Ngeri-Ngeri Nikmat Melihat Bola Baja Raksasa Berayun
Melejit Naik ke Gedung Tertinggi di Dunia di Taiwan
Taiwan,- Bagaimana gedung setinggi setengah kilometer tidak patah
atau tumbang ketika berayun-ayun? Berikut catatan CEO Jawa Pos Group
DAHLAN ISKAN dari kunjungan ke gedung tertinggi di dunia, Taipei 101.
Laporan Dahlan Iskan, Taipe
Laporan Dahlan Iskan, Taipe
DI sela-sela kunjungan saya ke Taipei (Taiwan) yang kurang dari 24
jam pekan lalu, saya sempatkan naik gedung tertinggi di dunia saat ini:
Gedung 101. Tentu sudah agak malam, karena harus dinner dulu dengan
pengusaha di Taipei. Dari mana-mana gedung ini terlihat karena di Taipei
memang tidak terlalu banyak pencakar langit.
Taiwan memang terkenal sebagai wilayah yang perbedaan kaya-miskinnya tidak terlalu mencolok. Di satu sisi tidak banyak gedung hebat, di lain sisi tidak ada kaki lima atau toko-toko yang jelek. Saya kira Taiwanlah yang golongan kelas menengahnya sangat dominan.
Gedung itu dinamakan 101 karena terdiri atas 101 lantai. Tinggi
gedung ini 509 meter (setengah kilometer lebih) dari permukaan tanah.
Sebenarnya masih harus ditambah 30 meter lagi kalau lantai-lantai bawah
tanahnya dihitung.
Memang, Gedung 101 tidak akan bertahan lama sebagai yang tertinggi di
dunia. Dalam lima tahun ke depan sudah akan dikalahkan oleh Shanghai.
Gedung di Shanghai itu sempat tertunda pembangunannya oleh krisis
moneter Asia, namun kini sudah dimulai. Yang di Shanghai pun segera
dikalahkan pula oleh gedung lain di Dubai yang dirancang setinggi 800
meter.
Meski segera kalah, Gedung 101 tetap memiliki keunikan tersendiri.
Arsitekturnya sangat menarik, seperti pohon bambu, yang sangat
melambangkan Asia Timur. Ini berbeda dengan gedung kembar WTC yang
dihancurkan teroris di New York itu, yang arsitekturnya hanya seperti
kotak yang didirikan. Sebagian besar arsitek New York tidak menyukai
bentuk gedung WTC saat itu, karena dianggap hanya merusak tata gedung
tinggi di sana.
Gedung 101 juga berbeda dengan SEARS Tower di Chicago yang kesannya
”hanya” modern, atau gedung kembar Kuala Lumpur yang mirip bentuk jagung
kupas. Gedung 101 benar-benar sangat Asia Timur. Memang, ketika
membangun Gedung 101 perdebatan sangat panjang, karena Taipei punya dua
kelemahan mendasar sekaligus: gempa dan taipun. Bentuk bambu mengesankan
bahwa gedung itu akan lentur terhadap gempa maupun angin topan.
Letak kelenturannya tentu bukan pada bentuk bambunya itu, melainkan
pada sebuah benda yang diletakkan di lantai 89. Benda ini beratnya
(jangan kaget): 800 ton! Bentuknya bulat berjenjang-jenjang seperti
rumah tawon yang bulat. Begitu beratnya sehingga bola baja ini harus
digantung dan disangga sekaligus. Alat penggantungnya adalah kabel-kabel
baja seperti untuk jembatan gantung. Sedang penyangganya adalah
hidrolik di empat sudutnya. Penyangga hidrolik itulah yang membuat
lentur.
Saat terjadi gempa atau saat angin topan mengganas, bola itu
sebenarnya seperti bandul (pendulum): bergerak ke arah berlawanan dari
gempa atau angin, yang fleksibilitasnya ditopang oleh hidrolik tersebut.
Dengan demikian, meski puncak gedung berayun sampai lebih 1,5 meter,
gedung tidak akan patah atau roboh!
Karena, bola baja yang garis tengahnya 5,5 meter itu memang sangat
besar, dan harus digantung, tiga lantai sendiri harus dipakai untuk
penyeimbang itu. Semua pengunjung bisa melihatnya, termasuk kalau bola
itu sedang bergerak yang berarti sebenarnya puncak gedung sedang
berayun.
Ruang di sekeliling ”atraksi” itu dipakai untuk observatorium, tempat
pengunjung melihat ibu kota Taiwan dari semua arah. Bola penyeimbang
seperti itu, yang dulu-dulu seperti menjadi ”rahasia” dan selalu
disembunyikan di ruang tertutup, di Gedung 101 malah dijadikan bagian
dari atraksi: ngeri-ngeri-menyenangkan!
Seperti juga ketika naik ke gedung kembar WTC di New York setahun
sebelum hancur, naik ke Gedung 101 juga harus membayar. Sekitar Rp
100.000 per orang. Lift-nya tidak sebesar WTC New York, tapi
kecepatannya dua kali lipat. Inilah lift tercepat di dunia saat ini:
1.000 meter per menit. Toshiba memenangkan tender lift supercepat ini.
Harga satu lift-nya sekitar Rp 20 miliar.
Berada di lift itu kita bisa melihat displai di layar mengenai sudah
berapa detik, sedang di ketinggian berapa dan di lantai mana. Meski
begitu cepat, ketika berangkat tidak terasa ada kejut sama sekali.
Demikian juga ketika akan berhenti di puncak gedung juga tidak ada rasa
sama sekali. Lift ini memang dilengkapi antikejut dan anti-kebablasan.
Hanya telinga yang pengang, sehingga saya harus beberapa kali
seolah-olah menelan ludah untuk mengembalikan pendengaran menjadi
normal.
Saya sudah dua kali ke gedung ini, tapi baru pekan lalu naik ke
puncak. Saya suka ke sini karena di lantai tiganya ada restoran Jepang
all-you-can eat yang sangat komplet dan enak. Tapi, saya tidak pernah
belanja di malnya karena tidak bisa menggunakan uang dari plastik. Semua
barang bermerek harus dibayar dengan uang Taiwan beneran.
Di sekitar gedung ini memang belum tertata indah. Masih ada proyek
pembangunan stasiun kereta bawah tanah. Gedung-gedung sekitarnya juga
masih banyak yang lama sehingga 101 seperti sebatang bambu yang tumbuh
tinggi sendirian. Tapi, saya melihat bahwa pelan-pelan, pusat pusat kota
Taipei akan bergeser ke sini.(jpnn)
No comments:
Post a Comment