Saatnya Menarik Turis Tiongkok ke Indonesia
Pesatnya Perkembangan Turisme Kota Beijing (2)
Tiongkok berhasil memajukan Beijing menjadi serba modern. Tapi, untuk
urusan wisata alam, Indonesia tak kalah menariknya. Inilah yang membuat
warga Tiongkok bernafsu untuk melancong ke Indonesia. Garuda menangkap
kondisi ini dengan akan meningkatkan frekuensi penerbangan
Jakarta-Shanghai dan Jakarta-Beijing menjadi setiap hari.
”BEIJING baru” telah membuat sikap orang Beijing berubah. Kalau dulu
terbiasa naik sepeda dan gerobak, kini sudah harus hidup dengan
fasilitas serba digital dan eskalator. Perokok berat (yang antara lain
juga membuat kota kotor) menurun drastis karena terlalu banyak tempat
”dilarang merokok”. Kebiasaan berdahak dan meludah tidak terlihat lagi
di jalan-jalan dan tempat umum. Toilet-toilet yang dulu berbau menyengat
tiba-tiba lenyap.
Bus kotanya bagus-bagus dan bersih. Sistem karcisnya juga digital.
Sistem kereta bawah tanahnya sudah meluas bersilang-silang ke seluruh
penjuru kota. Petunjuk jalan di stasiun bawah tanahnya serba digital.
Petanya digital. Iklan-iklan di dalam kereta bawah tanah itu hanya ada
iklan digital.
Kalau dulu hanya ada satu lin, kini kereta bawah tanahnya sudah 10
lin. Dari 10 lin itu tinggal satu yang tidak serba digital. Yakni, lin
timur-barat yang melewati Tian An Men. Maklum, inilah lin yang pertama
dibangun 30 tahunan lalu. Tapi, 9 jurusan lainnya sudah serba digital dan
tangganya sudah eskalator semua. Saya yang 10 tahun lalu merasa lebih
modern dari mereka, kini harus banyak bertanya tentang cara membeli
karcis di mesin-mesin yang tidak bisa diajak bicara itu. Saya sudah
kalah dengan orang-orang kampung yang dulu menarik gerobak itu.
Maka, kalau dulu orang Beijing sangat memimpikan pergi ke Singapura
untuk bisa merasakan kehidupan yang modern, kini berubah total. Pikiran
seperti itu sudah dianggap masa lalu. Mereka sendiri sehari-hari sudah
berada di kehidupan itu sekarang. Orang Beijing sudah semakin tidak
tertarik ke Singapura. Orang-orang Tiongkok di luar Beijing pun,
misalnya yang di wilayah selatan, akan kian mimpi ke Beijing daripada ke
Singapura.
Perayaan 1 Oktober lalu, misalnya, ternyata telah membuat orang
Tiongkok begitu bermimpi ingin melihat Beijing. Perayaan yang isinya
perpaduan antara kekuatan militer dan kekuatan hiburan itu memang
dikemas sangat entertainment. Lalu harus disiarkan secara langsung di
semua channel televisi. Bahkan, selama penyiaran perayaan itu sehari
semalam, tidak boleh ada iklan sama sekali. Hari itu semua stasiun tv
yang memang dimiliki negara, harus mengabdi sepenuhnya kepada negara.
Pemerintah komunis Tiongkok sadar benar peran dan kekuatan media massa
dalam memobilisasi emosi dan mengaduk-aduk perasaan. Termasuk
membangkitkan perasaan ai guo –cinta negara.
Dan berhasil. Sebagaimana yang dilakukan selama Olimpiade tahun lalu,
upaya membangun kebanggaan rakyat melalui pengerahan televisi bukan
main dampaknya. Keesokan harinya, setelah Kota Beijing ditutup satu hari
untuk perayaan itu, Beijing kebanjiran turis sembilan hari. Di kawasan
sekitar Tian An Men, tempat yang sangat populer dalam siaran masal
televisi itu, padat manusia. Mereka ingin melihat langsung apa yang
mereka lihat di televisi sehari sebelumnya. Apalagi semua yang
diparadekan masih dipamerkan di sana. Termasuk dua vtron raksasa masih
terus memutar video rekaman parade itu.
Meski penyiarannya dipaksakan oleh pemerintah, siaran itu sendiri
memang sangat layak ditonton. Kalaupun ada tv yang dibolehkan menyiarkan
acara lain, tidak akan ditonton orang. Parade itu sendiri, dan hiburan
pada malam harinya, sangat layak dikagumi: serba indah dan serba kolosal.
