Wednesday, March 7, 2012

Apa Itu Budaya Kualitas?

7 March 2012
Apa Itu Budaya Kualitas?
Oleh: Ngurah Adnyana, Direktur Operasi Jawa Bali.

Dalam BOD Note akhir Januari 2012, saya sudah menguraikan dengan panjang lebar dua pilar untuk membangun budaya trust disertai dengan contoh-contoh. Pilar pertama adalah mewujudkan integritas data, dengan contoh: pembicaraan saya dengan si Tole yang diminta GM merekayasa angka susut dengan menaikkan pemakaian kWh pelanggan. Pilar kedua adalah membangun integritas diri, dengan contoh: perbincangan saya dengan petugas pelayanan teknik yang masih mau menerima tip dari pelanggan. Kali ini saya akan bercerita mengenai pilar ketiga, yaitu membangun kualitas dalam mewujudkan budaya trust.

Jumat sore tanggal 17 Februari 2012, setelah meninjau pabrik meter prabayar produksi dalam negeri di Bogor, mumpung di Bogor saya bersama pak Purnomo Willy – KDIV Distribusi Jawa Bali dan pak Adi Priyanto – Manajer Area Bogor, meninjau progres pembangunan gardu induk (GI) New Kedung Badak (NKB) yang letaknya bersebelahan dengan GI Kedung Badak Lama (KBL). GI NKB ini sebetulnya perluasan dari GI KBL yang sudah penuh sesak. GI NKB ini sangat dibutuhkan untuk dapat memperluas jaringan transmisi 150 kilo Volt (kV) ke arah GI Bogor Kota (yang juga sedang dibangun) untuk melayani perkembangan kelistrikan kota Bogor yang cukup pesat.

Sesampai kami di GI KBL, di depan pintu masuk ke ruang kontrol 150 kV dan 20 kV saya melihat ada beberapa benda bulat memanjang tergeletak di tanah. Dalam pikiran saya, terbersit pertanyaan “kok ada pipa seperti ini ya di GI? Pipa apa ini…?” Biasanya instalasi pipa seperti ini banyak terdapat di komplek pembangkit PLTU atau PLTGU seperti pipa bahan bakar, pipa gas, pipa air atau pipa lainnya. Setelah kami masuk sebentar ke ruang panel kontrol GI, saya tanya pada petugas P3B dan petugas Distribusi disana ”Itu pipa apa?” Saya memang melihatnya seperti pipa, bentuknya bulat memanjang warna hitam. Betapa terkejutnya saya ketika dijawab “Itu kabel 150 kV Pak“. Lho…lho..kok kabel 150 kV digeletakkan begitu saja di tanah? Karena digeletakkan di depan jalan masuk ke ruang kontrol yang sering dilalui orang dan sepeda motor, kabel itu pastilah sering diinjak orang dan dilindas sepeda motor. Saya pun merasa berdosa karena tadi ikut menginjak kabel itu. Kabel itu mestinya diperlakukan secara sangat hati-hati, mulai saat diproduksi di pabrik, dikirim ke lokasi penanamannya, sampai dengan dipasang dan dioperasikan. Saya jadi tidak mengerti…kok seperti ini ya perlakuan kita kepada kabel listrik, aset utama PLN yang mau dipakai menjual listrik dan melayani pelanggan?

Karena operator P3B dan Distribusi di GI KBL tidak bisa menjelaskan soal keberadaan kabel itu, maka di tengah cuaca hujan kami menelusuri kabel itu yang ternyata terhubung ke GI NKB. Jadi rupanya ini kabel baru. Lho kok digeletakkan begitu di tanah? Kami terus menelusuri kabel itu dan ternyata terusannya sudah tertanam dan tidak terlihat di GI NKB. Waduh, harus mencari tau kemana ya…?

