Wednesday, August 3, 2005

USD 200 Juta untuk Internasionalisasi Bahasa Mandarin

03 Agustus 2005
USD 200 Juta untuk Internasionalisasi Bahasa Mandarin
Bersama Presiden SBY Belajar sampai ke China (3-Habis)


Lima hari sebelum Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengemukakan rencana membuka pusat pengajaran bahasa Mandarin Indonesia, di Beijing berlangsung Kongres Bahasa Mandarin Sedunia. Yang dibahas adalah “mencari metode pengajaran bahasa Mandarin yang tepat”.

Selama ini, sebagaimana terungkap dalam kongres itu, orang asing yang ingin belajar bahasa Mandarin mengalami kesulitan yang luar biasa. “Lihatlah metode modern belajar bahasa Mandarin ini. Isinya terlalu tradisional,” ujar Zhu Yongshen, dekan di Fudan University. Tapi, Zhu sendiri belum tahu metode modern bagaimana yang benar-benar modern.

Kongres itu dihadiri ahli bahasa Mandarin dari berbagai negara. Banyak di antara mereka orang bule yang sudah fasih berbahasa Mandarin. Semuanya mengeluhkan sulitnya belajar bahasa itu.

“Semua orang asing yang belajar bahasa Mandarin merasa tidak puas. Mereka merasa tidak bisa secepat dan semudah yang dibayangkan,” ujar Peter Kupfer dari Mainz, Jerman. Dia sendiri berhasil mendemonstrasikan kecanggihannya berbahasa Mandarin, karena kongres itu memang tidak menggunakan bahasa Inggris.

“Semua murid saya merasa sudah sangat keras menghafalkan empat nada dan empat sheng yu. Tapi, mereka merasa hanya memperoleh kemajuan sangat sedikit,” tambah Kupfer, sebagaimana ditulis China Daily ?. pekan lalu. Karena itu, mayoritas dari mereka berhenti di tengah jalan. Bahkan, pernah ada data bahwa 95 persen peserta kursus bahasa Mandarin oleh mereka yang tidak berdarah Tionghoa mengalami drop-out.

Saya setuju dengan pernyataan itu. Saya sebenarnya sudah hampir angkat tangan ketika minggu pertama belajar bahasa Mandarin di Nanchang Normal University tiga tahun lalu. Apalagi, saat mulai belajar, umur saya sudah 50 tahun. Sudah sangat tua untuk seorang pemula.

Kesulitan utama saya adalah mengingat jenis hurufnya, mengucapkan bunyinya, menghafalkan nadanya, dan mengartikan artinya. Berarti, semua tidak ada yang mudah. Satu-satunya yang saya merasa tidak mengalami kesulitan adalah membeli bukunya.

“Segera temukan cara yang tepat,” begitu kesimpulan kongres. “Metode pengajaran yang ada sekarang hanya meniru metode pengajaran bahasa di Barat. Padahal, dua bahasa itu berbeda sangat ekstrem.”

Bahasa Barat mengenal abjad. Bahasa Mandarin tidak. Bahasa Barat tidak mengenal nada, bahasa Mandarin punya empat nada. Salah nada, salah pula artinya. Mai … dan mai ? diucapkan dengan bunyi yang sama: mai. Tapi, yang depan diucapkan dengan nada empat (membentak) yang artinya jual. Yang kedua diucapkan dengan nada melengkung yang artinya beli. Jual adalah mai. Beli adalah mai. Mengucapkannya berbeda. Tentu, bentuk hurufnya memang berbeda.

Sudah seminggu lamanya belajar selama 18 jam sehari, saya masih juga salah-salah mengingat nada. Nada kata depan dan belakang sering tertukar. Yang depan sudah benar, yang belakang salah. Lain kali yang belakang sudah benar, yang depan salah.

Demikian juga saat mengucapkan huruf-huruf si, shi, zi, zhi, chi, chi, ji, qi. Bukan main ruwetnya. Sudah empat minggu belajar keras tanpa libur pun, masih juga terbentur kesalahan lama. Kalau benar mengucapkan bunyinya, salah mengucapkan nadanya. Ketika nadanya dibetulkan, lidah saya meleset sehingga salah membunyikannya. Untuk mengucapkan bunyi yang tepat, posisi lidah, langit-langit, dan gigi menjadi kuncinya. Untuk mengucapkan nada, ingatan yang jadi penentunya. Untuk mengerti artinya, otak yang harus terasah.

