Belajar dari Ambisi Singapura Menguasai Dunia
Catatan Dahlan Iskan
Bulan ini, CEO Grup Jawa Pos Dahlan Iskan mondar-mandir
Surabaya-Singapura. Antara lain, terkait dengan urusan PT Petrogas Wira
Jatim, anak perusahaan BUMD Jatim, yang berpatungan dengan perusahaan
Singapura untuk membangun shore base senilai Rp 250 miliar di Lamongan.
Di luar urusan perusahaan yang dipimpinnya itu, inilah catatannya
perihal ambisi Singapura menguasai dunia.
Dua peristiwa besar menjadi pembicaraan sangat hot di Singapura dalam sebulan terakhir. Yakni, pengambilalihan dua bisnis besar di Bangkok (rumah sakit terbaik di Thailand dan perusahaan telekomunikasi milik keluarga Perdana Menteri Thailand Taksin Shinawatra) serta rencana pembelian salah satu operator pelabuhan terbesar di dunia, P&O.
Dua peristiwa besar menjadi pembicaraan sangat hot di Singapura dalam sebulan terakhir. Yakni, pengambilalihan dua bisnis besar di Bangkok (rumah sakit terbaik di Thailand dan perusahaan telekomunikasi milik keluarga Perdana Menteri Thailand Taksin Shinawatra) serta rencana pembelian salah satu operator pelabuhan terbesar di dunia, P&O.
Tiga proyek tersebut dibeli oleh Temasek Holding, satu-satunya holding company yang membawahkan seluruh bisnis milik BUMN Singapura. Di negeri kecil itu, seluruh perusahaan milik negara memang di bawah satu komando: Temasek Holdings.
Di bawah Temasek itulah, baru ada grup-grup besar. Misalnya, grup
telekomunikasi (yang saat ini di Indonesia, antara lain, sudah menjadi
pemilik saham dari Indosat dan Telkomsel), grup keuangan dan perbankan
(di Indonesia saat ini memiliki saham Bank Danamon dan Bank NISP), grup
angkutan udara (memiliki Bandara Changi, Singapore Airlines, dan banyak
lagi), grup konstruksi, grup ritel (kini di Indonesia sedang membangun
mal di kawasan Bubutan, Surabaya), grup transportasi kelautan (memiliki
pelabuhan Singapura, PSA), serta banyak grup lagi.
Karena di bawah satu komando, maka Temasek menjadi sangat fleksibel
dalam pergerakan ekspansinya. Kini model Temasek itu di-copy oleh
pemerintah Malaysia dengan membentuk Khazanah Holdings. Semua perusahaan
negara di Malaysia berada dalam komando Khazanah Holdings.
Saya beruntung pernah diajak berdiskusi oleh CEO Temasek Holdings Ho
Ching di kantornya yang simpel di Singapura. Wanita itu sangat sederhana
dan rendah hati meski mengendalikan begitu banyak grup bisnis di bawah
Temasek.
Saya juga pernah berdiskusi dengan jajaran direksi Khazanah Holdings
di kantornya, Menara Kembang, Kuala Lumpur. Mereka juga sedang
bersemangat memajukan seluruh perusahaan negara Malaysia.
Indonesia sebetulnya pernah punya ide untuk mengikuti jejak Singapura
itu. Tetapi, karena terlalu banyaknya kepentingan politik yang terkait
di dalamnya, ide tersebut sampai sekarang tidak terlaksana.
Sebagai negara yang hanya mampu mengandalkan jasa, Singapura memang
harus mati-matian untuk memperkuat sektor jasa. Sebagai negara yang
hanya terdiri atas satu kota (penduduknya 3 juta jiwa atau sama dengan
penduduk kota Surabaya), tentu pasar domestiknya sangat terbatas. Karena
itu, mau tidak mau harus ekspansi ke negara lain.
Misalnya, dengan membeli perusahaan
telekomunikasi di Indonesia dan Thailand saja, pelanggan luar negerinya
bisa mencapai berkali-kali lipat daripada pelanggan di dalam negerinya.
Demikian juga dengan membeli bank-bank di Indonesia, Malaysia, Thailand,
India, dan bahkan kini sudah membeli saham bank terbesar di Tiongkok,
nasabah luar negerinya menjadi ribuan kali lipat daripada nasabah di
dalam negeri.