Setelah mencari-cari akhirnya kami bertemu dengan pengelola kabel 150 kV baru itu, satu orang dari PLN Proyek Jaringan Jakarta & Banten sebagai pemilik proyek, dan satu orang lagi petugas dari PLN Jasa Manajemen Konstruksi (JMK) sebagai pengawas pekerjaan. Mereka menjelaskan bahwa kabel 150 kV itu pangkal dari kabel yang sudah ditanam di jalan raya menuju GI Bogor Baru. Karena switchyardnya di GI NKB belum siap, pangkal kabel ini digeletakkan di tanah dan nantinya akan disambung ke switchyard GI NKB. Menurut petugas JMK, sebetulnya kabel itu pada awalnya sudah ditutup dengan karung pasir (memang ada bekasnya) tapi karena karung pasirnya sudah rusak, kabel tersebut jadi tidak terlindungi sehingga terinjak-injak orang dan dilindas sepeda motor.

Sebetulnya ada beberapa alternatif untuk melindungi pangkal kabel ini dari tekanan mekanis. Pertama, kabel dibiarkan tergulung di haspelnya. Kedua, kalaupun untuk sementara waktu digeletakkan di tanah, dia harus dilindungi dengan pelat baja atau pelindung besi “U”. Pangkalnya pun harus ditutup sehingga tidak kemasukan air. Kalau standar konstruksi yang benar kabel 150 kV harus ditanam pada kedalaman 2,90 meter, dilandasi oleh pasir setinggi beberapa sentimeter, di atasnya diletakkan kabelnya, ditimbun pasir lagi dengan ketebalan beberapa sentimeter, lalu pelindung kabel, kemudian ditimbun dengan tanah dan terakhir ditutup dengan pengerasan tanah atau pengaspalan kalau kabel itu ada di jalan.

Semua kabel listrik apakah kabel 150 kV, kabel 20 kV ataupun kabel tegangan rendah, harus selalu dilindungi dari tekanan mekanis berlebih. Tidak boleh ada tekukan yang berlebih dan harus dilindungi dari luka ataupun lecet-lecet yang dapat menyebabkan kabel menjadi cacat. Ketika baru beroperasi, kabel cacat ini pasti lulus uji operasi. Tapi kalau sudah beroperasi beberapa tahun kabel cacat ini akan menjadi sumber gangguan yang menyebabkan listrik padam. Kalau kabel 150 kV mengalami gangguan, listrik bisa padam satu kota.

Pengawas dan Manajer PLN harus tegas kepada para kontraktor. Tidak boleh ada rasa sungkan menegur kontraktor yang salah hanya karena sudah kenal atau karena punya hubungan emosional dengan kontraktor. Tapi di sisi lain harus memberi apresiasi pada kontraktor yang berprestasi.

Jadi memasang kabel, mengawasi orang memasang kabel sehingga kabel yang tertanam memenuhi standar konstruksinya adalah kepedulian kita untuk membangun budaya kualitas. Kalau kabel dalam sistem penyaluran kita berkualitas, maka listrik akan terus tersalurkan secara kontinu. Kalau listrik menyala terus dan tidak padam, pada akhirnya masyarakat akan percaya (trust) kepada layanan PLN. PLN pun bisa menjual listrik dengan baik dan optimal. Inilah yang dimaksudkan budaya kualitas sebagai satu pilar membangun budaya trust yang sangat penting dalam berbisnis, termasuk menjual listrik.

Untuk tujuan membangun budaya kualitas itulah, kontraktor yang menanam kabel di Bogor itu saya panggil khusus. Saya minta mereka memeriksa hasil penanaman kabel yang disub-kontrakkan itu di beberapa titik apakah sudah sesuai spesifikasi teknisnya? Kalau belum mereka harus menyempurnakannya.

Dimana saja budaya kualitas bisa dibangun?

Budaya kualitas bisa dibangun pada proses pemilihan material dan peralatan jaringan listrik yang berkualitas sehingga tidak cepat rusak. Berkualitas disini tidak berarti harus membeli material dengan harga mahal. Yang utama harus andal. Tidak masalah PLN mengeluarkan biaya dengan harga ‘mercedes’ tapi harus memperoleh barang yang andal dengan kualitas ’mercedes’ juga. Tapi yang jamak terjadi, PLN mengeluarkan biaya dengan harga ‘mercedes’ tapi dapat barangnya kualitas ’kijang’. Nah ini tidak boleh lagi terjadi.

Budaya kualitas juga bisa dibangun pada proses pengadaan barang (capital expenditure/operation expenditure) lewat proses tender dengan e-bidding maupun e-auction untuk mendapatkan harga terendah. Budaya kualitas disini diartikan membudayakan efisiensi pada seluruh proses bisnis PLN yang menjadi jantung kemajuan perusahaan. Tanpa efisiensi, perusahaan manapun akan mati.

