Penerbangan Carter Tiongkok-Taiwan
Email dari Tiongkok Oleh Dahlan Iskan
Berita
ini tentu juga agak bertentangan dengan gambaran betapa tegangnya
hubungan antara Tiongkok dan Taiwan. Dua hari lalu, diumumkan bahwa
hubungan dua wilayah itu maju selangkah lagi. Yakni, dalam penambahan
jumlah penerbangan langsung.
Sampai tiga tahun lalu, tidak pernah ada penerbangan langsung yang menghubungkan Tiongkok dan Taiwan. Perundingan soal ini tentu rumit bukan main. Tapi, "otak dagang" telah mengalahkan ketegangan politik.
Sampai tiga tahun lalu, tidak pernah ada penerbangan langsung yang menghubungkan Tiongkok dan Taiwan. Perundingan soal ini tentu rumit bukan main. Tapi, "otak dagang" telah mengalahkan ketegangan politik.
Dua tahun lalu, mulailah diadakan
penerbangan langsung. Untuk tidak mengganggu masalah politik,
penerbangan itu dinamakan penerbangan carter. Yakni, selama musim Imlek,
saat sekitar tiga juta orang Taiwan di Tiongkok harus mudik untuk
merayakan tahun baru di kampung halaman, lalu harus kembali lagi ke
daratan untuk berbisnis. Penerbangan "perdana" yang amat bersejarah
tersebut hanya boleh dilakukan antara Shanghai dan Taipei.
Sejak
saat itu, harapan bahwa kelak ada langkah-langkah lebih maju amatlah
besar. Ibarat mau menjebol tembok, mulai saat itu sudah terbentuk lubang
pertama. Tentu saja harapan tersebut benar. Imlek tahun berikutnya
sudah lebih cair. Meski namanya masih tetap "penerbangan carter",
penerbangan tersebut tidak hanya dari Shanghai. Sudah boleh dari
Shanghai, Guangzhou, Beijing, dan Xiamen.
Tahun depan bagaimana?
"Lubang" di tembok itu sudah kian besar. Hari-hari yang diperbolehkan
ada penerbangan carteran bertambah menjadi empat kali setahun. Selain
Imlek, sudah disetujui penerbangan langsung untuk hari ziarah kubur
(orang Taiwan bilang cing bing), perayaan bulan purnama (zhong jiu jie),
dan perayaan hari bak cang (duan wu jie).
Dengan adanya setahun
empat kali penerbangan langsung, perencanaan berikutnya adalah bagaimana
penerbangan yang masih carteran itu kelak diubah menjadi terjadwal. Ini
juga hanya soal waktu. Sebab, secara realistis, penerbangan langsung
tersebut memang sangat diperlukan.
Selama ini, orang Taipei yang
akan ke Shanghai, misalnya, harus terbang dulu ke selatan, ke Hongkong
atau Macau, lalu terbang lagi ke utara ke Shanghai, Tianjin, atau
Beijing. Bukan hanya jauh lebih mahal, namun juga memakan waktu lebih
lama. Padahal, jarak antara Taipei ke Shanghai hanya sejam penerbangan.
Yang
lebih lucu tentu orang Taipei yang ingin ke Kota Fuzhou di Fujian.
Kalau tidak harus muter lewat Hongkong, jaraknya hanya setengah jam
penerbangan. Sebab, Pulau Taiwan hanya di seberang Kota Fuzhou atau juga
Xiamen. Tapi, begitulah politik. Bisa membuat sesuatu yang murah
menjadi mahal. Yang semestinya untung menjadi buntung. Yang mudah
menjadi sulit. Yang sederhana menjadi rumit.
Penambahan
penerbangan carter menjadi empat kali setahun itu tentu bukan hanya soal
bisnisnya. Tapi, "langkah majunya" juga penting. Sebab, secara bisnis,
pada hari raya bak cang, sebenarnya tidak banyak orang Taiwan yang
pulang kampung. Yang terbanyak tentulah ketika Imlek. Suasana angkutan
persis saat mudik Lebaran di Indonesia. Terminal dan angkutan penuh
sesak. Sekitar 90 persen orang Taiwan di Tiongkok pulang kampung. Di
Tiongkok, orang-orang juga mudik ke kampung halaman masing-masing.
Untuk
hari ziarah kubur dan perayaan bulan purnama, kira-kira sekitar 50
persen saja yang pulang kampung. Bahkan, untuk perayaan bak cang (di
Hongkong terkenal dengan festival perahu naga), yang pulang kampung
sekitar 10 persen.
Karena itu, penambahan jumlah hari penerbangan
langsung tersebut harus dilihat dari pentingnya "menjebol tembok"
daripada soal kemudahan perjalanannya. (*)
No comments:
Post a Comment