Sukses, Pelepasan Dua Harimau
Catatan Dahlan Iskan
Setelah dilepas dari kerangkeng di tengah hutan lindung Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung Selatan, ke manakah dua harimau
Sumatera itu pergi?
Dari layar TV siaran langsung pelepasan harimau itu, kemarin pagi
kita bisa melihat bahwa sang harimau langsung berlari lurus ke depan.
Setelah melewati lapangan terbuka sejauh 200 meter di depan kerangkeng
kecil itu, sang raja hutan langsung masuk ke dalam habitatnya. Rimba
yang dimasukinya membuat mata saya tidak bisa melihatnya. Juga mata
kamera.
Alhamdulillah. Puji Tuhan, sang harimau tidak mencium bau
manusia yang banyak berada di belakangnya hanya dalam jarak kurang dari
200 meter. Padahal, kalau itu terjadi, kegemparan akan meledak. Maklum,
ada Menteri Kehutanan M.S. Kaban dan para Dirjennya di situ. Juga ada
tuan rumah, konglomerat Tomy Winata.
“Sejak semula, saya yakin tidak akan terjadi apa-apa,” ujar Tony
Sumampauw, pemilik Taman Safari yang sudah 40 tahun berpengalaman
bergaul dengan binatang buas. Tapi, Tony mendengarkan juga kekhawatiran
banyak orang sehingga beberapa skenario penyelamatan disiapkan.
Misalnya, mencecerkan darah babi di antara mulut kerangkeng sampai
pinggir hutan. Juga mengikat seekor babi hutan hidup di sebuah pohon di
dalam hutan sana.
Secara teoretis, kata Tony, sang harimau akan mencari babi itu. Dan
melahapnya. Apalagi sudah sejak dua hari sebelumnya sang harimau tidak
diberi makan. “Pada dasarnya, harimau takut kepada manusia,” ujar Tony.
“Kecuali manusia itu mengancam dirinya atau mengambil sumber
makanannya,” tambahnya.
Tapi, katanya, sekali memakan manusia, harimau itu akan
mengulanginya. “Semula harimau mengira manusia itu makhluk yang sangat
kuat. Tapi, begitu badan manusia itu diterkam harimau, ternyata seorang
manusia langsung lemas. Sebagian besar karena rasa takutnya. Ini yang
disenangi harimau. Begitu dia tahu bahwa manusia itu ternyata lemah, dia
akan mengulanginya lagi,” ujarnya.
Kalau hewan yang diterkam harimau, kata Tony, akan memberikan
perlawanan sampai tidak mampu melawan. Karena itu, menurut Tony, kalau
ketemu harimau, sebaiknya jangan membuat gerakan yang mencurigakan.
Nanti harimaunya akan pergi dengan sendirinya. “Juga jangan merusak
hutannya. Dia akan dendam,” tambahnya.
Tony sendiri pernah tertipu harimau. Yakni saat dia berumur 25 tahun.
Waktu itu dia diminta datang ke Bukittinggi untuk memindahkan harimau
yang ditangkap penduduk. Sebagai pemuda yang sudah biasa hidup dengan
harimau, Tony bisa membaca sikap binatang buas tersebut. Melihat wajah
harimau Bukittinggi itu bersahabat, dia pun masuk ke kandang sementara
itu. Si harimau juga diam saja. Ternyata, diamnya itu hanya tipuan.
Harimau tersebut menyerang bagian leher Tony. Memang harimau selalu
mengincar leher mangsanya.
“Langsung saya berikan lengan saya. Lengan saya cowel.
Tulang kecil lengan saya remuk. Tapi, saya bisa lepas dari ancaman
maut,” ujarnya mengenang peristiwa 25-an tahun lalu itu. Kini di lengan
kirinya masih kelihatan kerutan bekas sergapan harimau tersebut.
Tony-lah yang akan bertugas memonitor bagaimana harimau itu di dalam
hutan. Yakni lewat komputer yang menangkap sinyal GPS dari kalung yang
dipasang di harimau itu. Kalung tersebut sangat kuat. Terbuat dari
kulit. Bagian bawahnya dibuat kantong untuk chip yang akan memancarkan sinyal. Di bagian tubuhnya juga dipasangi microchip yang
akan merekam seluruh perkembangan tubuh dan darahnya. “Kalaupun suatu
saat nanti dia ditemukan mati, akan diketahui kapan matinya dan karena
sebab apa,” ujar Tony.
Secara teoretis, di dalam hutan itu sang raja akan memilih dan
menetapkan “wilayah kekuasaannya”. Yakni satu wilayah yang tidak boleh
dimasuki harimau lain. Begitulah perilaku harimau di dalam hutan. Dia
adalah binatang yang soliter, yang hidup menyendiri. Tidak berkelompok
seperti rusa, kerbau, atau gajah. Kalau wilayah kekuasaannya dimasuki
harimau lain, akan terjadilah perang tanding satu lawan satu.
Itulah sebabnya, pelepasan dua harimau kemarin itu tidak dilakukan
bersamaan. Ada selisih waktu hampir setengah jam. Maksudnya, agar yang
satu selesai memilih wilayah kekuasaannya, dan baru yang satunya
dilepaskan. Yang dilepaskan belakangan otomatis akan memilih wilayah
kekuasaan yang lain. Itulah sebabnya yang dilepaskan pertama adalah yang
lebih tua. Dia akan diberi hak lebih dulu. Dengan demikian, yang muda,
yang dilepaskan belakangan, akan “tahu diri” untuk tidak merebut wilayah
seniornya.
Di hutan Tambling, Lampung Selatan, yang pemeliharaan dan
penjagaannya dilakukan oleh Tomy Winata itu, memang sudah ada
harimaunya. Namun, masih sedikit. Berarti masih bisa menampung
“transmigrasi harimau” dari luar. “Teoretis, tiap 1 kilometer persegi
hutan bisa dikapling untuk 10 sampai 20 wilayah kekuasaan harimau,” ujar
Tony. “Di Tambling ini kepadatan harimaunya baru kurang dari 2
harimau/1 kilomter persegi,” tambahnya.
Lalu, menurut monitoring terakhir lewat GPS, sudahkah dua harimau
yang dilepaskan kemarin itu memilih wilayah kekuasaan masing-masing?
“Sudah,” ujar Tony yang memonitor keberadaan harimau itu lewat
komputernya. “Yang dilepaskan pertama ternyata lari menuju arah utara.
Dia berlari terus sejauh 1 kilometer,” ujar Tony.
Sampai pukul 15.00 kemarin sore, berarti tujuh jam setelah pelepasan,
si harimau sudah menetap di satu tempat. Sinyal GPS tidak menunjukkan
dia masih berlari-lari. Artinya, dia sudah memilih wilayah kekuasaannya
atau sedang berpikir apakah harus pindah wilayah.
Sedangkan harimau yang dilepaskan belakangan ternyata lari ke arah
sebaliknya, selatan. Sampai jam yang sama, dia sudah berada 2,5 km dari
titik pelepasan. Artinya, dua harimau itu memilih wilayah berjauhan
sejauh 3,5 km. Ini juga berarti babi yang diikat untuk pancingan itu
juga telah diabaikannya. Jangan-jangan, setelah 8 bulan berada di
kerangkeng di Aceh sana, sang harimau lebih kangen pada hutannya
daripada pada seekor babi pancingan. Toh di hutan ini, yang
lebih lezat dari babi masih banyak: kerbau liarnya banyak sekali.
Rusa-rusa yang cantik juga sudah kelebihan populasinya. (Diperkaya oleh
Ardiansyah/Radar Lampung)
No comments:
Post a Comment