Friday, August 31, 2012

Pungutan Lagi, Pungutan Lagi…

31 August 2012
Pungutan Lagi, Pungutan Lagi…
Oleh : Ngurah Adnyana, Direktur Operasi Jawa Bali

Pertengahan Juli yang lalu ketika saya berada di Surabaya, Pak Dewo, Direktur Keuangan PLN mengirim pesan via bbm: “Pak Ad, temanku tanya apakah setelah membayar BP (Biaya Penyambungan) ke PLN harus bayar lagi saat menyambung saluran rumah dan memasang meter kWh? Bayar BP nya sudah langsung ke PLN tidak ada masalah. Pembayaran tambahan ini diminta petugas saat survei mau menyambung meter kWh nya.”

Menerima pertanyaan tersebut saya sedikit bingung. Lho sudah bayar BP ke PLN kok harus bayar lagi? Perkiraan saya, ini mungkin bayar untuk pemasangan instalasi rumah atau bayar biaya pengujian instalasi. Kalau bayar instalasi rumah tentu saja ke kontraktor listrik. Kalau bayar biaya pengujian instalasi tentu ke lembaga penguji instalasi yaitu Konsuil atau PPILN (Perkumpulan Perlindungan Instalasi Listrik Nasional).

Karena tidak jelas, saya tanya Pak Dewo : “Diminta bayar berapa? Bayarnya kemana dan untuk apa?” Pak Dewo menjawab : “Awalnya diminta Rp 350.000,- per-pintu, setelah ditawar disepakati menjadi Rp 150.000,- per-pintu. Yang minta ‘petugas PLN’ yang datang survei ke rumah yang mau disambung listriknya. Katanya sih untuk biaya pemasangan meter kWh dan untuk orang dalam PLN.” Karena saya masih tidak jelas, akhirnya saya minta bicara langsung saja sama temannya Pak Dewo. Tapi harus ditunda dulu karena sang teman sedang di Eropa.

Minggu depannya setelah saya berbicara dengan sang teman, saya baru mengerti duduk perkaranya. Sang teman rupanya bikin rumah kos-kosan, sejumlah 42 kamar/pintu. Proses permohonan pasang baru dan bayar BP ke PLN sudah sesuai standar PLN. Kemudian ada ‘petugas PLN’ melakukan survei awal untuk menyambung saluran ke rumah dan memasang meter kWh nya. Nah kesempatan itu rupanya digunakan oleh si ‘petugas PLN’ untuk meminta uang tambahan dari pelanggan PLN. Sebetulnya biaya pemasangan saluran rumah dan meter kWh yang diborongkan kepada kontraktor PLN itu menjadi tanggungan PLN. Sudah termasuk dalam Biaya Penyambungan (BP). Hebatnya lagi, si ‘petugas PLN’ ini memberikan nama dan nomor HP-nya ke pelanggan untuk meyakinkan bahwa permintaan uang itu resmi adanya. Wah…meyakinkan!

Mendapat info ini saya minta Manajer Area setempat mencari tahu siapa ‘petugas PLN’ yang meminta uang tambahan atau pungutan itu. Berbekal nama dan nomor HP yang diberikan sang teman, akhirnya diketahui si ‘petugas PLN’ itu rupanya petugas kontraktor PLN yang akan menyambung saluran rumah dan memasang meter kWh. Selanjutnya tindakan penertiban dilakukan oleh Pak Bimo – Manajer Area Serpong – walaupun badannya kecil, tindakannya seperti Bima yang tegas tanpa tedeng aling-aling…! Uang pungutan liar dikembalikan kepada pelanggan oleh petugas kontraktor (yang minta uang) dengan diantar Direktur Perusahaan tempatnya bekerja. PLN meminta kepada kontraktor agar petugas survei tersebut diberi sanksi tegas tidak boleh bekerja lagi untuk PLN. Perusahaan kontraktor pun diberi sanksi satu tahun tidak diberi pekerjaan.

Kasus ini bisa terungkap karena pelanggan mau bertanya kebenaran permintaan uang itu. Kalau tidak, pelanggan ditipu mentah-mentah oleh petugas kontraktor, uang pelanggan hilang dan nama PLN rusak!

Bagi si petugas, mendapat uang Rp 6,3 juta (kalau tidak ketahuan…) dengan cara menipu tidaklah memberi arti apa-apa buat kehidupannya. Barangkali dipakai sebulan juga sudah habis tidak berbekas. Tetapi dosa, nama baiknya, dan kepercayaan orang terhadap dirinya akan tercatat sebagai cacat seumur hidup!

Fenomena apa ini ?

Dari cerita di atas bisa disimpulkan bahwa kalau PLN ingin membangun citra positif dalam melayani pelanggan, selain harus menertibkan perilaku internal PLN maka perilaku mitra kerja PLN juga harus tertib. Caranya dengan membuka akses seluas-luasnya bagi pelanggan untuk berhubungan langsung ke PLN dengan memanfaatkan teknologi informasi terkini dan membangun sistem kendali pada proses bisnis di PLN.

