Jangan Kaget karena Toilet
Catatan Ringan: Dahlan Iskan
Sudah lama, lebih tiga bulan, saya tidak tinggal di Hotel Mulia
Jakarta. Begitu ke situ lagi, pekan lalu, eh, sudah ada lagi yang
berubah: kamar mandinya menjadi yang paling modern di Jakarta –dan tentu
di Indonesia. Di luar negeri pun saya belum merasakan toilet seperti
yang di Mulia sekarang ini.Saya lama tidak ke Mulia bukan karena kecewa,
tapi karena tarifnya yang kian mahal. Saya merasa kurang sopan untuk
tinggal di hotel yang kini bertarif sekitar Rp 2 juta/malam itu.
Apalagi, saya lebih sering masuk hotel menjelang tengah malam dan sudah
harus ke bandara pukul empat pagi.
Tapi, memang harus diakui, hotel ini tidak punya cacat untuk dicela.
Pelayanannya, lobby-nya, coffee-shop-nya, kamarnya dan terutama kamar
mandinya, sangat nyaman. Makanannya yang lengkap dan kualitasnya yang
tinggi menjadi salah satu keunggulannya. Saking terkenalnya coffee-shop
Mulia ini hingga sering tamu tidak kebagian kursi. Padahal, luas
coffee-shop itu sekitar 1.000 meter persegi. Tak ayal bila kios majalah
di seberangnya kini ditutup untuk perluasan coffee-shop-nya.
Hotel Mulia, yang tidak menggunakan manajemen franchise, memang boleh
dibanggakan. Inilah contoh bisnis, di mana lokal bisa mengalahkan
asing. Nasional bisa mengalahkan internasional. Inilah bukti bahwa yang
internasional atau asing bukanlah segala-galanya. Mulia rupanya ingin
terus mempertahankan rekor sejak awalnya. Inilah hotel 56 lantai yang
dibangun hanya dalam waktu delapan bulan. Tercatat sebagai rekor dunia
saat itu.
Bagi saya, yang paling menyenangkan adalah kamarnya. TV-nya besar,
handuknya halus dan empuk sekali. Bantalnya? Luar biasa lembut dan pas
sekali tebal-tipisnya. Sangat cocok dengan selera saya. Saya sering
tersiksa tinggal di hotel mahal, tapi bantalnya mengecewakan: ketebalan
atau kurang lembut. Sering sekali saya ingin mencuri bantal itu. Sayang,
saya tidak pernah membawa tas yang cukup untuk dimasuki bantal. Saya
percaya pasti ada tamu yang diam-diam mengagumi bantal Mulia dan
membawanya pulang.
Sebaiknya Mulia memberi pengumuman kepada tamunya mengenai harga
bantal itu. Juga boleh membawanya pulang untuk kenangan. Saya pernah
menemukan model seperti ini. Tamu boleh membawa pulang kimono dengan
mengganti harga yang tertera di situ. Kalau tidak salah di salah satu
hotel besar di Makau.
Orang seperti saya, mandi dan tidur lebih penting daripada makan atau
nonton TV –kecuali acara tertentu yang istimewa. Mulia rupanya tahu
pasar “tidur dan mandi” ini sangat banyak. Karena itu, di samping bantal
dan tempat tidur, kamar mandinya sangat diperhatikan. Handuknya
terbaik. Kucuran air shower-nya: joss! Bahkan, kini jacusinya sangat
modern. Saking modernnya, saya sampai memerlukan waktu 10 menit untuk
mempelajari tombol-tombolnya. Agar jangan sampai air panas langsung
menyiram batok kepala. Dan yang terbaru adalah toiletnya. Saya belum
pernah menemukan toilet model ini di mana pun saya menginap. Tidak di
seluruh Jakarta. Tidak juga di Hongkong sekelas JW Marriott, Singapura
sekelas Ritz-Carlton, atau Makau yang sekelas Venetian sekalipun. Saya
pernah merasakannya di Tokyo beberapa tahun lalu, tapi yang di Mulia ini
lebih modern.
