Sunday, November 13, 2011

Pembukaan SEA Games dan Ayam Mati Itu

Minggu, 13 November 2011, 00:42:00
Pembukaan SEA Games dan Ayam Mati Itu

MESKI bukan lagi direktur utama PLN, saya masih berdebar-debar saat menonton siaran langsung pesta pembukaan SEA Games kemarin malam. Terutama setelah menyaksikan begitu gemerlapnya pesta pembukaan itu.

Begitu mandi cahayanya pembukaan itu. Begitu besar listrik yang diperlukan untuk pembukaan itu. Begitu vitalnya pasokan listrik malam itu. Betapa kacaunya bila listriknya bermasalah.

Sambil mengagumi pesta cahaya pembukaan itu, saya terus berdoa agar tidak ada masalah dengan listriknya. Maklum, dua tahun lalu Palembang adalah salah satu daerah yang paling berat krisis listriknya.

Provinsi Sumsel merupakan salah satu di antara lima provinsi yang selalu diejek sebagai "ayam mati di lumbung". Bagaimana bisa provinsi yang begitu kaya dengan gas, minyak, dan batu bara mengalami krisis listrik berkepanjangan.

Saya menonton siaran langsung itu di tempat yang jauh. Di Kota Ruteng, pedalaman Flores. Sebuah kota di atas gunung dengan suhu udara 20 derajat Celsius yang sangat sejuk. Nonton bareng itu dilakukan di ruang tamu Kantor Bupati Manggarai Tengah. Bupati, wakil bupati, ketua DPRD, ketua pengadilan, Kapolres, Dandim, dan pejabat tinggi setempat ikut nonton bareng.

Semuanya menyatakan kekaguman atas kemegahan acara pembukaan yang dihadiri Presiden SBY itu. Mereka tidak menyangka bahwa pembukaan SEA Games bisa semeriah dan segemerlap itu.

Yang membuat saya ikut kagum adalah ini: Pesta megah itu berlangsung bukan di Jakarta. Bukan pula di Bandung atau Surabaya. Bukan di Makassar atau Medan. Tapi, kemegahan itu terjadi di Palembang!"

Orang yang belum pernah ke Palembang mungkin memang mengira bahwa Palembang hanya punya Jembatan Ampera. Atau hanya punya pempek. Tapi, orang yang sering ke Palembang seperti saya bisa menjadi saksi betapa pesatnya kemajuan kota itu. Sejak sepuluh tahun lalu pun, saya sudah mengira bahwa Palembang akan menjadi kota terpenting di Sumatera. Bahkan, akan bisa mengalahkan Medan. Kecuali, Sumut memiliki pemimpin yang punya ambisi mempertahankan kebesaran Medan.

Sayang, gambaran seperti itu masih jauh dari harapan. Saya ikut merasakan betapa sulitnya mengurus perizinan listrik di Sumut. Kalau saya saja mengalami kesulitan, logikanya, alangkah sulitnya pihak-pihak lain berusaha di sana.

Itu sangat kontras dengan yang terjadi di Sumsel. Gubernur-gubernur Sumsel selama ini dikenal bekerja dengan penuh gairah untuk kemajuan Sumsel. Apalagi, Alex Nurdin yang sekarang ini.

Pesta pembukaan SEA Games kemarin malam telah menimbulkan kepercayaan diri yang besar di hati bangsa Indonesia. Ternyata, kita juga bisa. Bahkan, pesta kemarin malam akan menggugah banyak pemimpin daerah untuk bangkit bersama-sama. Kalau semua pimpinan daerah terjangkiti semangat kemarin malam, alangkah majunya Indonesia secara keseluruhan. Bukan hanya seperti gambaran selama ini, Indonesia hanya maju di Jakarta-nya.

Sumsel sendiri akan tercatat sebagai provinsi pertama di antara lima provinsi "ayam mati di lumbung" yang bisa keluar dari ejekan memalukan itu. Akhir tahun ini produksi listrik di Sumsel sudah melebihi keperluan wilayah tersebut. Sumsel sudah bisa "mengekspor" listrik dalam jumlah yang besar ke Lampung, Bengkulu, Jambi, dan Riau.

Pesta kemarin malam secara tidak langsung juga merupakan deklarasi bahwa krisis listrik di Sumsel telah berakhir. Jangan gunakan lagi ejekan "ayam mati di lumbung" untuk menghina Sumsel.

Zaman memang berputar. Pada zaman dulu Palembang memang menjadi kota terbesar di seluruh Sumatera. Palembang yang dalam bahasa Mandarin lebih dikenal dengan nama Jigang (berarti bandar yang sangat besar) lama-lama mengalami kemunduran atau dikalahkan wilayah lain. Barangkali kini giliran roda Palembang kembali berada di atas. (*)

No comments:

Post a Comment