31 Desember 2010
Tahun 2011, Tahun Cangkul Yang Dalam
Apa yang akan berubah di tahun 2011?
Apa yang akan berubah di tahun 2011?
Akan
banyak sekali. Salah satunya mengenai Rapat Direksi PLN. Akan ada lima
orang setingkat Kepala Cabang yang diminta ikut Rapat Direksi setiap
Selasa jam 07.00 sampai jam 10.00 itu. Berarti dalam sebulan akan ada 20
orang setingkat Kepala Cabang yang ikut merasakannya. Siapa mereka?
Mereka bisa saja Kepala Cabang atau Kepala Sektor atau Manajer Proyek.
Untuk
Kepala Cabang yang diundang adalah Kepala Cabang yang sudah berhasil
mengalahkan Malaysia di daerahnya! Bukan untuk membalaskan dendam timnas
sepakbola yang gundul 0-3 di stadion Bukit Jalil Kuala Lumpur, tapi
itulah memang target PLN tahun 2011: mengalahkan Malaysia. Rupanya harus
PLN dulu yang mengalahkan Malaysia. Baru, kelak, sepak bolanya.
Apa
ukuran “mengalahkan Malaysia” itu? . Ukurannya adalah masyarakat
mengakui bahwa kita sudah menang. Tapi tidak ada ukuran sama sekali juga
–meminjam istilah Srimulat—hil-hil yang mustahal. Maka kita akan
memakai standar internasional yang sudah baku: berapa kali mati lampu,
berapa lama mati lampu, berapa banyak pengaduan, berapa lama menangani
pengaduan dan –apa boleh buat: ratio elektrifikasi.
Malaysia
sendiri, seperti halnya Indonesia, bukan merupakan kesatuan sistem
kelistrikan. Ada sistem Semenanjung, sistem Serawak dan sistem Sabah.
Agar pertandingan ini head-on, maka PLN di Indonesia Timur dalam tahun
2011 harus sudah bisa mengalahkan Malaysia Timur, khususnya Sabah!
Seperti apa listrik di Sabah, akan ada parameter dari sana. Saya sering
sekali ke Sabah tapi tidak pernah memperhatikan listriknya. PLN
Indonesia Barat, harus bisa mengalahkan Serawak! Sehebat apakah
kelistrikan di Serawak? Saya juga belum tahu. Saya memang sering ke
Kuching tapi sudah lama, sebelum masuk PLN dulu. Tidak pernah
memperhatiman kualitas listriknya.
Sedang
PLN Jawa-Bali harus bisa mengalahkan Malaysia-Semenanjung. Saya juga
sering ke Semenanjung (termasuk pernah merasakan satu malam suntuk naik
kereta api Senandung Malam) tapi juga tidak tahu kualitas kelistrikan di
situ.
Maka
dalam Rapat Direksi pertama tahun 2011 hari Selasa 4 Januari 2011 sudah
akan diketahui siapa lima Kepala Cabang pertama yang ikut Rapat
Direksi. Silakan para Pimpinan Wilayah mendaftarkan ke Sekper siapa saja
anak buahnya yang sudah pantas ikut Rapat Direksi itu. Pimpinan Wilayah
sendiri tidak ikut diundang karena sudah sering ikut Rapat Direksi dan
bahkan Pimpinan Wilayah adalah bagian dari Direksi itu sendiri.
Ada
maksud tertentu untuk mengajak setingkat Kepala Cabang dalam Rapat
Direksi: kaderisasi kepemimpinan. Kepala Cabang umumnya adalah generasi
muda yang akan menjadi sumber utama rekrutmen pemimpin masa depan.
Inilah bentuk magang kepemimpinan yang nyata. Saya dan seluruh Direksi
PLN sekarang sangat mempercayai bahwa magang adalah proses penting dalam
pendidikan. Kami juga menyadari hanya anak muda yang bisa membuat
perubahan besar. Dengan sekolah, seseorang mendapatkan ilmu. Dengan
magang seseorang mendapatkan ilmu sekaligus sikap karakternya. Pemimpin
tidak hanya harus pandai, tapi juga harus berkarakter. Yang terakhir itu
tidak akan bisa didapat di jenjang pendidikan formal.
Dengan
kehadiran lima orang setingkat Kepala Cabang dalam Rapat Direksi,
perusahaan juga mendapat manfaat yang besar. Program yang dibuat Direksi
bisa ditanyakan langsung ke tingkat pelaksana. Dengan demikian Direksi
akan langsung tahu apakah program tersebut workable atau hanya program
kuntilanak –yang tidak menginjak bumi.