Tentu saya tidak akan membandingkannya dengan, misalnya, Hotel Burj
Al Dubai. Bukan saja saya belum pernah ke sana, juga Burj Al Dubai
“bukan hotel”. Itu istana yang disewakan dengan tarif harian. Tapi,
ketika grup hotel ini sudah menyelesaikan hotelnya yang di Shanghai,
saya akan mencobanya. Sebentar lagi memang ada hotel yang namanya berbau
Timur Tengah di Shanghai: Jumaerah Hotel. Inilah hotel milik investor
Timur Tengah pertama di Tiongkok, yang kamar biasanya saja ukurannya
sama dengan kamar suite di hotel biasa. Yang lantai kamar mandinya saja
selalu dihangatkan. Kita memang sering terkejut dengan lantai kamar
mandi hotel yang sangat dingin karena AC. Apalagi di negara yang punya
musim dingin. Al Jumaerah akan membangun enam hotel di seluruh Tiongkok
sampai tiga tahun ke depan.
Untuk ke toilet di Mulia ini sebaiknya mempelajari dulu barang 10
menit cara menggunakannya. Tapi, yang sudah biasa dengan barang modern
bisa langsung duduk di toilet itu dan sambil menunggu keluarnya hajat,
bisa memperhatikan kode-kodenya agar begitu buang hajat selesai sudah
bisa menggunakannya. Belum semua kamar Mulia toiletnya diganti model
terbaru seperti itu. Baru sekitar separonya.
Toilet itu selalu dalam keadaan tertutup. Tapi, Anda tidak perlu
membukanya. Begitu Anda sampai di dekat toilet, tutup itu membuka
sendiri. Anda tinggal duduk di situ seperti biasa. Wow! Toiletnya
hangat. Pantat dan paha bagian bawah yang menempel ke toilet itu terasa
menyentuh barang hangat. Mula-mula tentu terkejut dengan kehangatan itu.
Tapi, lama-lama justru terasa nyaman. Sambil buang hajat, bagian bawah
paha terasa seperti dipijat lembut.Ketika tutup toilet itu tiba-tiba
membuka sendiri, mula-mula memang seperti meneror. Maklum, belum pernah
melihatnya seumur hidup. Fungsi tutup ini rupanya sebagai jaminan bahwa
di dalamnya sudah sangat bersih. Di samping untuk mentransfer energi
yang menghangatkan bibir toilet.
Sambil menunggu hajat keluar, saya perhatikan tombol-tombol yang
tertempel di panel dekat toilet itu. Di situ ada gambar-gambar sederhana
yang bisa diterka maksudnya. Misalnya, gambar air muncrat. Pasti
maksudnya itulah tombol yang harus dipencet kalau mau cebok. Di beberapa
hotel atau gedung perkantoran, termasuk di Graha Pena, sudah ada yang
mirip itu. Tapi, harus dengan cara memutar tombol dan air muncratnya
statis. Yang di Mulia ini banyak variasinya. Kalau mau statis ada
tombolnya. Kalau mau airnya mundur atau maju ada tombol tersendiri.
Kalau mau airnya memutar juga ada tombolnya. Dengan demikian, bukan
orangnya yang mundur-maju menggeser pantatnya, melainkan airnya yang
menyesuaikan sendiri.
Lalu saya tertarik dengan tombol yang kodenya agak aneh. Apa pula
ini? Kok ada gambar air muncrat dua buah. Satu agak di belakang, satunya
agak di depan. Jaraknya sekitar 3 cm. Oh, saya tahu: ini untuk wanita
setelah buang air kecil saja.Buang air kecil atau buang hajat besar yang
penting jangan lupa dengan tombol satu ini: untuk mencuci toilet itu
sendiri. Dengan tombol ini toilet, tepatnya, closet, tercuci sendiri.
Lalu, begitu kita berdiri, tutup closet itu bergerak menuju tempatnya.
Bukan untuk melarang Anda duduk kembali, tapi untuk melindungi closet
yang sudah bersih itu. Kapan pun Anda bermaksud duduk lagi, dia dengan
setia akan membuka diri. Termasuk kalau Anda hanya ingin sekadar
menghangatkan bagian bawah paha Anda.**
No comments:
Post a Comment