Wednesday, July 23, 2008

Sukses, Pelepasan Dua Harimau

Rabu, 23 Juli 2008
Sukses, Pelepasan Dua Harimau
Catatan Dahlan Iskan

Setelah dilepas dari kerangkeng di tengah hutan lindung Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung Selatan, ke manakah dua harimau Sumatera itu pergi?

Dari layar TV siaran langsung pelepasan harimau itu, kemarin pagi kita bisa melihat bahwa sang harimau langsung berlari lurus ke depan. Setelah melewati lapangan terbuka sejauh 200 meter di depan kerangkeng kecil itu, sang raja hutan langsung masuk ke dalam habitatnya. Rimba yang dimasukinya membuat mata saya tidak bisa melihatnya. Juga mata kamera.

Alhamdulillah. Puji Tuhan, sang harimau tidak mencium bau manusia yang banyak berada di belakangnya hanya dalam jarak kurang dari 200 meter. Padahal, kalau itu terjadi, kegemparan akan meledak. Maklum, ada Menteri Kehutanan M.S. Kaban dan para Dirjennya di situ. Juga ada tuan rumah, konglomerat Tomy Winata.

“Sejak semula, saya yakin tidak akan terjadi apa-apa,” ujar Tony Sumampauw, pemilik Taman Safari yang sudah 40 tahun berpengalaman bergaul dengan binatang buas. Tapi, Tony mendengarkan juga kekhawatiran banyak orang sehingga beberapa skenario penyelamatan disiapkan. Misalnya, mencecerkan darah babi di antara mulut kerangkeng sampai pinggir hutan. Juga mengikat seekor babi hutan hidup di sebuah pohon di dalam hutan sana.

Secara teoretis, kata Tony, sang harimau akan mencari babi itu. Dan melahapnya. Apalagi sudah sejak dua hari sebelumnya sang harimau tidak diberi makan. “Pada dasarnya, harimau takut kepada manusia,” ujar Tony. “Kecuali manusia itu mengancam dirinya atau mengambil sumber makanannya,” tambahnya.

Tapi, katanya, sekali memakan manusia, harimau itu akan mengulanginya. “Semula harimau mengira manusia itu makhluk yang sangat kuat. Tapi, begitu badan manusia itu diterkam harimau, ternyata seorang manusia langsung lemas. Sebagian besar karena rasa takutnya. Ini yang disenangi harimau. Begitu dia tahu bahwa manusia itu ternyata lemah, dia akan mengulanginya lagi,” ujarnya.

Kalau hewan yang diterkam harimau, kata Tony, akan memberikan perlawanan sampai tidak mampu melawan. Karena itu, menurut Tony, kalau ketemu harimau, sebaiknya jangan membuat gerakan yang mencurigakan. Nanti harimaunya akan pergi dengan sendirinya. “Juga jangan merusak hutannya. Dia akan dendam,” tambahnya.

Tony sendiri pernah tertipu harimau. Yakni saat dia berumur 25 tahun. Waktu itu dia diminta datang ke Bukittinggi untuk memindahkan harimau yang ditangkap penduduk. Sebagai pemuda yang sudah biasa hidup dengan harimau, Tony bisa membaca sikap binatang buas tersebut. Melihat wajah harimau Bukittinggi itu bersahabat, dia pun masuk ke kandang sementara itu. Si harimau juga diam saja. Ternyata, diamnya itu hanya tipuan. Harimau tersebut menyerang bagian leher Tony. Memang harimau selalu mengincar leher mangsanya.

“Langsung saya berikan lengan saya. Lengan saya cowel. Tulang kecil lengan saya remuk. Tapi, saya bisa lepas dari ancaman maut,” ujarnya mengenang peristiwa 25-an tahun lalu itu. Kini di lengan kirinya masih kelihatan kerutan bekas sergapan harimau tersebut.

Tony-lah yang akan bertugas memonitor bagaimana harimau itu di dalam hutan. Yakni lewat komputer yang menangkap sinyal GPS dari kalung yang dipasang di harimau itu. Kalung tersebut sangat kuat. Terbuat dari kulit. Bagian bawahnya dibuat kantong untuk chip yang akan memancarkan sinyal. Di bagian tubuhnya juga dipasangi microchip yang akan merekam seluruh perkembangan tubuh dan darahnya. “Kalaupun suatu saat nanti dia ditemukan mati, akan diketahui kapan matinya dan karena sebab apa,” ujar Tony.

Secara teoretis, di dalam hutan itu sang raja akan memilih dan menetapkan “wilayah kekuasaannya”. Yakni satu wilayah yang tidak boleh dimasuki harimau lain. Begitulah perilaku harimau di dalam hutan. Dia adalah binatang yang soliter, yang hidup menyendiri. Tidak berkelompok seperti rusa, kerbau, atau gajah. Kalau wilayah kekuasaannya dimasuki harimau lain, akan terjadilah perang tanding satu lawan satu.

Itulah sebabnya, pelepasan dua harimau kemarin itu tidak dilakukan bersamaan. Ada selisih waktu hampir setengah jam. Maksudnya, agar yang satu selesai memilih wilayah kekuasaannya, dan baru yang satunya dilepaskan. Yang dilepaskan belakangan otomatis akan memilih wilayah kekuasaan yang lain. Itulah sebabnya yang dilepaskan pertama adalah yang lebih tua. Dia akan diberi hak lebih dulu. Dengan demikian, yang muda, yang dilepaskan belakangan, akan “tahu diri” untuk tidak merebut wilayah seniornya.

Di hutan Tambling, Lampung Selatan, yang pemeliharaan dan penjagaannya dilakukan oleh Tomy Winata itu, memang sudah ada harimaunya. Namun, masih sedikit. Berarti masih bisa menampung “transmigrasi harimau” dari luar. “Teoretis, tiap 1 kilometer persegi hutan bisa dikapling untuk 10 sampai 20 wilayah kekuasaan harimau,” ujar Tony. “Di Tambling ini kepadatan harimaunya baru kurang dari 2 harimau/1 kilomter persegi,” tambahnya.

Lalu, menurut monitoring terakhir lewat GPS, sudahkah dua harimau yang dilepaskan kemarin itu memilih wilayah kekuasaan masing-masing?

“Sudah,” ujar Tony yang memonitor keberadaan harimau itu lewat komputernya. “Yang dilepaskan pertama ternyata lari menuju arah utara. Dia berlari terus sejauh 1 kilometer,” ujar Tony.

Sampai pukul 15.00 kemarin sore, berarti tujuh jam setelah pelepasan, si harimau sudah menetap di satu tempat. Sinyal GPS tidak menunjukkan dia masih berlari-lari. Artinya, dia sudah memilih wilayah kekuasaannya atau sedang berpikir apakah harus pindah wilayah.

Sedangkan harimau yang dilepaskan belakangan ternyata lari ke arah sebaliknya, selatan. Sampai jam yang sama, dia sudah berada 2,5 km dari titik pelepasan. Artinya, dua harimau itu memilih wilayah berjauhan sejauh 3,5 km. Ini juga berarti babi yang diikat untuk pancingan itu juga telah diabaikannya. Jangan-jangan, setelah 8 bulan berada di kerangkeng di Aceh sana, sang harimau lebih kangen pada hutannya daripada pada seekor babi pancingan. Toh di hutan ini, yang lebih lezat dari babi masih banyak: kerbau liarnya banyak sekali. Rusa-rusa yang cantik juga sudah kelebihan populasinya. (Diperkaya oleh Ardiansyah/Radar Lampung)

No comments:

Post a Comment