Saturday, June 17, 2006

Penerbangan Carter Tiongkok-Taiwan

Sabtu, 17 Juni 2006
Penerbangan Carter Tiongkok-Taiwan
Email dari Tiongkok  Oleh Dahlan Iskan

Berita ini tentu juga agak bertentangan dengan gambaran betapa tegangnya hubungan antara Tiongkok dan Taiwan. Dua hari lalu, diumumkan bahwa hubungan dua wilayah itu maju selangkah lagi. Yakni, dalam penambahan jumlah penerbangan langsung.

Sampai tiga tahun lalu, tidak pernah ada penerbangan langsung yang menghubungkan Tiongkok dan Taiwan. Perundingan soal ini tentu rumit bukan main. Tapi, "otak dagang" telah mengalahkan ketegangan politik.

Dua tahun lalu, mulailah diadakan penerbangan langsung. Untuk tidak mengganggu masalah politik, penerbangan itu dinamakan penerbangan carter. Yakni, selama musim Imlek, saat sekitar tiga juta orang Taiwan di Tiongkok harus mudik untuk merayakan tahun baru di kampung halaman, lalu harus kembali lagi ke daratan untuk berbisnis. Penerbangan "perdana" yang amat bersejarah tersebut hanya boleh dilakukan antara Shanghai dan Taipei.

Sejak saat itu, harapan bahwa kelak ada langkah-langkah lebih maju amatlah besar. Ibarat mau menjebol tembok, mulai saat itu sudah terbentuk lubang pertama. Tentu saja harapan tersebut benar. Imlek tahun berikutnya sudah lebih cair. Meski namanya masih tetap "penerbangan carter", penerbangan tersebut tidak hanya dari Shanghai. Sudah boleh dari Shanghai, Guangzhou, Beijing, dan Xiamen.

Tahun depan bagaimana? "Lubang" di tembok itu sudah kian besar. Hari-hari yang diperbolehkan ada penerbangan carteran bertambah menjadi empat kali setahun. Selain Imlek, sudah disetujui penerbangan langsung untuk hari ziarah kubur (orang Taiwan bilang cing bing), perayaan bulan purnama (zhong jiu jie), dan perayaan hari bak cang (duan wu jie).

Dengan adanya setahun empat kali penerbangan langsung, perencanaan berikutnya adalah bagaimana penerbangan yang masih carteran itu kelak diubah menjadi terjadwal. Ini juga hanya soal waktu. Sebab, secara realistis, penerbangan langsung tersebut memang sangat diperlukan.

Selama ini, orang Taipei yang akan ke Shanghai, misalnya, harus terbang dulu ke selatan, ke Hongkong atau Macau, lalu terbang lagi ke utara ke Shanghai, Tianjin, atau Beijing. Bukan hanya jauh lebih mahal, namun juga memakan waktu lebih lama. Padahal, jarak antara Taipei ke Shanghai hanya sejam penerbangan.

Yang lebih lucu tentu orang Taipei yang ingin ke Kota Fuzhou di Fujian. Kalau tidak harus muter lewat Hongkong, jaraknya hanya setengah jam penerbangan. Sebab, Pulau Taiwan hanya di seberang Kota Fuzhou atau juga Xiamen. Tapi, begitulah politik. Bisa membuat sesuatu yang murah menjadi mahal. Yang semestinya untung menjadi buntung. Yang mudah menjadi sulit. Yang sederhana menjadi rumit.

Penambahan penerbangan carter menjadi empat kali setahun itu tentu bukan hanya soal bisnisnya. Tapi, "langkah majunya" juga penting. Sebab, secara bisnis, pada hari raya bak cang, sebenarnya tidak banyak orang Taiwan yang pulang kampung. Yang terbanyak tentulah ketika Imlek. Suasana angkutan persis saat mudik Lebaran di Indonesia. Terminal dan angkutan penuh sesak. Sekitar 90 persen orang Taiwan di Tiongkok pulang kampung. Di Tiongkok, orang-orang juga mudik ke kampung halaman masing-masing.

Untuk hari ziarah kubur dan perayaan bulan purnama, kira-kira sekitar 50 persen saja yang pulang kampung. Bahkan, untuk perayaan bak cang (di Hongkong terkenal dengan festival perahu naga), yang pulang kampung sekitar 10 persen.

Karena itu, penambahan jumlah hari penerbangan langsung tersebut harus dilihat dari pentingnya "menjebol tembok" daripada soal kemudahan perjalanannya. (*)

No comments:

Post a Comment