Maka, untuk belajar bahasa Mandarin, semua organ harus bekerja sama menjadi organ incorporated?. Untuk tahap pertama, mata bisa mendelik-ndelik, ludah memuncrat, otak mengalami ketegangan, dan ujung lidah terasa bengkak. Yang juga perlu diperhatikan adalah jangan terlalu banyak minum. Lho, bukankah mulut cepat kering karena liur sering muncrat? Benar. Tapi, sering minum akan membuat konsentrasi cepat buyar. Ketegangan dalam mengendalikan “organ incorporated” bisa membuat ingin sering ke kamar kecil. Xiao bian.

Itu sebabnya orang seperti Kupfer mengatakan “hanya orang yang punya stamina tinggi yang bisa melakukan”. Ini berbeda dengan mereka yang sejak kecil sudah belajar bahasa Mandarin secara tidak langsung dari ibu-bapak dan keluarganya. Itu pun sering kali orang tua mereka masih harus mengajari anaknya dengan metode “kekerasan”. Misalnya, memukulkan tongkat pada tangan anaknya yang salah dalam menulis.

Memang sudah ada pembaruan selama 20 tahun terakhir. Misalnya, huruf yang terlalu ruwet disederhanakan. Jumlah goresannya dikurangi. Kata guo (negara) yang dulu ditulis ?. kini ditulis ?. Kata wan dari bunyi Taiwan yang dulu terdiri dari 27 goresan (?..) kini menjadi 15 goresan (?.).

Juga, telah ditemukan standar penulisan bunyi bahasa Mandarin dalam huruf latin yang disebut han yun pin yun. Semua orang Tiongkok yang berumur 30 tahun ke bawah mengerti bagaimana menuliskan bunyi bahasa Mandarin dalam huruf latin. Misalnya, ?. bisa ditulis zhong guo (artinya negara Tiongkok). Atau, ?. bisa ditulis zong tong (presiden). Tapi, tetap saja mengucapkan bunyinya dan mengalunkan nadanya harus benar. Sebab, huruf Mandarin yang berbunyi zhong berjumlah 17 buah. Yang diucapkan zong ada 11 buah. Bahkan, yang berbunyi si ada 144 buah. Tentu, harus hafal si mana yang dimaksudkan.

Apa pun, han yun pin yun merupakan revolusi yang luar biasa dalam bahasa Mandarin. Dengan itu, saya bisa mengirim e-mail atau kirim SMS dalam bahasa Mandarin tanpa harus bisa menuliskannya dengan pena.

Pemerintah Tiongkok akhirnya setuju membantu dana untuk pengembangan riset pengajaran bahasa Manadrin di seluruh dunia. Dana itu mencapai USD 200 juta. Dari dana inilah, sebagian diberikan kepada Presiden ?. untuk pengembangan bahasa Mandarin di Indonesia.

Dengan dana sebesar itu, akankah ditemukan metode yang jitu? Belum tentu. Tapi, kongres sepakat bahwa metode pengajaran yang “murid-oriented” harus ditemukan. Selama ini banyak guru bahasa Mandarin salah sangka. Saat guru mengajar, murid dikira memperhatikan.

“Sambil mendengarkan guru, murid ternyata terus berpikir apa yang dia mengerti,” ujar Zhou Xuan dari Nanjing University. “Belajar bahasa Barat, murid langsung bisa menghubungkan otak dengan lisan. Belajar bahasa Mandarin, otak harus nyambung ke dua jurusan yang berbeda sekaligus: bunyi dan arti,” tambahnya. “Itulah sebabnya anak yang sejak kecil belajar bahasa Mandarin IQ-nya naik antara 15 sampai 20 persen,” ujar Zhou mengutip hasil penelitiannya. ?.. Na! Hen hao ba! (*)

No comments:

Post a Comment