Friday, January 25, 2008

Saya Percaya, Padang Ekspres Sudah Dewasa

25 Januari 2008
Saya Percaya, Padang Ekspres "Sudah Dewasa"
Catatan Dahlan Iskan

SAYA tidak pernah mau menghadiri acara ulang tahun atau sebangsanya yang dilakukan anak-anak perusahaan grup Jawa Pos yang saya pimpin. Memang, ketika diadakan acara peletakan batu pertama pembangunan Graha Pena Padang (yang akan dipakai kantor Padang Ekspres) setahun yang lalu, saya berada di Padang. Namun saya tidak terlibat di acara itu.

Saya hari itu datang ke Padang karena alasan lain. Pertama, sudah lebih tiga tahun tidak ke Padang sehingga sudah sangat rindu akan Padang. Kedua, karena akan berbicara di seminar bersama Rektor Universitas Andalas (Unand) Prof Dr Musliar Kasim MS.

Saat acara peletakan batu pertama pembangunan gedung itu saya hanya duduk-duduk di belakang tenda besar tempat upacara dilangsungkan. (Belakangan saya setuju pembangunan gedung yang rencananya lima lantai itu ditunda dulu agar perencanaannya bisa dievaluasi kembali setelah terjadinya gempa besar yang melanda Padang beberapa waktu setelah upacara itu. Termasuk evaluasi bagaimana kekuatan konstruksinya dan apakah tetap harus lima lantai).

Tentu ulang tahun ke-9 Padang Ekspres tanggal 25 Januari tahun 2008 ini pun saya tidak akan datang ke Padang. Ulang tahun tidaklah penting-penting amat —meski panitianya biasanya ngotot bahwa ultah itu penting. Misalnya sebagai sarana untuk menghidupkan gairah karyawan atau —ini yang selalu dikatakan tapi sebenarnya nonsense-untuk melakukan introspeksi. Gairah karyawan bisa dihidupkan dengan cara lain dan introspeksi bisa lebih efektif kalau dilakukan dengan cara yang lebih ilmiah.

Tapi, anehnya saya selalu mau ketika diminta membuat tulisan dalam rangka ulang tahun Padang Ekspres. Hampir setiap tahun saya membuat catatan seperti ini. Kadang catatan tersebut saya buat di sebuah bandara di luar negeri. Mengapa? Sering sekali permintaan untuk membuat catatan seperti ini dilakukan lewat Short Messaging Service (SMS). Tahun lalu, misalnya, “Pak, tolong bapak bikin catatan untuk ulang tahun Padang Ekspres yang ke 8,” tulis salah seorang pejabat redaksi Padang Ekspres, dalam SMS-nya kepada saya. “Kapan deadlinenya?” tanya saya. “Nanti, pak. Jam 11 malam. Tiga jam lagi. Besok pagi sudah harus terbit,” jawabnya.

Uh! Mendadak banget. Untung ada waktu setengah jam menunggu pesawat. Langsung saya buka laptop, saya ketik catatan itu dan saya emailkan ke Padang. Ini saya lakukan semata-mata karena saya memang terharu dengan teman-teman di Padang Ekspres yang menunjukkan kinerja yang amat baik selama ini. “Apalah beratnya membuat catatan seperti ini dibanding dengan jerih payah teman-teman di Padang Ekspres yang siang malam harus memikirkan kemajuan korannya,” kata saya dalam hati.

Karena itu, biar pun mendadak diperintahkan untuk membuat catatan dan dipepet oleh waktu yang ketat, saya melakukannya dengan perasaan senang dan ikhlas. Untung hanya Padang Ekspres yang minta catatan seperti ini. Kalau semua koran di bawah grup Jawa Pos melakukan hal yang sama, bisa-bisa gile beneran. Tahun ini, lumayan. SMS permintaan membuat catatan ini datang dua hari sebelum pemuatan. Kebetulan saya juga lagi longgar. Pemeriksaan yang dilakukan dokter dan laboratorium sudah selesai. Saya memang lagi di Rumah Sakit Di Yi Zhong Xin Yi Yuan di Kota Tianjin untuk melakukan check-up setelah lima bulan menjalani ganti hati (transplantasi liver). Hasil check-up-nya pun menggembirakan. Liver baru saya benar-benar sudah menyatu dengan organ yang lain. “Kondisi badan anda sekarang ini lebih baik dari rata-rata orang sehat seumur anda,” ujar dokter memberikan kesimpulannya.

Maka catatan ini pun saya tulis dengan hati (baru) yang sangat senang. Apalagi di luar sana terlihat salju memutih yang menyelimuti seluruh kota. Indah sekali. Dari kamar saya di lantai 10, saya juga bisa melihat sungai yang beku. Mula-mula terasa aneh melihat banyak orang yang jalan-jalan di atas sungai seperti para dewa yang bisa berjalan di atas air. Tapi begitulah kalau permukaan sungainya sudah jadi es. Bahkan banyak orang yang membawa kursi duduk-duduk di kursi di atas sungai itu. Mereka membuat lubang di dekat kursi dan dari lubang itu memasukkan pancingnya. Oh, di bawah es itu air sungainya masih tetap mengalir.

Kini, setelah operasi saya berhasil dengan baik, saya merasa punya teman senasib di Padang. Tidak saya sangka bahwa senior saya H Basril Jabar, bos Singgalang itu ternyata juga pernah bertarung hidup mati karena harus menjalani operasi di bagian yang sangat dekat dengan nyawanya: batang leher!

Lalu, nasehat apakah yang harus saya berikan ke teman-teman di Padang Ekspres di ulang tahunnya ke-9 ini? Terus terang saya tidak akan memberikan nasehat apa-apa. Rasanya sudah lima tahun ini saya tidak pernah lagi memberikan nasehat atau bimbingan ke anak-anak perusahaan. Mereka saya anggap sudah dewasa semua. Sudah mengerti sendiri apa yang harus diperbuat dan tidak harus diperbuat.

Saya memang memberikan kepercayaan dan otonomi (eh, otonomi tanpa kepercayaan apa masih bisa disebut otonomi?) seluas-luasnya kepada anak-anak perusahaan. Memang ada risikonya: seseorang, kalau diberi kepercayaan bisa saja menyalahgunakan dan menyelewengkan kepercayaan itu. Tapi ada juga sisi berkahnya: orang yang diberi kepercayaan akan muncul rasa tanggung jawabnya.
Saya melihat teman-teman di Padang Ekspres termasuk jenis manusia yang kedua itu.***

No comments:

Post a Comment