Monday, August 10, 2009

View dari Kamar 1808

Senin, 10 Agustus 2009 , 08:30:00
View dari Kamar 1808
Mobil Harus Diendus Keliling oleh Anjing

JW Marriott Jakarta sudah "hidup" lagi. Sehari kemarin, dua pesta  pernikahan diselenggarakan di hotel yang dua kali dibom oleh teroris itu.  Wedding party kedua, yang diadakan di ballroom, bahkan dihadiri seribu lebih undangan.

Sayang sekali, sampai tadi malam,  kamar 1808 belum bisa dipesan. Saya terpaksa memilih kamar yang terdekat dengan kamar itu ketika tadi malam menginap di sana. Saya hanya ingin merasakan, mengapa teroris yang meledakkan hotel tersebut 17 Juli lalu memilih kamar 1808. Bentuk dan susunan kamarnya sih semua kamar sama saja. Namun, mengapa pilih 1808 pastilah punya maksud tertentu.

Setelah mengamati posisi kamar itu,  setidaknya ada dua alasan mengapa teroris memilih kamar tersebut.  Pertama, letak kamar itu ternyata paling dekat dengan lift. Kalau naik salah satu di antara empat lift ke lantai atas, lantas hanya dengan belok kiri, kita langsung ketemu pintu kamar 1808. Dengan demikian, kemungkinan penghuni kamar itu bertemu tamu lain kian kecil.

Kedua, dari dalam kamar itu, ternyata kita bisa melihat letak Hotel Ritz-Carlton yang terletak di seberang jalan.  Memang hanya bisa melihat separo bagian kanan hotel karena bagian kirinya tertutup bangunan Plaza Mutiara yang ada di depan kiri Marriott. Mungkin juga dua alasan itu sama-sama diperlukan. Yang jelas, menurut keterangan selama ini, ketika check in, petugas hotel memberikan kamar 1803, lalu si teroris bertanya apakah tidak ada kamar yang lain. Setelah dicari-cari, ternyata ada kamar nomor1811. Si teroris masih belum mau. Kali ini langsung bertanya apakah bisa mendapat kamar 1808.

Sejak Hotel Marriott kembali dibuka 10 hari yang lalu, lantai 20 ke bawah masih belum dioperasikan. Menurut keterangan, masih diadakan renovasi.   Karpetnya diganti. Yang dibuka baru lantai 21 sampai lantai 30.

Perubahan lainnya adalah sistem pengamanan. Ada tambahan beberapa prosedur pemeriksaan mobil ketika hendak masuk hotel. Bahwa semua pintu dan kap mesin mobil harus dibuka masih sama dengan dulu. Kali ini ditambah satu prosedur lagi: siang hari, mobil harus diendus keliling dulu oleh anjing.  Malamnya tidak karena pada malam harinya si anjing sudah tak kelihatan lagi. Mungkin anjingnya capek dan harus tidur untuk beristirahat. Setelah portal dibuka, kini ada satu portal lagi yang masih harus dibuka. Baru mobil bisa masuk ke teras hotel.

Di dekat mobil berhenti itu kini juga terjadi perubahan. Teras tersebut kini dibuat seperti kamar kaca, dengan pintu yang hanya pas untuk satu orang masuk. Arah pintunya pun bukan dari depan, tapi dari samping. Dengan demikian, semua orang yang baru turun dari mobil mau tidak mau harus masuk dulu ke kamar kaca tempat pemeriksaan orang tersebut. Tujuannya, siapa pun yang akan masuk hotel terkontrol sepenuhnya.

Di kamar kaca itulah detektor dipasang. Barang-barang juga diperiksa dengan teliti. Saya juga harus mengeluarkan laptop dari dalam tas.  Bahkan harus membuka laptop itu dan menghidupkannya. Proses itu tentu agak lama karena menunggu laptop on memerlukan waktu beberapa detik.

Setelah bom pertama dulu, di depan teras lobi dibangun teras besar yang tidak bisa dimasuki mobil. Setelah bom kedua ini, di depan teras besar tersebut dibangun lagi kamar kaca. Begitu berlapisnya pengamanan menuju lobi hotel itu.

Sampai di lobi, saya agak tertegun. Maklum, tiap hari sampai hari ini televisi masih menayangkan gambar bagaimana seorang laki-laki menarik tas roda menuju lounge di kiri lobi dan meletuskan bom di sana. Semula saya kira bom tersebut meledak di restoran yang biasa saya datangi untuk makan pagi atau makan malam di kanan lobi. Ternyata, bom itu meledak di lounge yang kiri. Kalau itu sih baru sekali saya minum-minum di situ. Yakni ketika hendak nonton siaran langsung pertandingan besar Liga Inggris.  Karena begitu Piala Dunia selesai langganan tv kabel Aura di hotel tersebut dihentikan, saya gagal nonton pertandingan yang mestinya amat seru saat itu. Saya lantas hanya minum-minum saja di situ.

Saya kaget, kok begitu banyak petugas security di lobi itu. Mereka menyapa nama saya karena, rupanya,  masih ingat bahwa saya sering ke hotel itu. Bahkan, saya lihat, sekarang ada dua orang berdiri di lobi yang khusus bertugas di dekat pintu tembus ke arah tempat parkir. Petugas laki-laki memeriksa badan tamu laki-laki, sedangkan petugas wanita memeriksa badan yang wanita. Pegawai hotel yang kebetulan masuk lobi dari pintu tersebut pun diperlakukan sama. Bagian-bagian tertentu badannya harus diraba.

Saya memang mendapat kamar di lantai lebih tinggi daripada lantai 18, tapi saya minta kamar yang posisinya dekat dengan posisi nomor 08. Dari situlah saya melihat dua kemungkinan mengapa teroris memilih kamar 1808.  (*)

No comments:

Post a Comment