Email dari Tiongkok
Langkah Awal Memimpin Dunia
Ini soal serius yang
kurang mendapatkan perhatian dunia luar. Saya melihat Tiongkok
benar-benar akan tampil sebagai pemimpin dunia. Tapi, dari jurusan mana
Tiongkok akan memulai memimpin dunia?
Ada pertemuan penting di
Shanghai akhir pekan lalu. Memang, dunia internasional tidak terlalu
memberikan perhatian, namun saya mencatatnya sebagai pertemuan yang akan
dipakai Tiongkok sebagai langkah awal untuk memimpin dunia. Memang
masih agak jauh. Juga, masih akan banyak persyaratan yang menyertainya.
Tapi, bibitnya sudah ditanam di situ.
Saking pentingnya pertemuan
tersebut, hingga Shanghai diliburkan lima hari. Sekolah, kantor, serta
perusahaan diliburkan agar konsentrasi pertemuan tidak akan terganggu
sekecil kerikil pun. Dalam pertemuan itu, 10 kepala negara hadir.
Termasuk, presiden Rusia dan Iran. Dalam acara gala-night-nya (disiarkan
langsung CCTV), glamor dan kepemimpinan Tiongkok terlihat dalam forum
tersebut. Sebuah kepemimpinan yang sangat toleran terhadap anggotanya.
Apakah
akan lewat kepemimpinan yang toleran itu Tiongkok bakal diterima
sebagai pemimpin baru dunia? Menggantikan kepemimpinan ganda (AS-Soviet)
pada masa lalu yang penuh ketegangan? Atau, kepemimpinan Non-Blok yang
amat lemah? Atau, kepemimpinan AS sekarang yang dinilai amat arogan dan
tidak toleran?
Dalam pertemuan Shanghai, toleransi itu terlihat
mencolok. Atraksi-atraksinya, misalnya, datang dari 10 negara dengan
aneka keberagamannya. Bahkan, hotel yang ditempati para pemimpin negara
yang Islam disiapkan secara khusus. Bahkan agak berlebihan karena Islam
tidak seketat itu. Misalnya, sampai semua lukisan dan gambar binatang
disingkirkan dari hotel mereka.
Semua pelayanan hotel diganti
laki-laki. Padahal, yang diperlukan sebenarnya hanya cukuplah kalau
makanannya halal dan fasilitas salat. Tapi, tampaknya, Tiongkok tidak
hanya melihatnya dari segi hukum agama, namun juga budaya setempat.
Nama
pertemuan itu pun tidak "wah" untuk menunjukkan kerendahan hati sang
calon pemimpin. Tidak seperti APEC atau NATO atau ASEAN, forum itu hanya
disebut "Shanghai Cooperation Organization" (Organisasi Kerja Sama
Shanghai). SCO diadakan lima tahun lalu untuk menyikapi
terpecah-belahnya Uni Soviet menjadi banyak negara. Padahal, Tiongkok
mempunyai perjanjian tertentu dengan Soviet. Lalu, bagaimana nasib
perjanjian kerja sama itu setelah tidak ada lagi Soviet?
Maka,
dibentuklah SCO. Anggotanya enam negara. Yakni, para eks Negara Soviet
yang berbatasan dengan Tiongkok: Rusia, Kazakstan, Tajikistan,
Kirgistan, dan Mongolia. Tapi, pada ulang tahunnya yang kelima minggu
lalu, sudah hadir empat negara lain yang akan bergabung di dalamnya:
India, Iran, Afghanistan, dan Pakistan.
Kalau organisasi
tersebut kuat, mulailah Asia memimpin dunia karena ada Tiongkok, Rusia,
dan India di dalamnya. Tiga negara yang belakangan mengalami kemajuan
pembangunan luar biasa. Tiga negara itu saja sudah bisa mengimbangi AS
dan Eropa Barat. Ditambah anggota lainnya, kuatlah sudah posisi
organisasi tersebut dengan Tiongkok di tengahnya.
Organisasi itu
juga akan lebih konkret dalam membahas topik-topik khusus. Bukan saja
mereka sedaratan, namun secara ekonomi akan saling mendukung. Tidak
seperti APEC yang terlihat penting tapi sangat cair. Atau, ASEAN yang
hanya gabungan negara-negara kurang mampu. Atau, organisasi
negara-negara Asia Selatan yang keropos.
Maka, ASEAN harus mulai
melihat kenyataan baru ini. Apalagi kalau negara seperti Vietnam,
Korea, dan Thailand juga akan lebih tertarik aktif di sini. Apalagi yang
akan dicapai ASEAN?
Tentu, masih akan banyak persyaratan agar
organisasi SCO tersebut menjadi kekuatan nyata. Misalnya, apakah tidak
ada usaha dari luar untuk memecah-belahnya? Atau, apakah kualitas
pemimpin Tiongkok mampu sekaligus menjadi pemimpin mereka? Atau, apakah
Rusia akan lebih tertarik ke organisasi itu atau ke organisasi Eropa
Barat?
Yang jelas, Tiongkok telah menyiapkan diri untuk itu.
Pertemuan APEC di Shanghai tiga tahun lalu, misalnya, tidak disiapkan
seserius SCO ini. Libur lima hari di Shanghai benar-benar istimewa.
Sampai-sampai, sekolah dan perusahaan harus masuk pada Sabtu dan Minggu
pekan sebelumnya untuk "mengganti" agar libur lima hari ini tidak
merugikan mereka. Sabtu depan, mereka juga tidak boleh libur untuk
menambah "hari pengganti" libur lima hari itu.
No comments:
Post a Comment