik. Nanti bisa
ribut seperti saat bandara Soekarno-Hatta padam listriknya tempo hari.
Meski bukan salah PLN tapi apa pun yang terkait dengan listrik PLN
terimbas.
Terakhir: di mana saya akan berlebaran?
Sebelum
sakit dulu, bertahun-tahun saya selalu berlebaran di Mekah. Biasanya
saya berada di sana untuk ibadah selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
Sejak sakit, karena harus tinggal di Tiongkok, tiga tahun saya
berlebaran di Tiongkok.Tahun ini, saya akan berlebaran di Surabaya.
Karena keluarga saya kecil, satu hari cukup untuk lebaran. Hari kedua
saya ingin lebaran di beberapa lokasi pembangkit yang terjangkau
pesawat. Para karyawan pembangkit dan Dinas Gangguan tentu tidak bisa
lebaran. Saya ingin mengunjungi mereka.
Ada
satu permintaan saya: karyawan PLN tidak perlu kirim SMS untuk
mengucapan selamat Idul Fitri kepada saya. Terlalu banyak jumlahnya.
Kalau saya tidak membalas, saya akan merasa tidak sopan. Kalau harus
membalas, terus terang, terlalu banyak. Bisa-bisa saya dianggap a-sosial
karena hanya sibuk membuka hand phone. Ucapan selamat Idul Fitri lebih
baik via email. Saya lewat kawan-kawan IT juga akan menyiapkan sarana
silaturahmi lewat chatting pada tanggal 14 September untuk seluruh
karyawan, silakan bergabung.
Maafkanlah.
Minai aidin wal faidzin!
No comments:
Post a Comment