Beberapa cara telah ditempuh. Mengajukan permohonan pasang baru, ubah daya, sambungan sementara dan lain-lain sudah bisa dengan Contact Center 123, website, SMS, Konmuter (loket permohonan dan pembayaran dengan mobil keliling) atau datang sendiri ke loket PLN. Akses pembayaran rekening listrik pun diperluas melalui loket-loket Bank, ATM, Konmuter atau bayar langsung ke PLN. Cara ini sudah banyak dimanfaatkan sehingga pelanggan tidak harus berhubungan dengan perantara/calo.

Dalam hal menertibkan kontraktor listrik sudah dimulai dengan menerapkan konsep spesialisasi kontraktor listrik dimana lingkup kerja kontraktor listrik dibatasi secara spesifik. Kalau dulu semua kontraktor listrik boleh melaksanakan pekerjaan jaringan distribusi mulai dari memasang instalasi rumah, memasang saluran rumah (SR), memasang meter kWh, membangun jaringan distribusi JTR, JTM dan gardu. Sekarang sudah mulai diterapkan spesialisasi. Kontraktor listrik yang memasang SR dan meter kWh hanya boleh memasang SR dan meter kWh saja. Dia tidak boleh membangun jaringan distribusi. Begitu juga sebaliknya kontraktor listrik yang membangun jaringan distribusi tidak boleh memasang SR dan meter kWh.

Dengan pengaturan seperti ini diharapkan para kontraktor pemasang SR dan meter kWh bisa lebih fokus, lebih ahli di bidangnya dan lebih bertanggung jawab. Mereka juga diharuskan punya kendaraan khusus pengangkut meter kWh, tidak lagi mengangkut meter kWh dengan karung goni yang bisa merusak meter kWh. Petugas yang memasang meter kWh juga harus memiliki sertifikat kompetensi memasang meter kWh, sehingga meter kWh sebagai titik transaksi PLN dengan pelanggan betul-betul dijaga akurasinya. Mereka pun diikat dengan SLA (perjanjian) integritas, tidak boleh minta uang dari pelanggan dalam memasang SR dan meter kWh. Kalau di Jatim, jenis pekerjaan ini disebut Bung Sigap – penyambungan singkat nggak pakai suap.

Tapi sistem apapun yang diterapkan pada akhirnya kembali kepada orang yang melaksanakannya. Maka perlu membangun personal yang berperilaku jujur dan ber-integritas, baik internal PLN maupun mitra kerja PLN. Mulai dari pelaksana sampai pada para pemimpin tanpa kecuali. Mulai dari Unit Pelaksana, Unit Induk sampai ke Kantor Pusat dan Direksi PLN. Di Jawa Bali program ini disebut membangun budaya saling percaya (high trust society) dengan 3 fokus yaitu : integritas data, integritas personal dan budaya kualitas.

Untuk mendorong membangun budaya saling percaya itu, PLN juga telah bekerja sama dengan TII (Transparency International Indonesia) yang dikomandani Pak Teten Masduki. Fokusnya pada dua hal yang paling banyak menjadi sorotan publik yaitu proses pengadaan barang yang transparan dan akuntabel serta pelayanan pelanggan yang berkualitas. Dalam konsep ini akan ada tim penerima keluhan dari pelanggan atau masyarakat yang di dunia internasional dikenal dengan whistle blower system. Tim ini punya akses langsung dengan Direksi PLN dan mudah dihubungi oleh semua orang. Jadi pelanggan atau masyarakat yang merasa dirugikan oleh tindakan PLN dapat mengadu ke tim ini sehingga ‘permainan’ dalam pengadaan barang atau permintaan uang tambahan seperti cerita di atas bisa diadukan secara langsung. Tidak perlu kenal Pak Dewo atau Direksi lainnya untuk bisa mengadukan keluhan kepada Direksi PLN.

Bagaimana agar menjadi lebih baik….?

Kembali ke cerita di awal, walaupun sudah diterapkan spesialisasi kontraktor listrik seperti pemasang SR dan meter kWh ini, tapi tetap saja ada celah untuk melakukan pungutan liar ke pelanggan. Untuk menutup celah meminta pungutan liar dan mencegah penyalahgunaan survei oleh pemasang SR dan meter kWh, tentu ada proses bisnis yang bisa diatur. Saya ingin ide dari teman-teman yang ada di lapangan bagaimana menutup celah ini dari sisi memperbaiki proses bisnis. Apakah ada yang punya ide brilian ?

Silahkan idenya disampaikan ke BOD Note (bodnote@pln.co.id). Ide yang baik akan diuji oleh tim dan beberapa ide terbaik akan diberi penghargaan pada Hari Listrik Nasional ke-67 yang akan datang. Ditunggu ide-ide yang baik sampai dengan tanggal 17 September 2012. Selamat menggali ide dan berbagi ide yang baik untuk kemajuan PLN.

Mumpung masih suasana Lebaran saya juga menyampaikan Selamat Idul Fitri 1433 H kepada seluruh pegawai PLN yang merayakannya, mohon maaf lahir dan batin.

No comments:

Post a Comment