Friday, October 16, 2009

Saatnya Menarik Turis Tiongkok ke Indonesia

Jum’at, 16 Oktober 2009
Saatnya Menarik Turis Tiongkok ke Indonesia
Pesatnya Perkembangan Turisme Kota Beijing (2)

Tiongkok berhasil memajukan Beijing menjadi serba modern. Tapi, untuk urusan wisata alam, Indonesia tak kalah menariknya. Inilah yang membuat warga Tiongkok bernafsu untuk melancong ke Indonesia. Garuda menangkap kondisi ini dengan akan meningkatkan frekuensi penerbangan Jakarta-Shanghai dan Jakarta-Beijing menjadi setiap hari.

”BEIJING baru” telah membuat sikap orang Beijing berubah. Kalau dulu terbiasa naik sepeda dan gerobak, kini sudah harus hidup dengan fasilitas serba digital dan eskalator. Perokok berat (yang antara lain juga membuat kota kotor) menurun drastis karena terlalu banyak tempat ”dilarang merokok”. Kebiasaan berdahak dan meludah tidak terlihat lagi di jalan-jalan dan tempat umum. Toilet-toilet yang dulu berbau menyengat tiba-tiba lenyap.

Bus kotanya bagus-bagus dan bersih. Sistem karcisnya juga digital. Sistem kereta bawah tanahnya sudah meluas bersilang-silang ke seluruh penjuru kota. Petunjuk jalan di stasiun bawah tanahnya serba digital. Petanya digital. Iklan-iklan di dalam kereta bawah tanah itu hanya ada iklan digital.

Kalau dulu hanya ada satu lin, kini kereta bawah tanahnya sudah 10 lin. Dari 10 lin itu tinggal satu yang tidak serba digital. Yakni, lin timur-barat yang melewati Tian An Men. Maklum, inilah lin yang pertama dibangun 30 tahunan lalu. Tapi, 9 jurusan lainnya sudah serba digital dan tangganya sudah eskalator semua. Saya yang 10 tahun lalu merasa lebih modern dari mereka, kini harus banyak bertanya tentang cara membeli karcis di mesin-mesin yang tidak bisa diajak bicara itu. Saya sudah kalah dengan orang-orang kampung yang dulu menarik gerobak itu.

Maka, kalau dulu orang Beijing sangat memimpikan pergi ke Singapura untuk bisa merasakan kehidupan yang modern, kini berubah total. Pikiran seperti itu sudah dianggap masa lalu. Mereka sendiri sehari-hari sudah berada di kehidupan itu sekarang. Orang Beijing sudah semakin tidak tertarik ke Singapura. Orang-orang Tiongkok di luar Beijing pun, misalnya yang di wilayah selatan, akan kian mimpi ke Beijing daripada ke Singapura.

Perayaan 1 Oktober lalu, misalnya, ternyata telah membuat orang Tiongkok begitu bermimpi ingin melihat Beijing. Perayaan yang isinya perpaduan antara kekuatan militer dan kekuatan hiburan itu memang dikemas sangat entertainment. Lalu harus disiarkan secara langsung di semua channel televisi. Bahkan, selama penyiaran perayaan itu sehari semalam, tidak boleh ada iklan sama sekali. Hari itu semua stasiun tv yang memang dimiliki negara, harus mengabdi sepenuhnya kepada negara. Pemerintah komunis Tiongkok sadar benar peran dan kekuatan media massa dalam memobilisasi emosi dan mengaduk-aduk perasaan. Termasuk membangkitkan perasaan ai guo –cinta negara.

Dan berhasil. Sebagaimana yang dilakukan selama Olimpiade tahun lalu, upaya membangun kebanggaan rakyat melalui pengerahan televisi bukan main dampaknya. Keesokan harinya, setelah Kota Beijing ditutup satu hari untuk perayaan itu, Beijing kebanjiran turis sembilan hari. Di kawasan sekitar Tian An Men, tempat yang sangat populer dalam siaran masal televisi itu, padat manusia. Mereka ingin melihat langsung apa yang mereka lihat di televisi sehari sebelumnya. Apalagi semua yang diparadekan masih dipamerkan di sana. Termasuk dua vtron raksasa masih terus memutar video rekaman parade itu.

