Thursday, August 23, 2012

Merdeka

23 August 2012
Merdeka
Oleh: Direktur Utama PLN Nur Pamudji

“Merdeka” punya banyak makna. Bagi sebuah bangsa yang terjajah, merdeka adalah bebas dari penjajahan, oleh sebab itu para pendiri bangsa Indonesia mengguratkan frasa berikut di Mukadimah Konstitusi: “kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”.

Bagi sebuah kampung terpencil yang belum berlistrik, merdeka bermakna menyalanya lampu listrik di rumah-rumah mereka. Ketika Direksi PLN mengunjungi sebuah kampung di pelosok pulau Timor, yang hanya bisa dicapai dengan menyeberangi 4 sungai tanpa jembatan beberapa bulan lalu, para tetua kampung berujar: “NKRI sudah 66 tahun lebih merdeka, tetapi baru hari ini kami yang tinggal di kampung ini merasakan merdeka, karena baru kali ini layanan PLN sampai ke kampung kami”. Sampai 2012, memang baru 73 persen rumah tangga berlistrik. Masih ada sekitar 13 juta rumah yang belum menikmati listrik dari layanan publik, yang masih harus diperjuangkan oleh berbagai pihak: Pemerintah Daerah harus membangun akses jalan ke kampung-kampung belum berlistrik, Pemerintah Pusat dan DPR harus menyediakan anggaran yang cukup untuk membangun jaringan dan pembangkit listrik pedesaan, PLN harus tangkas merealisasikan anggaran yang sudah disediakan, dan last but not least, pelanggan yang sudah lama menikmati layanan listrik harus solider terhadap sesama warga negara yang belum menikmati listrik, yang ditunjukkan dengan kesediaan untuk tidak menerima subsidi.

Listrik untuk pedesaan, kota kecamatan dan daerah terpencil lainnya, pada umumnya berasal dari pembangkit diesel. Jenis pembangkit ini memang andal, mudah dan cepat dibangun, lagi pula bahan bakarnya mudah diperoleh karena tersedia di pasar. Ukuran pembangkit diesel bervariasi dari beberapa kiloWatt sampai puluhan megaWatt, cocok dengan tingkat kebutuhan listrik di daerah-daerah terpencil tersebut, yang memang awalnya belum begitu besar, namun akan terus bertambah sejalan dengan tingkat kegiatan ekonomi di sana. Harga BBM terus naik. PLN saat ini bertekad untuk tidak lagi membangun pembangkit listrik baru yang menggunakan bahan bakar minyak, maka harus dicari teknologi lain yang tidak menggunakan BBM. Tidak semua daerah ini memiliki sumber energi terbarukan yang andal seperti tenaga air. Tenaga matahari memang tersedia, tetapi pasokan listrik dari tenaga matahari saja, dengan tingkat keandalan dan stabilitas yang setara dengan pasokan menggunakan pembangkit diesel, memerlukan biaya yang lebih mahal dari diesel. Tenaga matahari baru andal dan stabil serta ekonomis kalau dijadikan suplemen, digabung dengan sumber listrik dari pembangkit diesel, yang lazim disebut pembangkit hybrida. Sebab itu, para insinyur PLN kini sedang berburu ke berbagai negeri untuk mendapatkan teknologi pembangkit listrik yang seandal dan sestabil diesel, dengan unit size beberapa ratus kiloWatt yang berbahan bakar batubara kalori rendah atau kayu. Daerah-daerah terpencil yang memungkinkan untuk mendapat pasokan batubara dari Kalimantan atau Sumatera akan menggunakan pembangkit listrik paduan gasifikasi batubara dan gas engine. Daerah-daerah yang bisa menyediakan kayu dari hutan tanaman industri (diperlukan sekitar 100 hektar hutan untuk setiap 1 MW) akan menggunakan pembangkit listrik paduan gasifikasi kayu dan gas engine. Daerah yang sulit dijangkau distribusi batubara dan tidak cukup punya luasan hutan, untuk sementara hanya dilistriki menggunakan pembangkit tenaga matahari komunal atau Sehen Mandiri (panel surya yang dipasang di atap rumah sekedar untuk memenuhi kebutuhan penerangan di malam hari), dengan tingkat keandalan, kestabilan dan kuantitas pasokan listrik yang lebih rendah dari standar PLN pada umumnya. Daerah-daerah ini kelak akan dijangkau jaringan transmisi tegangan tinggi, dan akan menerima listrik dari luar daerah.

Bagi bangsa yang sudah berdaulat, merdeka berarti tidak tergantung pada bangsa lain, termasuk di bidang teknologi kelistrikan. Setelah 67 tahun merdeka, pabrik-pabrik di Indonesia sudah mengekspor peralatan listrik bertegangan rendah dan tegangan menengah. Sebagian kebutuhan tegangan tinggi seperti kabel, menara dan kawat transmisi adalah produksi dalam negeri, namun untuk peralatan gardu induk dan pembangkit listrik praktis masih diimpor. Di masa lalu, PLN masih mengimpor trafo 150/20 kV dan 70/20 kV biarpun dua pabrik yang ada di Indonesia sanggup mencukupi kebutuhan dalam negeri, malah keduanya sudah mengekspor ke Eropa, Asia dan Australia. Pabrik boiler di Indonesia mengekspor boiler berukuran sampai 600 MW ke Eropa dan Amerika Serikat, namun boiler PLTU PLN dan listrik swasta didatangkan dari Jepang dan China. Pabrik kondenser yang sudah mengekspor kondenser sampai dengan 1000 MW, produknya malah belum digunakan di Indonesia, dan kita mengimpor dari Jepang dan China. Di masa lalu memang tidak ada keberpihakan terhadap produk dalam negeri, aturan pengadaan barang dan jasa, yang kita tulis sendiri, tidak cukup mengakomodasi keperluan itu. Padahal kemandirian teknologi bagi bangsa besar seperti Indonesia adalah suatu keniscayaan demi eksistensi bangsa dalam jangka panjang.

