Thursday, July 28, 2011

Senggolan Nazaruddin

Kamis, 28 Juli 2011, 03:03:00
Senggolan Nazaruddin
Di PLN Beking Sudah Tidak Ada Gunanya


DUA kali nama PLN disenggol sedikit dalam kaitan dengan Nazaruddin yang kini lagi buron itu. Yang pertama PLN dikaitkan dengan tender batubara yang sampai membuat Nazaruddin bertengkar dengan partner bisnisnya. Yang kedua sekarang ini dalam kaitan dengan tender proyek PLTU Kaltim/Riau. 

Diam-diam saya senang dua hal itu disebut-sebut. Pertama, saya bisa numpang ngetop sebentar. Kedua, saya memiliki momentum untuk mengampanyekan "PLN baru".

Soal batubara itu, misalnya. Konon, Nazaruddin memberikan uang kepada Daniel Sinambela untuk modal ikut tender batubara di PLN. Daniel menang tender, tetapi tidak mengembalikan uang Nazaruddin. Daniel kemudian "dihajar". Daniel masuk tahanan.

Yang terjadi adalah Daniel sebenarnya benar-benar menang tender. Bukan karena ada Nazaruddin di dalamnya. Tender itu dilakukan dengan sistem auction sehingga tidak ada peluang untuk diatur sama sekali. Semua orang tahu sistem auction itu begitu transparan sehingga sangat kecil peluang untuk terjadi permainan. Daniel menang tender karena penawaran harganya memang sangat-sangat rendah.

Saking rendahnya, Daniel barangkali kesulitan mencari batubara yang baik dengan harga yang masih bisa memberikan keuntungan baginya. Maka, batubara yang dikirim ke PLN pun batubara yang murah. Tentu tidak bisa memenuhi kualitas yang ditentukan PLN. Yang hebat, petugas PLN di lapangan berani menolak batubara ribuan ton tersebut. Akibat batubaranya ditolak oleh PLN, Daniel tidak mendapatkan uang dari PLN. Karena itu, Daniel juga tidak bisa mengembalikan uang Nazaruddin. Nazaruddin pun kehilangan uang puluhan miliar rupiah gara-gara ketegasan PLN.

Seandainya petugas PLN takut kepada Nazaruddin dan menerima begitu saja batubara yang jelek itu, tentu Nazaruddin bisa menyelamatkan uangnya yang puluhan miliar itu. Namun, karena batubaranya ditolak, lenyaplah uangnya yang sangat banyak itu.

Dalam hal ini, saya bangga dengan petugas PLN di barisan paling depan tersebut. Seandainya pegawai PLN tersebut bisa disogok, tentu semuanya beres. Toh batubara jelek itu dalam tempo sebentar sudah tercampur dengan ribuan ton batubara lain. Tidak akan gampang ketahuan. Tentu saja, saya bangga dengan pegawai PLN di bagian penerimaan batubara itu. Saking bangganya, sampai-sampai di DPR saya berseloroh: kalau saja petugas itu seorang wanita, akan langsung saya ciumi dia!

Bagaimana tender PLTU Kaltim/Riau yang disebut-sebut Nazaruddin sekarang ini? Saya pun penasaran. Sungguh, saya pun ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Tender tersebut dimenangkan oleh konsorsium PT Adhikarya (Kaltim) dan konsorsium Rekayasa Industri (Riau). Sudah saya cek berulang-ulang bahwa proses tender sangat bersih dan profesional. Sampai-sampai teman terbaik saya yang telah berjasa menyelamatkan hidup saya kalah di tender ini.

Pertanyaannya: siapakah yang memberikan uang kepada Nazaruddin terkait dengan proyek ini? Apakah orang PLN? Atau pemenang tender? Sebaiknya, ini diusut. Saya sangat berkepentingan dengan hasil pengusutan ini. Kalau orang PLN yang memberikan uang, dari mana asal-usul uang itu dan apa tujuannya?

Namun, kalau pemenang tender yang memberikan uang ke Nazaruddin, untuk apa dia memberikan uang" Bukankah dia menang tender bukan karena bantuan Nazaruddin" Ataukah justru dia mengira menang tender itu berkat dukungan Nazaruddin?

Tentu, saya tidak tahu. Saya justru bertanya-tanya dalam hati. Kalau benar begitu, untuk apa pemenang tender itu memberikan uang ke Nazaruddin? Sedekah? Sumbangan? Mestinya, itu bukan sogok karena dia memenangkan tender bukan karena jasa Nazaruddin.

Saya penasaran atas pertanyaan-pertanyaan saya sendiri itu. Karena itu, saya mencoba mencari tahu. Hasil penelusuran saya agak mengecewakan: ternyata masih banyak peserta tender yang tidak percaya diri akan kemampuan mereka, lalu punya beking orang kuat. Mereka belum percaya bahwa PLN sudah berubah. Mereka belum percaya bahwa di PLN bisa berubah. Mereka tidak percaya bahwa beking itu sekarang tidak ada gunanya.

Itulah sebabnya mengapa masih ada peserta tender yang merasa perlu memiliki beking. Keberadaan beking itu sendiri punya dua cerita. Ada peserta tender yang memang mencari beking. Ada juga yang justru si beking yang mencari-cari peserta tender. Terutama, yang diincar adalah peserta yang sudah kelihatan punya peluang untuk menang. Si beking lantas menakut-nakuti si peserta tender bahwa kalau tidak dikawal, dia bisa saja kalah.

Emosi peserta tender itu pun menjadi labil. Di satu pihak dia sudah berada di ambang kemenangan. Peserta yang lolos tender tinggal sedikit, katakanlah tiga. Kejiwaannya pun menjadi kemrungsung. Dalam keadaan kemrungsung seperti itu, dia ditakut-takuti oleh si beking. Kalau tidak pakai beking, dia akan dikalahkan. Ketika mengucapkan kata "akan dikalahkan" itu, bisa saja si beking seorang-olah sudah bicara dengan pemilik proyek.

Dalam situasi seperti itu, peserta tender memilih jalan yang paling safe: diterima saja tawaran beking itu. Celakanya, tidak mustahil si beking tidak hanya mendatangi satu peserta, tetapi juga peserta tender lain. Dengan demikian, siapa pun yang menang, beking pulalah yang paling menang.

Saya sudah bisa menemukan cara bagaimana menyelenggarakan tender yang bersih. Bahkan sudah mempraktikkannya setahun terakhir ini. Tender-tender di PLN tidak akan terpengaruh oleh beking siapa pun. Bahkan, dalam tender terbesar dalam sejarah PLN bulan lalu, yakni tender proyek Rp 30 triliun di Jateng, PLN berhasil mengabaikan tekanan para beking yang tidak hanya datang dari dalam negeri, tetapi juga luar negeri.

Proyek Kaltim dan Riau itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan proyek di Jateng tersebut. Tetapi, PLN berhasil lolos dari segala tekanan.

PLN sudah tahu bagaimana menyelenggarakan tender yang bersih, tetapi belum tahu bagaimana meyakinkan peserta tender agar menyadari bahwa beking sudah tidak ada gunanya! (*)

Dahlan Iskan
CEO PLN

No comments:

Post a Comment