Friday, June 26, 2009

Khawatir Square Jadi Korban Kepentingan Dunia atau Akhirat

Jum’at, 26 Juni 2009
Khawatir Square Jadi Korban Kepentingan Dunia atau Akhirat
Pikiran Besar di Kota Kecil (2-habis)

Hanya dalam waktu enam, Kendari benar-benar berubah dan berkembang. Banyak kemajuan yang saya lihat ketika untuk kali kedua saya berkunjungan ke ibukota provinsi Sulawesi Tenggara tersebut. Begitu banyak perubahan yang terjadi di kota itu.

Dan lihat!: di tengah-tengah kota itu ada square yang luasnya paling tidak lima ha. Di pusat kota. Alangkah langkanya sekarang kota yang memiliki square seluas itu di pusatnya. Begitu luasnya, saya sangat khawatir square tersebut akan diincar orang untuk keperluan lain yang lebih ”menguntungkan”. Baik alasan keuntungan dunia maupun akhirat.

Keuntungan dunia, misalnya, dengan cara membangun mal di situ. Alasan keuntungan akhirat, misalnya, untuk membangun masjid raya. Karena itu, saya berpesan kepada teman-teman Kendari Post untuk ikut menjaga keabadian square tersebut.

Wali kota atau gubernur bisa berganti dalam waktu lima tahun. Kebijakannya bisa saja hanya mempertimbangkan keuntungan jangka pendek. Tapi, Kendari Post akan abadi berada di kota Kendari selamanya: bisa mengawasinya dalam jangka waktu yang tidak terbatas.

Kalau untuk kepentingan investor membangun mal atau hotel, rasanya teman-teman Kendari Post akan bisa konsisten mengkritisinya. Namun, belum tentu teman-teman sanggup menghadangnya kalau umat memintanya untuk membangun masjid raya. Karena itu, saya minta diantar untuk melihat masjid raya. Saya ingin melihat apakah masjid rayanya sudah cukup besar sehingga tidak mungkin lagi perlu membangun masjid raya yang lebih besar.

Ternyata Masjid Raya Kendari sudah cukup besar dan cantik. Letaknya pun di tanah yang agak tinggi sehingga kelihatan anggunnya. Tapi, saya perkirakan 10 tahun lagi Kendari memerlukan masjid raya yang lebih besar. Apalagi kalau keputusan itu dibuat orang yang ingin terpilih sebagai gubernur atau wali kota.

Kalau toh keinginan itu akhirnya benar-benar terjadi, sebaiknya memilih lokasi yang di pinggir teluk. Juga di lahan yang cukup besar. Dengan membangun masjid raya di pinggir pantai, maka cahaya dan keagungannya akan sangat menonjol. Seperti Masjid Raya Samarinda yang di pinggir Mahakam, meski lokasinya kurang ditinggikan dan kurang luas. Tapi, Masjid Raya Samarinda sungguh agung.

Kini square di Kendari itu memang kurang terawat. Tamannya sudah banyak yang rusak, bangunannya mulai kusam, serta kolam yang indah dan luas itu tidak diberi air. Kalau toh ada bagian kolam yang masih ada airnya, itu hanya difungsikan penduduk untuk mencuci sepeda motor. Maklum, square itu sudah dibiarkan telantar sejak selesai dipakai untuk kali pertama sebagai tempat penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) -kejuaraan membaca Alquran- dua tahun lalu.

Meski menyesalkan penanganan pasca-MTQ, saya sangat menghormati ide besarnya. Square itu (kemudian saya namakan MTQ Square), didesain untuk plaza terbuka dengan bagian entrance yang indah merangkap sebagai panggung utama MTQ saat itu. Di depannya terhampar dua kolam luas yang tidak dalam. Di sinilah, di atas air itu, para penari secara kolosal membuka MTQ tersebut.

Menghadap ke panggung itu, di tengah-tengah square, ada plaza dengan bangunan terbuka dan tertutup. Juga sangat atraktif. Masyarakat kini sering menyelenggarakan pesta perkawinan di plaza tersebut. Termasuk ketika Kiai Mbeling M.H. Ainun Najib mantu karena menantunya orang Kendari.

Di belakang plaza itu masih ada lapangan terbuka yang luas lagi. Lalu, di ujungnya ada tower yang tingginya 60 meter, yang bentuknya mirip menara Shanghai yang terkenal itu.

Bagian bawah menara tersebut, saya lihat belum jadi. Tapi, dari luar sudah kelihatan indahnya. Bahkan, dari pantai pun kelihatan seperti menjadi ikon terpenting Kota Kendari.

Kelak, kalau Kendari sudah punya listrik dan wali kotanya sudah rukun dengan gubernurnya, pasti MTQ Square itu akan menjadi sangat indah. MTQ Square tersebut (juga proyek hotel bintang lima yang mangkrak di tengah kota), kabarnya, memang menjadi korban ketegangan hubungan antara gubernur dan wali kota.

Kini salah satunya sudah berganti. Mudah-mudahan ketegangannya tidak abadi. Tidak akan seterbengkalai proyek pelabuhan besar Surabaya yang juga jadi korban ”sandera” antara wali kota Surabaya dan gubernur Jatim.

Kali ini, saya pulang dari Kendari dengan pikiran yang senang, hati yang berbunga-bunga dan mendapatkan ide bagaimana pola perencanaan Kendari yang serbabesar itu bisa ditiru wilayah-wilayah berkembang lainnya seperti Kaltim, Kalteng, Kalbar, Irja, dan Halmahera atau Seram. (*)

No comments:

Post a Comment