Penari, penyanyi, bintang film, pemain kungfu, dan kekuatan persenjataan
terbaik yang dimiliki negara memang dikerahkan habis-habisan. Termasuk
Peng Li Yuan, penyanyi yang sampai mendapat pangkat tituler brigjen,
yang kini menjadi istri Xi Jinping. Xi Jinping adalah wakil presiden
Tiongkok yang tiga tahun mendatang hampir dipastikan menjabat presiden
menggantikan Hu Jintao.
Perayaan seperti itu memang hanya boleh dilakukan 10 tahun sekali.
Karena itu, sangat emosional. Apalagi, bersamaan dengan kebangkitan
Tiongkok dari negara gagal ekonomi (lebih rendah dari status negara
sangat miskin) menjadi superpower seperti sekarang.
Di satu pihak apa yang terjadi di Beijing pekan lalu, kian membuat
kita tertinggal. Tapi, di pihak lain ada pula kesempatan. Yakni, ketika
mereka sudah kian makmur dan tidak lagi tertarik ke Singapura. Saatnya
kita mengisap turis mereka ke Indonesia. Minat mereka melihat Indonesia
sudah kian besar. Apalagi, ke Bali dan Jogja. Sebuah kekayaan alam yang
tidak akan bisa dimiliki Beijing sampai kapan pun.
Tinggal bagaimana usaha keras kita mengalihkan turis Tiongkok yang
kian lama, kian banyak jumlahnya itu. Saya bangga bahwa Garuda mulai
melangkah maju. Bahkan, pekan lalu Garuda menjadi berita penting di
koran terbesar Hongkong. Judulnya begini: Garuda telah memberi pelajaran
pada perusahaan penerbangan Tiongkok.
Isinya menceritakan bagaimana manajemen baru Garuda di bawah Dirut
Emirsyah Satar telah melakukan perombakan yang membuat Garuda dari
berantakan dan rugi besar menjadi perusahaan berlaba. Lalu mampu
menambah pesawat-pesawat baru dari jenis Airbus 330 dan Boeing 737-800.
Lalu bisa membuka rute baru di dalam negeri dan luar negeri. Termasuk
akan menambah penerbangan Jakarta-Shanghai dan Jakarta-Beijing menjadi
setiap hari. Satar juga tahu bahwa turis dari Tiongkok kian meledak saja
dan tahun ini mencapai 48 juta orang. Dari jumlah itu baru 250.000 yang
ke Indonesia.
Dengan menampilkan Satar itu, kelihatannya koran terbesar di Hongkong
tersebut ingin mengkritik pemerintah Tiongkok dengan cara halus.
Misalnya, ketika menulis bagaimana Satar berani mengurangi jumlah
karyawan Garuda dari 6.000 menjadi 5.000. Keberanian seperti inilah yang
tidak dimiliki perusahaan penerbangan Tiongkok, sehingga dua tahun
terakhir banyak yang rugi besar. Koran itu mengkritik, bagaimana
panggabungan China Eastern Airlines (Dongfang) dengan Shanghai Airlines
akhir tahun ini nanti tidak diikuti restrukturisasi karyawan yang
jumlahnya mencapai 52.000. Bagaimana pemerintah Tiongkok telah
menjanjikan tidak adanya PHK itu hanya demi terjaminnya lapangan kerja
mereka.
Koran itu juga menulis, bagaimana Satar berani mengajukan syarat
khusus kepada menteri perhubungan ketika dia akan diangkat menjadi CEO
Garuda pada 2004 dulu. Syarat itu adalah, agar pemerintah tidak
mencampuri penetapan rute mana yang harus diterbangi dan rute mana yang
harus dihapus. Satar juga minta agar boleh melakukan apa saja untuk
membuat perusahaan bisa laba. Ini, kata koran tersebut, bisa dijadikan
pelajaran bagi Tiongkok untuk memperbaiki perusahaan penerbangannya.
Persaingan antarnegara, bahkan antarkota, memang kian keras.
Diperlukan orang-orang seperti Emirsyah lebih banyak lagi. Saya yakin,
Indonesia akan punya hubungan ekonomi yang kuat dan saling menguntungkan
dengan Tiongkok. Tinggal bagaimana kita memanfaatkannya. Dan, Indonesia
akan maju, mengalahkan negara-negara seperti Thailand, Filipna,
Malaysia, dan Vietnam dalam waktu tujuh tahun ke depan.(*)
No comments:
Post a Comment