Budaya kualitas juga bisa dibangun pada proses pelayanan pelanggan. Pelayanan pelanggan dengan proses yang transparan, dengan biaya yang pasti dan waktu pelayanan yang juga pasti, merupakan wujud penerapan budaya kualitas. Permintaan penyambungan baru atau tambah daya melalui contact center, website, SMS, pembayaran rekening melalui ATM juga merupakan upaya PLN membangun pelayanan pelanggan yang berkualitas.

Penerapan OPI (Operation Performance Improvement) juga merupakan upaya membangun budaya kualitas. Dalam memperbaiki kinerja operasi, OPI dimulai dengan melakukan diagnosa apa saja kelemahan operasi (diagnostic), kemudian membuat beberapa metode perbaikannya (design) sebelum diterapkan di lapangan (deliver). Dengan upaya perbaikan dengan metode yang sistematis ini diyakini akan terwujud kinerja operasi yang andal dan berkualitas.

Budaya kualitas juga bisa dibangun melalui peningkatan kompetensi pegawai sehingga PLN mempunyai SDM yang kompeten sesuai keahliannya masing-masing. Makanya selalu ada pelatihan-pelatihan bagi seluruh pegawai PLN mulai dari pegawai lapangan sampai direksi. Pelatihan kepemimpinan kepada manajer area, manajer Unit Pelayanan Transmisi (UPT) dan manajer Sektor/Unit Pembangkitan di Jawa Bali melalui program Ledership Engine for Execution Capability Improvement atau LE4ECI, dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan para manajer khususnya dalam mengeksekusi program yang sering menjadi titik lemah para manajer PLN.

Budaya kualitas juga bisa dibangun dengan pengembangan pusat-pusat keunggulan. Dalam beberapa kesempatan tertentu seperti pada rapat kerja unit-unit PLN, saya menantang para manajer unit untuk menetapkan program unggulan yang nantinya berpotensi dijadikan pusat keunggulan bagi unit yang bersangkutan. Mereka menetapkan program unggulannya, para GM dan kami di PLN Pusat memonitor implementasinya.

Diharapkan setiap unit mempunyai keunggulan spesifik yang bisa dibanggakan. Lebih bagus lagi bila keunggulan spesifik tersebut menjadi referensi atau pembanding (benchmark) bagi unit lainnya. Saya bermimpi kalau setiap unit mempunyai satu saja keunggulan spesifik, maka akan ada sekian banyak keunggulan di PLN yang pasti akan menjadikan PLN bertambah maju.

Ada beberapa pusat keunggulan yang sudah teridentifikasi seperti Power Plant Academy di PLTGU Gresik yang menjadi referensi bagi pelatihan pembangkitan PLTGU, layanan e-Map di Distribusi Bali yang menjadi referensi layanan pasang baru dan tambah daya berbasis peta jaringan. Saat ini sedang dibangun pusat-pusat keunggulan di bidang OPI yaitu OPI Generation Academy di PLTGU Priok, OPI Transmission Academy di UPT Bandung Timur, dan OPI Distribution Academy di Yogyakarta. Unit-unit lain juga sedang berlomba membangun pusat keunggulan spesifik yang mudah-mudahan akan banyak bermunculan di tahun 2012 ini.

Budaya kualitas yang paling mudah dibangun adalah dengan menghargai waktu. Kalau kita sudah bisa hadir di kantor tepat waktu dan memulai rapat tepat waktu seperti yang direncanakan, itulah tandanya kita sudah menjadi orang berkualitas.

Jadi, kalau budaya kualitas sudah tertanam di semua proses bisnis PLN, di semua unit PLN dengan pusat-pusat keunggulannya, di semua lini PLN termasuk di semua pegawai PLN, maka kinerja PLN akan semakin cemerlang dan PLN akan dipercaya oleh masyarakat dan dunia. Tidak ada yang lebih berharga bagi suatu perusahaan selain dipercaya oleh pelanggan dan masyarakat luas.

Bagaimana, siap membangun budaya kualitas?

No comments:

Post a Comment