Kecilnya wilayah Singapura ternyata bisa “diperluas” ke negara lain
tanpa menjajah teritorial negara-negara itu. Contohnya, ketika mulai
banyak orang berobat ke Bangkok karena di sana kini terdapat rumah sakit
yang amat modern dengan biaya jauh lebih murah daripada rumah sakit di
Singapura. Tentu saja jasa rumah sakit di Singapura mulai tergerogoti.
Karena itu, dibelilah rumah sakit di Bangkok tersebut.
Begitu juga saat Malaysia mulai membangun pelabuhan Tanjung Pelepas
di dekat Singapura, pelabuhan Singapura tidak tinggal diam. Apalagi,
dari tahun ke tahun, statistik menunjukkan bahwa pelabuhan-pelabuhan di
Tiongkok terus membesar sehingga bisa mengancam “kebesaran” pelabuhan
Singapura. Karena itulah, pelabuhan Singapura membuat langkah menghebohkan: berencana
membeli P&O, perusahaan pelabuhan di London yang termasuk salah satu
terbesar di dunia.
Maksudnya, jika pelabuhan Singapura berhasil membeli P&O,
mendadak sontak pelabuhan Singapura akan menjadi pelabuhan terbesar di
dunia. Bisa dibayangkan, bagaimana negara sekecil itu bisa punya
pelabuhan di 30 negara di dunia. (Di Indonesia, misalnya, P&O sudah
memiliki saham di Pelabuhan Peti Kemas Surabaya).
Posisi pelabuhan Singapura belakangan memang terus terancam. Ada
empat pelabuhan besar di Tiongkok yang siap menggeser kebesaran
Singapura: Shenzhen, Tianjin, Dalian, dan Shanghai. Terutama Shanghai.
Itu tentu belum termasuk pelabuhan Hongkong.
Dalam waktu lima tahun ke depan, Shanghai dipastikan menggeser
Singapura karena kini berhasil membangun pelabuhan di tengah laut yang
amat besar. Untuk menuju pelabuhan itu, harus dibangun jembatan layang
di atas laut sejauh 38 km! Jembatan itu kini sudah jadi dan sudah
diresmikan.
Karena itu, pelabuhan Singapura all-out dalam berusaha membeli
P&O. Dengan membeli P&O, tanpa membangun pelabuhan baru (dan
memang lahannya sudah tidak ada), pelabuhan Singapura bisa langsung
menjadi yang terbesar di dunia. Jauh meninggalkan pelabuhan Shanghai
yang membuntutinya.
Tentu, banyak pelabuhan di dunia juga ingin membeli P&O. Namun,
karena tawaran Singapura terus naik, semua penawar tersisih. Kecuali
satu: Dubai! Maka, dua negara itu terus saling kejar dalam mengajukan
penawaran. Singapura terakhir mengajukan harga fantastis: sekitar Rp 80
triliun! Itu pun akan dibayar kontan.
Tetapi, Dubai yang kini berambisi menjadi New York belahan bumi lain
masih terus menaikkan tawaran. Dubai kini memang all-out menjadi pusat
keuangan dunia. Negeri kecil itu kini juga terus meliberalisasikan apa
pun yang bisa membuatnya jadi pusat keuangan dunia. Semua mata kini
sedang menatap Dubai. Termasuk, dalam persaingannya dengan Singapura
untuk membeli P&O.
Ternyata, Dubai akhirnya menang. Singapura lempar handuk dua pekan
lalu. Gagallah ambisi Singapura untuk menjadi yang terbesar di dunia.
Namun, harapan itu belum sepenuhnya hilang. Karena P&O juga
memiliki enam pelabuhan di Amerika Serikat, otomatis enam pelabuhan di
negeri adidaya itu jadi milik Dubai. AS pun heboh. Bagaimana sebuah
negeri di Arab yang mereka citrakan sebagai pusat teroris menjadi
pemilik enam pelabuhan di AS. Padahal, salah satu kebijaksanaan AS untuk
membentengi diri dari terorisme adalah menjaga pelabuhannya.
Tidak heran bila ada upaya di AS untuk menggagalkan transaksi
tersebut. Ini bakal persis seperti ketika perusahaan Tiongkok berhasil
membeli sebuah perusahaan minyak AS yang punya cadangan minyak sangat
besar itu. Transaksi perusahaan Tiongkok tersebut dianggap membahayakan
kepentingan AS. Karena itu, harus dibatalkan. Apakah Dubai akan senasib
dengan Tiongkok? (*)
No comments:
Post a Comment