Saya Percaya, Padang Ekspres "Sudah Dewasa"
Catatan Dahlan Iskan
SAYA tidak pernah mau menghadiri acara ulang tahun atau sebangsanya
yang dilakukan anak-anak perusahaan grup Jawa Pos yang saya pimpin.
Memang, ketika diadakan acara peletakan batu pertama pembangunan Graha
Pena Padang (yang akan dipakai kantor Padang Ekspres) setahun yang lalu,
saya berada di Padang. Namun saya tidak terlibat di acara itu.
Saya hari itu datang ke Padang karena alasan lain. Pertama, sudah lebih tiga tahun tidak ke Padang sehingga sudah sangat rindu akan Padang. Kedua, karena akan berbicara di seminar bersama Rektor Universitas Andalas (Unand) Prof Dr Musliar Kasim MS.
Saya hari itu datang ke Padang karena alasan lain. Pertama, sudah lebih tiga tahun tidak ke Padang sehingga sudah sangat rindu akan Padang. Kedua, karena akan berbicara di seminar bersama Rektor Universitas Andalas (Unand) Prof Dr Musliar Kasim MS.
Saat acara peletakan batu pertama pembangunan gedung itu saya hanya
duduk-duduk di belakang tenda besar tempat upacara dilangsungkan.
(Belakangan saya setuju pembangunan gedung yang rencananya lima lantai
itu ditunda dulu agar perencanaannya bisa dievaluasi kembali setelah
terjadinya gempa besar yang melanda Padang beberapa waktu setelah
upacara itu. Termasuk evaluasi bagaimana kekuatan konstruksinya dan
apakah tetap harus lima lantai).
Tentu ulang tahun ke-9 Padang Ekspres tanggal 25 Januari tahun 2008
ini pun saya tidak akan datang ke Padang. Ulang tahun tidaklah
penting-penting amat —meski panitianya biasanya ngotot bahwa ultah itu
penting. Misalnya sebagai sarana untuk menghidupkan gairah karyawan atau
—ini yang selalu dikatakan tapi sebenarnya nonsense-untuk melakukan
introspeksi. Gairah karyawan bisa dihidupkan dengan cara lain dan
introspeksi bisa lebih efektif kalau dilakukan dengan cara yang lebih
ilmiah.
Tapi, anehnya saya selalu mau ketika diminta membuat tulisan dalam
rangka ulang tahun Padang Ekspres. Hampir setiap tahun saya membuat
catatan seperti ini. Kadang catatan tersebut saya buat di sebuah bandara
di luar negeri. Mengapa? Sering sekali permintaan untuk membuat catatan
seperti ini dilakukan lewat Short Messaging Service (SMS). Tahun lalu,
misalnya, “Pak, tolong bapak bikin catatan untuk ulang tahun Padang
Ekspres yang ke 8,” tulis salah seorang pejabat redaksi Padang Ekspres,
dalam SMS-nya kepada saya. “Kapan deadlinenya?” tanya saya. “Nanti, pak.
Jam 11 malam. Tiga jam lagi. Besok pagi sudah harus terbit,” jawabnya.
Uh! Mendadak banget. Untung ada waktu setengah jam menunggu pesawat.
Langsung saya buka laptop, saya ketik catatan itu dan saya emailkan ke
Padang. Ini saya lakukan semata-mata karena saya memang terharu dengan
teman-teman di Padang Ekspres yang menunjukkan kinerja yang amat baik
selama ini. “Apalah beratnya membuat catatan seperti ini dibanding
dengan jerih payah teman-teman di Padang Ekspres yang siang malam harus
memikirkan kemajuan korannya,” kata saya dalam hati.
Karena itu, biar pun mendadak diperintahkan untuk membuat catatan dan
dipepet oleh waktu yang ketat, saya melakukannya dengan perasaan senang
dan ikhlas. Untung hanya Padang Ekspres yang minta catatan seperti ini.
Kalau semua koran di bawah grup Jawa Pos melakukan hal yang sama,
bisa-bisa gile beneran. Tahun ini, lumayan. SMS permintaan membuat
catatan ini datang dua hari sebelum pemuatan. Kebetulan saya juga lagi
longgar. Pemeriksaan yang dilakukan dokter dan laboratorium sudah
selesai. Saya memang lagi di Rumah Sakit Di Yi Zhong Xin Yi Yuan di Kota
Tianjin untuk melakukan check-up setelah lima bulan menjalani ganti
hati (transplantasi liver). Hasil check-up-nya pun menggembirakan. Liver
baru saya benar-benar sudah menyatu dengan organ yang lain. “Kondisi
badan anda sekarang ini lebih baik dari rata-rata orang sehat seumur
anda,” ujar dokter memberikan kesimpulannya.
Maka catatan ini pun saya tulis dengan hati (baru) yang sangat
senang. Apalagi di luar sana terlihat salju memutih yang menyelimuti
seluruh kota. Indah sekali. Dari kamar saya di lantai 10, saya juga bisa
melihat sungai yang beku. Mula-mula terasa aneh melihat banyak orang
yang jalan-jalan di atas sungai seperti para dewa yang bisa berjalan di
atas air. Tapi begitulah kalau permukaan sungainya sudah jadi es. Bahkan
banyak orang yang membawa kursi duduk-duduk di kursi di atas sungai
itu. Mereka membuat lubang di dekat kursi dan dari lubang itu memasukkan
pancingnya. Oh, di bawah es itu air sungainya masih tetap mengalir.
Kini, setelah operasi saya berhasil dengan baik, saya merasa punya
teman senasib di Padang. Tidak saya sangka bahwa senior saya H Basril
Jabar, bos Singgalang itu ternyata juga pernah bertarung hidup mati
karena harus menjalani operasi di bagian yang sangat dekat dengan
nyawanya: batang leher!
Lalu, nasehat apakah yang harus saya berikan ke teman-teman di Padang
Ekspres di ulang tahunnya ke-9 ini? Terus terang saya tidak akan
memberikan nasehat apa-apa. Rasanya sudah lima tahun ini saya tidak
pernah lagi memberikan nasehat atau bimbingan ke anak-anak perusahaan.
Mereka saya anggap sudah dewasa semua. Sudah mengerti sendiri apa yang
harus diperbuat dan tidak harus diperbuat.
Saya memang memberikan kepercayaan dan otonomi (eh, otonomi tanpa
kepercayaan apa masih bisa disebut otonomi?) seluas-luasnya kepada
anak-anak perusahaan. Memang ada risikonya: seseorang, kalau diberi
kepercayaan bisa saja menyalahgunakan dan menyelewengkan kepercayaan
itu. Tapi ada juga sisi berkahnya: orang yang diberi kepercayaan akan
muncul rasa tanggung jawabnya.
Saya melihat teman-teman di Padang Ekspres termasuk jenis manusia yang kedua itu.***
No comments:
Post a Comment