Saturday, April 10, 2004

Kerja Konkret Lewat Forum Kecil Antardaerah

10 April 2004
Kerja Konkret Lewat Forum Kecil Antardaerah
Bercermin Ke Tarakan Dan Singkawang : Giatnya Daerah Untuk Membangun (3-Habis)

”Kegilaan” bupati dan wali kota bakal sia-sia bila birokrasi ”atasan” egois. Catatan terakhir CEO Jawa Pos Dahlan Iskan ini juga membeberkan bagaimana forum informal antarkabupaten atau kota yang berdekatan bisa makin memfokuskan problem yang saling terkait.

BAYANGKANLAH ada walikota seperti Tarakan atau Singkawang di masa pra-otonomi daerah. Mereka, sesuai dengan penunjuk pusat, ingin memasukkan proyek-proyek seperti yang mereka laksanakan sekarang ke dalam Daftar Usulan Proyek (DUP). Apakah gerangan respon pusat ketika melihat DUP itu? Hampir dipastikan akan ditolak. Alasannya belum ekonomis. Bahkan mungkin tidak sempat dilihat. Dengan sebelah mata sekali pun.

Tapi pusat juga bukan satu-satunya hambatan. Di bawah pusat masih ada birokrasi propinsi. Yang tentu juga lebih memperhatikan apa yang ada di depan mata propinsi. Bisa saja DUP yang dimaksud sudah gugur ketika masih berada di propinsi.

Di masa otonomi daerah pun barangkali juga tidak semulus itu kalau birokrasi di propinsi tidak berubah. Kebetulan birokrasi propinsi di Kaltim, terutama gubernurnya, sangat akomodatip terhadap “kegilaan” para bupati dan walikotanya. Misalnya, ketika Walikota Tarakan menginginkan bandaranya terus diperbesar, Gubernur Kaltim Suwarna AF justru bikin pernyataan; “Bandara Tarakan harus bisa jadi embarkasi haji”. Tentu Suwarna tidak hanya ngomong namun juga mengalokasikan anggaran dari propinsi.

Ketika Walikota Tarakan mengatakan ingin maju seperti Sabah, Gubernur Suwarna malah mengatakan; “Tarakan harus bisa jadi Little Singapore”. Juga dengan dukungan anggaran propinsi.

Memang ada persoalan manajemen kewilayahan yang hampir saja mengganggu. Yakni ketika beberapa kepala daerah di bagian utara Kaltim (walikota Tarakan, bupati Nunukan, bupati Bulungan, bupati Berau dan bupati Malinau) sering melakukan kumpul-kumpul untuk membahas akan menjadi apa belahan utara propinsi Kaltim ini. Mereka ingin bekerja sama agar tidak ada fokus pembangunan yang tumpang tindih. Mereka menginginkan antara satu kabupaten/kota dengan yang lain saling menunjang. Karena itu tempat pertemuannya pun bergantian di antara daerah itu. Pimpinan rapatnya juga bergilir.

Forum ini sempat menimbulkan desas-desus bahwa mereka akan mendirikan propinsi Kalimantan Utara. Asap desas-desus itu tidak sepenuhnya tanpa api. Memang ada beberapa orang yang ingin jadi gubernur di sana karena tidak mungkin lagi bisa jadi gubernur di Samarinda. Tapi ternyata upaya untuk menjadikan propinsi baru itu justru datang dari orang-orang propinsi yang berasal dari utara. Bukan dari para kepala daerah itu sendiri. Para bupati dan walikota di Kaltim utara justru menentang pembentukan propinsi baru. Hal itu, kata mereka, justru hanya akan memboroskan pikiran dan anggaran. Mereka tetap memilih forum informal seperti yang sudah berjalan itu.

Gubernur Suwarna tidak terpancing dengan isu itu. Kalau Suwarna terpancing barangkali suasananya menjadi keruh. Dengan gaya kepemimpinan Gubernur Suwarna, masa-masa sulit mengenai kewilayahan seperti itu kini terlewati dengan baik.

Singkawang yang di Kalbar, juga harus bersyukur. Kalbar kini punya gubernur baru yang punya latar belakang pengusaha besar. Gubernur Kalbar yang sekarang adalah CEO sebuah grup usaha konglomerasi di Jakarta. Dengan latar belakang seperti itu sang gubernur tentu memiliki akal sehat yang kuat. Dan hanya cukup memiliki tapi juga akan menegakkannya.

Maka sudah waktunya daerah-daerah di belahan utara Kalbar menempuh apa yang dilakukan para bupati di Kaltim bagian utara. Kontak-kontak antara bupati Bengkayang, Sambas dan walikota Singkawang harus intensip, tanpa pemikiran untuk membentuk propinsi sendiri yang akan sangat negatip.

Pembagian fokus pembangunan di antara tiga daerah tersebut harus dibicarakan agar masing-masing memperoleh manfaat. Tanpa harus ada dominasi atau supremasi di antara satu atas yang lain. Gubernur Kalbar dengan latar belakang pengusaha besar tentu akan mendukungnya.

Kerjasama-kerjasama antar bupati di suatu kawasan tampaknya menjadi forum yang akan lebih berguna di samping keanggotaan mereka di Adeksi atau Apkasi. Forum kecil di antara kabupaten di suatu kawasan akan punya agenda yang lebih kongkrit bagi kemajuan daerahnya.

Saya juga pernah usul agar ada forum antar Bupati Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Malang karena daerah mereka ini hanya akan maju kalau ada jalan besar yang melintas di kawasan itu. Perjuangan bersama di antara mereka untuk mewujudkan jalan itu jauh lebih konkrit dibanding program apa pun yang mereka angan-angankan saat ini.

Ide pengelolaan bersama Teluk Tomini yang sempat dirintis Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad juga berangkat dari idealisme yang sama. Maka kalau upaya itu gagal akibat egoisme di antara propinsi yang ada di kawasan itu, bisa diulangi dengan basis kabupaten. Biarlah para Bupatinya yang ambil inisiatip. Gubernurnya mendukung, mendorong dan menyemangati.Memang, ada gubernur yang egois, ada bupati yang egois dan ada tukangcukur yang egois. Namun anggap saja itu romantika untuk maju.

No comments:

Post a Comment