Dari
rapat-rapat itu pula kami akan mengetahui dan memonitor siapa saja
Kepala Cabang dan kepala-kepala unit yang punya potensi besar untuk
memikul tanggung jawab ke depan.
Ya.
Tidak hanya Kepala Cabang. Dalam rapat itu juga akan diundang
kepala-kepala unit PLN lain, yang juga akan jadi sumber rekrutment
pemimpin masa depan. Hanya ukurannya masih sedang dirumuskan. Untuk unit
pembangkit mungkin akan mengenakan ukuran world class. Untuk unit
pemeliharaan juga demikian.
Termasuk
P3B. Unit pembangkit besar yang operasinya sudah mencapai world class
akan diundang ke Rapat Direksi. Demikian juga unit pemeliharaan dan P3B.
Unit PLTU, PLTG dan diesel tidak akan dibedakan. Sebab mengoperasikan
diesel pun ada kelas dunianya.
Target
program ini adalah juga untuk melihat siapa saja orang-orang yang
setingkat Kepala Cabang yang bisa dan mau “mencangkul”. Perusahaan tidak
mau lagi memiliki seorang Kepala Cabang atau Kepala Unit yang
pekerjaannya hanya “mengasah cangkul sehari penuh”, tapi tidak mau
“mencangkul”. Harus ada keseimbangan porsi antara “mengasah dan
memelihara cangkul” dengan menggunakan cangkulnya. Tidak mungkin
perusahaan maju kalau orang-orangnya mengasah cangkul selama tujuh jam
dan hanya menggunakan cangkulnya satu jam!
Sesekali
rapat juga akan mengundang mereka yang levelnya atau umurnya yang sudah
di atas tingkat Kepala Cabang. Tapi akan dipilih dari mereka yang
benar-benar tua-tua keladi –meski sudah lebih tua tapi masih mau
berkelahi!
Tahun
2011 adalah juga tahun ketika kita memasuki semester tiga. Pelajaran
dua semester sudah kita lewati –entah dengan nilai berapa.
Di
semester ketiga ini Direksi sudah tidak akan mau lagi mengurus
penyulang yang sering gangguan, penyulang yang terlalu panjang,
penyulang yang tidak aman oleh pohon, trafo distribusi yang hamil, trafo
yang kapasitasnya terlalu besar (1000 atau 630), salah grounding, tidak
adanya arrester dan persoalan-persoalan sekelas itu lainnya.
Semua
itu adalah pelajaran semester satu dan dua. Kalau di semester tiga
nanti kita masih juga berkutat dengan tetek-bengek itu maka –maaf– PLN
hanya akan mendapat bengek-nya saja!
Soal-soal
tetek-bengek itu sepenuhnya sudah menjadi urusan Kepala Cabang dan
Ranting. Kalau di suatu daerah masih juga mengalami masalah kronis di
bidang itu, tindakannya sudah akan sangat berbeda. Bukan trafonya yang
diganti, tapi Kepala Cabang atau Rantingnya.
Maka
kita tidak akan lagi mau mendengar penyulang sering terganggu sampai
menjatuhkan diesel seperti di Mataram itu. Betapa tidak pedulinya
struktur kepemimpinan di situ kalau di akhir tahun 2010 (setelah dua
semester), masih ada persoalan seperti itu. Kita juga tidak mau lagi
mendengar kasus di Jambi yang listrik masih begitu sering padam.
Mula-mula
saya tidak percaya ketika orang-orang yang ikut gerak-jalan pagi di
Jambi dulu itu mengeluh bahwa di kawasannya listrik masih sering mati.
Saya pikir itu hanya omongan orang yang nyinyir. Tapi ketika majalah
TEMPO kemudian menulis hal yang sama, mau tidak mau saya ikut pusing.
Saya
juga tidak ingin lagi mendengar bahwa seorang Kepala Cabang dengan
bangga mengemukakan bahwa gangguan penyulang dan trafo di wilayahnya
“sudah tinggal di atas 50 kali sebulan”! Saya tahu “tinggal di atas 50
kali sebulan” itu sudah satu prestasi besar. Sebab di masa lalu gangguan
itu bisa ratusan kali. “Tinggal di atas 50 kali sebulan” memang sebuah
peningkatan yang drastik, tapi masyarakat hanya akan ingat 50 kali itu.
Tidak akan ingat meningkat drastisnya itu.
