Starbucks pun Serbu Tiongkok
Email dari Tiongkok
Tiongkok
mengumumkan data baru. Jumlah orang asing yang belajar di sini tahun
lalu mencapai rekor: 141.000 orang. Tentu tidak termasuk orang seperti
saya yang belajar di sini tidak lewat jalan resmi. Yang terbanyak adalah
dari Korea. Mencapai 50.000 orang. Lalu, disusul Jepang hampir 19.000
orang.
Hal itu tentu berhubungan dengan kenyataan bahwa Tiongkok
telah menjadi magnet baru bagi perekonomian dunia. Motif mereka belajar
tersebut bermacam-macam. Ada yang ingin agar tidak ketinggalan kereta
pada masa depan. Ada yang karena merencanakan akan bekerja atau
ditempatkan di Tiongkok. Ada pula yang karena di negaranya banyak
perusahaan yang berinvestasi di sini. Hal itu membuat pegawainya di
negara asal pun ada yang harus bisa berbahasa dan mengerti budaya
Tiongkok.
Menariknya, seperti yang diceritakan Lu Haoting di
China Daily pekan lalu, saat ini dalam pertemuan rutin para manajer
kantor pusat Starbucks di Seattle, AS, dibiasakan ada satu sesi untuk
membahas masalah Tiongkok atau mencoba mempraktikkan kemampuan berbahasa
Mandarin. Hal itu sudah menjadi kegiatan rutin dalam rapat mereka.
Mengapa?
Sebab, Starbucks telah menetapkan Tiongkok sebagai
pengembangan usahanya masa depan. Karena itu, chairman Starbucks ikut
aktif dalam pertemuan rutin yang bersuasana Tiongkok tersebut. Saat ini,
pangsa pasar Starbucks di Tiongkok memang baru 10 persen. Tapi,
pertumbuhannya jelas. Melejit dari tahun ke tahun. Meski baru masuk
Tiongkok pada 1999, Starbucks kini sudah menjadi top brand di kalangan
manajer yang berumur 25-40 tahun.
Starbucks di Beijing, misalnya,
tumbuh 30 persen setahun. Starbucks di Shanghai bahkan mulai bisa
mendapatkan laba dalam dua tahun. Memang, labanya masih kecil untuk
ukuran Starbucks, namun nilainya sudah USD 4 juta (sekitar Rp 38
miliar).
Dalam enam tahun ini, sudah dibuka 180 kedai Starbucks
di seluruh Tiongkok. Kalau Hongkong dan Taiwan dimasukkan, angkanya
sudah mencapai 400 buah.
Target Starbucks memang membuka banyak
warung hingga mencapai 30.000 di seluruh dunia. Separonya ada di AS dan
selebihnya di luar AS. Mereka berharap banyak bahwa pertumbuhan tercepat
untuk mencapai angka itu ada di Tiongkok.
Dulu, membuka kedai
kopi di sini dianggap mustahil. Minum kopi bukanlah budaya orang
Tiongkok. Di sini orang lebih suka minum teh. Pagi, siang, sore, malam,
di kantor, di mobil, dan di mana saja. Mereka selalu membawa botol
khusus yang berisi air yang masih ada teh di dalamnya. Kalau sedang
tidak minum teh, pastilah minum bir atau minuman keras lainnya.
Dengan
situasi seperti itu, bagaimana mulai membuka warung kopi di Tiongkok?
Tapi, ternyata Starbucks berhasil memasukinya dengan cepat. Tampaknya,
menggunakan gaya hidup sebagai senjata. Seperti juga ketika McDonald’s
masuk ke sini. Di sini, Starbucks disebut Xing Pa Ge dan McDonald’s
disebut Mai Tang Lo. (Dan, kalau nonton Piala Dunia komentator menyebut
kata Po Ha Mo, itu maksudnya David Beckham!).
Begitu suksesnya
Starbucks masuk Tiongkok, sehingga ada pengusaha lokal yang tergiur
cepat maju mendirikan kedai kopi dengan nama, desain, serta penampilan
sangat mirip Xing Pa Ge. Lalu, digugat sebagai melanggar hak paten.
Sampai sekarang belum putus siapa yang menang.
Belajar ke
Tiongkok, tampaknya, juga menjadi salah satu kunci sukses Korea di sini.
Samsung (disebut San Xing) atau Hyundai (disebut Xian Tai) maju bukan
main. (*)
No comments:
Post a Comment