Sunday, June 18, 2006

Starbucks pun Serbu Tiongkok

Minggu, 18 Juni 2006
Starbucks pun Serbu Tiongkok
Email dari Tiongkok

Tiongkok mengumumkan data baru. Jumlah orang asing yang belajar di sini tahun lalu mencapai rekor: 141.000 orang. Tentu tidak termasuk orang seperti saya yang belajar di sini tidak lewat jalan resmi. Yang terbanyak adalah dari Korea. Mencapai 50.000 orang. Lalu, disusul Jepang hampir 19.000 orang.

Hal itu tentu berhubungan dengan kenyataan bahwa Tiongkok telah menjadi magnet baru bagi perekonomian dunia. Motif mereka belajar tersebut bermacam-macam. Ada yang ingin agar tidak ketinggalan kereta pada masa depan. Ada yang karena merencanakan akan bekerja atau ditempatkan di Tiongkok. Ada pula yang karena di negaranya banyak perusahaan yang berinvestasi di sini. Hal itu membuat pegawainya di negara asal pun ada yang harus bisa berbahasa dan mengerti budaya Tiongkok.

Menariknya, seperti yang diceritakan Lu Haoting di China Daily pekan lalu, saat ini dalam pertemuan rutin para manajer kantor pusat Starbucks di Seattle, AS, dibiasakan ada satu sesi untuk membahas masalah Tiongkok atau mencoba mempraktikkan kemampuan berbahasa Mandarin. Hal itu sudah menjadi kegiatan rutin dalam rapat mereka. Mengapa?

Sebab, Starbucks telah menetapkan Tiongkok sebagai pengembangan usahanya masa depan. Karena itu, chairman Starbucks ikut aktif dalam pertemuan rutin yang bersuasana Tiongkok tersebut. Saat ini, pangsa pasar Starbucks di Tiongkok memang baru 10 persen. Tapi, pertumbuhannya jelas. Melejit dari tahun ke tahun. Meski baru masuk Tiongkok pada 1999, Starbucks kini sudah menjadi top brand di kalangan manajer yang berumur 25-40 tahun.

Starbucks di Beijing, misalnya, tumbuh 30 persen setahun. Starbucks di Shanghai bahkan mulai bisa mendapatkan laba dalam dua tahun. Memang, labanya masih kecil untuk ukuran Starbucks, namun nilainya sudah USD 4 juta (sekitar Rp 38 miliar).

Dalam enam tahun ini, sudah dibuka 180 kedai Starbucks di seluruh Tiongkok. Kalau Hongkong dan Taiwan dimasukkan, angkanya sudah mencapai 400 buah.

Target Starbucks memang membuka banyak warung hingga mencapai 30.000 di seluruh dunia. Separonya ada di AS dan selebihnya di luar AS. Mereka berharap banyak bahwa pertumbuhan tercepat untuk mencapai angka itu ada di Tiongkok.

Dulu, membuka kedai kopi di sini dianggap mustahil. Minum kopi bukanlah budaya orang Tiongkok. Di sini orang lebih suka minum teh. Pagi, siang, sore, malam, di kantor, di mobil, dan di mana saja. Mereka selalu membawa botol khusus yang berisi air yang masih ada teh di dalamnya. Kalau sedang tidak minum teh, pastilah minum bir atau minuman keras lainnya.

Dengan situasi seperti itu, bagaimana mulai membuka warung kopi di Tiongkok? Tapi, ternyata Starbucks berhasil memasukinya dengan cepat. Tampaknya, menggunakan gaya hidup sebagai senjata. Seperti juga ketika McDonald’s masuk ke sini. Di sini, Starbucks disebut Xing Pa Ge dan McDonald’s disebut Mai Tang Lo. (Dan, kalau nonton Piala Dunia komentator menyebut kata Po Ha Mo, itu maksudnya David Beckham!).

Begitu suksesnya Starbucks masuk Tiongkok, sehingga ada pengusaha lokal yang tergiur cepat maju mendirikan kedai kopi dengan nama, desain, serta penampilan sangat mirip Xing Pa Ge. Lalu, digugat sebagai melanggar hak paten. Sampai sekarang belum putus siapa yang menang.

Belajar ke Tiongkok, tampaknya, juga menjadi salah satu kunci sukses Korea di sini. Samsung (disebut San Xing) atau Hyundai (disebut Xian Tai) maju bukan main. (*)

No comments:

Post a Comment