Dalam
dua semester kemarin saya juga sering mendapat kesan bahwa orang PLN di
daerah masing terkotak-kotak. Saya mendapat kesan bahwa satu bagian di
PLN masih seperti dipisahkan oleh lautan yang luas dengan bagian
lainnya. Bahkan seorang Kepala Cabang tidak merasa gelisah ketika di
daerahnya mati lampu –hanya karena penyebab matinya itu adalah gangguan
transmisi. Di mata dia seolah transmisi itu bukan PLN! Demikian juga,
seorang Kepala Cabang tidak merasa gelisah ketika di wilayahnya mati
lampu –hanya karena dieselnya rusak. Seolah-olah mati lampu karena
diesel rusak bukan tergolong mati lampu!
Tahun
2011, karena itu, ada perubahan ini: Kepala Wilayah memiliki kewenangan
yang lebih luas untuk mengganti Kepala Cabang. Pusat tidak banyak ikut
lagi. Pimpinan Wilayah bisa langsung mengusulkan penggantian seorang
Kepala Cabang. Pusat akan menyodorkan lima calon pengganti untuk dipilih
salah satunya. Tidak ada backing-backing-an. Tidak ada tangis. Tidak
ada rayuan –rayuan seindah pulau kelapa sekali pun. Semua proses itu
akan berlangsung hanya satu minggu! Sejak Kepala Wilayah minta
penggantian sampai ditetapkannya pengganti. Tidak ada lagi penggantian
Kepala Cabang yang Kepala Wilayahnya tidak tahu. Kini justru Kepala
Wilayah yang lebih menentukan.
Ada
jalan lain yang lebih elegan. Para Kepala Cabang atau Ranting yang
kira-kira memang tidak mampu mengalahkan Malaysia di daerahnya akan
lebih baik kalau segera melapor kepada Kepala Wilayah: minta diganti.
Saya akan lebih menghargai teman-teman yang punya sikap demikian.
Jabatan bukanlah untuk gagah-gagahan. Banyak tempat pengabdian lain di
luar jabatan yang lebih diridhoi oleh Tuhan.
Tahun
2011 adalah tahun melupakan prestasi apa saja yang sudah kita lakukan
di tahun 2010. Kita lupakan “perasaan berjasa” bahwa di tahun 2010 kita
pernah berjasa menyelesaian krisis listrik yang begitu berat. Pujian
orang itu ada batasnya. Pujian bahwa PLN hebat karena bisa mengatasi
krisis listrik tidak akan lama. Dua bulan lagi jangan harap kita masih
akan mendengar pujian seperti itu. Orang yang terlalu lama berharap
terus mendengar pujian seperti itu ibarat orang berjalan sambil melamun:
tiba-tiba saja kepalanya akan menabrak tiang listrik!
Demikian
juga pujian dari Komisi VII DPR itu. Memang langka! DPR memuji unsur
pemerintah, seperti PLN. Di DPR biasanya hanya caci-maki yang kita
dengar. PLN, di samping mendengar caci-maki juga mendapat pujian. Resmi.
Dalam sebuah keputusan sidang komisi. Tapi lupakan pujian itu. Kalau
ada yang masih menyimpan risalah putusan Komisi VII DPR itu, jangan buka
lagi. Itu bisa membuat kita, seperti judul lagu dangdut, terlena.
Lupakan juga undangan minum teh di Istana Presiden SBY. Anggap saja peristiwa itu sudah terjadi satu abad yang lalu.
Apalagi
penghargaan tutup tahun sebagai “Marketer of The Year 2010” itu.
Gombal! Lupakan. Itu bukan hanya racun, tapi racun berbungkus madu.
Sangat membahayakan. Membunuh dengan cara manis!
Tahun 2011 adalah tahun ketika pujian belum tentu datang.
Semester
tiga ini juga akan seperti mesin jam. Akan berjalan sangat cepat.
Apalagi kita sudah menetapkan bahwa kita hanya punya waktu lima
semester! Bukan delapan semester apalagi 10 semester.
Transformasi
PLN harus sudah selesai dalam lima semester. Kalau ini bisa terwujud
maka transformasi PLN akan lebih cepat dari Bank Mandiri maupun Garuda
Indonesia. Saya sendiri berkeyakinan penuh bahwa transformasi itu bisa
selesai tepat waktu. Saya melihat orang-orang PLN adalah orang-orang
yang jauh lebih berkualitas dibanding orang-orang BUMN mana pun!
Sumpah!
Asal jangan direpoti oleh tetek-tetek bengek yang tadi!!!
Dahlan Iskan
CEO PLN
No comments:
Post a Comment