Direksi PLN sudah menetapkan haluan baru, produk dalam negeri harus diutamakan. Cara pengadaan barang dan jasa harus lebih kreatif, tidak terbatas pada cara-cara yang sudah pernah dilakukan. Harus ada cara baru. Misalnya untuk trafo tegangan tinggi, hanya ada dua pabrik di Indonesia. Kalau keduanya diadu di arena lelang barang, maka kemungkinannya hanya ada dua, keduanya “saling bunuh”, atau diam-diam berkartel, dan kedua cara ini merugikan semua fihak. Maka Direksi PLN menetapkan cara pembelian trafo secara open book, yaitu membedah secara rinci ongkos produksi trafo untuk menyepakati harga pembelian trafo dari kedua pabrik tersebut. Cara yang sama juga akan diterapkan untuk pabrik turbin dan generator di Bandung berukuran sampai dengan 20 MW, sehingga tidak perlu lagi mengimpor PLTU ukuran kecil dari China atau negara mana pun, karena PLN bersama industriawan dalam negeri akan bersama-sama membangun kemampuan tersebut. Bahkan pembangkit listrik swasta ukuran sampai 1000 MW pun akan kita wajibkan menggunakan produk dalam negeri, dengan menuliskannya secara eksplisit di dokumen tender. Namun karena hanya ada satu pabrik boiler dan satu pabrik kondenser, kekuasaan monopoli dari masing-masing pabrik harus dihindari, sebab itu PLN harus bisa memastikan bahwa harga boiler dan kondenser yang ditawarkan ke listrik swasta adalah harga yang wajar (sebab pada akhirnya seluruh biaya yang ditanggung listrik swasta akan dibebankan ke PLN). Cara-cara pengadaan barang jasa yang out of the box ini memang rawan dicurigai orang awam sebagai arena korupsi atau gratifikasi. Opini publik yang terbentuk selama ini adalah hanya lelang yang bisa meminimalkan korupsi. Padahal ada atau tidak ada korupsi adalah soal niat, kalau memang ada niat korupsi, mau cara apa pun yang dipakai, tetap ada korupsi. Oleh karena itu PLN harus berani menempuh jalan baru ini sembari menunjukkan bahwa kita melakukannya tanpa ada korupsi atau gratifikasi. Aturan baru pengadaan barang dan jasa dilaksanakan paralel dengan aturan yang sudah lama berlaku, dan secara bertahap aturan baru akan dikembangkan bersama Transparency International Indonesia, sampai aturan lama bisa digantikan sepenuhnya.

Merdeka bagi anak bangsa adalah bebas dari segala bentuk pengambilan hak oleh sesama anak bangsa. Korupsi adalah suatu bentuk pengambilan hak orang banyak oleh segelintir anak bangsa pelaku korupsi. Oleh sebab itu, sejalan dengan upaya yang dilakukan oleh Pemerintah untuk memberantas korupsi, PLN juga melakukan upaya-upaya nyata untuk mengeliminasi sisa-sisa korupsi di tubuh PLN, baik korupsi aktif maupun pasif. Korupsi aktif adalah secara sengaja mengupayakan agar ada aliran dana ke pelaku. Korupsi pasif adalah menerima aliran dana tanpa diminta, berupa hadiah uang atau barang/layanan berharga, atau lazim disebut menerima gratifikasi. Kita sudah bertekad, Direksi dan pegawai PLN menolak segala bentuk pemberian hadiah dan gratifikasi. Ajakan kepada para rekanan PLN untuk menghentikan praktek pemberian hadiah, dilakukan dengan bekerjasama dengan Transparency International Indonesia serta KPK.

Last but not least, makna merdeka yang paling hakiki adalah merdekanya setiap individu anak bangsa dari penjajahan oleh pikiran individu itu sendiri, terutama rasa takut: takut miskin, takut kehilangan jabatan, takut kepada sesama manusia, takut meninggalkan zona nyaman.

Kepada para calon pegawai yang akan diterima menjadi karyawan PLN, saya selalu berpesan, agar jangan takut miskin bila kelak bekerja di PLN. Insya Allah kebutuhan hidup karyawan PLN tercukupi dari gaji. Anak-anak karyawan akan bisa sekolah sampai perguruan tinggi. Rumah dan kendaraan yang diperlukan akan terbeli. Asal para karyawan bersedia hidup wajar-wajar saja, tidak perlu bergelimang kemewahan. Oleh karena itu tidak perlu menerima hadiah dari orang-orang yang berinteraksi dengan PLN, apalagi menyengaja mengatur agar menerima uang dari rekanan PLN. Saya mengingatkan agar jangan mau dipengaruhi untuk korupsi, meski diancam akan kehilangan jabatan. Intinya: jangan takut kepada sesama manusia.

Individu yang pikirannya sudah merdeka, lepas dari rasa takut yang tidak perlu itu, akan selalu optimistik, menjalani hidupnya untuk melayani orang lain, menggunakan materi sekedar sebagai alat untuk melayani. Ia menyadari bahwa daya dan kekuatan itu hanya berasal dari Tuhan, dan karena Tuhan adalah sumber dari kebenaran, maka ia sama sekali tidak merasa takut untuk berbuat benar.

Akhirul kalam, bagi segenap pegawai PLN yang telah menunaikan puasa, kami ucapkan selamat idul fitri 1433 H, mohon maaf lahir dan bathin.

No comments:

Post a Comment