Meski penyiarannya dipaksakan oleh pemerintah, siaran itu sendiri memang sangat layak ditonton. Kalaupun ada tv yang dibolehkan menyiarkan acara lain, tidak akan ditonton orang. Parade itu sendiri, dan hiburan pada malam harinya, sangat layak dikagumi: serba indah dan serba kolosal. Penari, penyanyi, bintang film, pemain kungfu, dan kekuatan persenjataan terbaik yang dimiliki negara memang dikerahkan habis-habisan. Termasuk Peng Li Yuan, penyanyi yang sampai mendapat pangkat tituler brigjen, yang kini menjadi istri Xi Jinping. Xi Jinping adalah wakil presiden Tiongkok yang tiga tahun mendatang hampir dipastikan menjabat presiden menggantikan Hu Jintao.

Perayaan seperti itu memang hanya boleh dilakukan 10 tahun sekali. Karena itu, sangat emosional. Apalagi, bersamaan dengan kebangkitan Tiongkok dari negara gagal ekonomi (lebih rendah dari status negara sangat miskin) menjadi superpower seperti sekarang.

Di satu pihak apa yang terjadi di Beijing pekan lalu, kian membuat kita tertinggal. Tapi, di pihak lain ada pula kesempatan. Yakni, ketika mereka sudah kian makmur dan tidak lagi tertarik ke Singapura. Saatnya kita mengisap turis mereka ke Indonesia. Minat mereka melihat Indonesia sudah kian besar. Apalagi, ke Bali dan Jogja. Sebuah kekayaan alam yang tidak akan bisa dimiliki Beijing sampai kapan pun.

Tinggal bagaimana usaha keras kita mengalihkan turis Tiongkok yang kian lama, kian banyak jumlahnya itu. Saya bangga bahwa Garuda mulai melangkah maju. Bahkan, pekan lalu Garuda menjadi berita penting di koran terbesar Hongkong. Judulnya begini: Garuda telah memberi pelajaran pada perusahaan penerbangan Tiongkok.

Isinya menceritakan bagaimana manajemen baru Garuda di bawah Dirut Emirsyah Satar telah melakukan perombakan yang membuat Garuda dari berantakan dan rugi besar menjadi perusahaan berlaba. Lalu mampu menambah pesawat-pesawat baru dari jenis Airbus 330 dan Boeing 737-800. Lalu bisa membuka rute baru di dalam negeri dan luar negeri. Termasuk akan menambah penerbangan Jakarta-Shanghai dan Jakarta-Beijing menjadi setiap hari. Satar juga tahu bahwa turis dari Tiongkok kian meledak saja dan tahun ini mencapai 48 juta orang. Dari jumlah itu baru 250.000 yang ke Indonesia.

Dengan menampilkan Satar itu, kelihatannya koran terbesar di Hongkong tersebut ingin mengkritik pemerintah Tiongkok dengan cara halus. Misalnya, ketika menulis bagaimana Satar berani mengurangi jumlah karyawan Garuda dari 6.000 menjadi 5.000. Keberanian seperti inilah yang tidak dimiliki perusahaan penerbangan Tiongkok, sehingga dua tahun terakhir banyak yang rugi besar. Koran itu mengkritik, bagaimana panggabungan China Eastern Airlines (Dongfang) dengan Shanghai Airlines akhir tahun ini nanti tidak diikuti restrukturisasi karyawan yang jumlahnya mencapai 52.000. Bagaimana pemerintah Tiongkok telah menjanjikan tidak adanya PHK itu hanya demi terjaminnya lapangan kerja mereka.

Koran itu juga menulis, bagaimana Satar berani mengajukan syarat khusus kepada menteri perhubungan ketika dia akan diangkat menjadi CEO Garuda pada 2004 dulu. Syarat itu adalah, agar pemerintah tidak mencampuri penetapan rute mana yang harus diterbangi dan rute mana yang harus dihapus. Satar juga minta agar boleh melakukan apa saja untuk membuat perusahaan bisa laba. Ini, kata koran tersebut, bisa dijadikan pelajaran bagi Tiongkok untuk memperbaiki perusahaan penerbangannya.

Persaingan antarnegara, bahkan antarkota, memang kian keras. Diperlukan orang-orang seperti Emirsyah lebih banyak lagi. Saya yakin, Indonesia akan punya hubungan ekonomi yang kuat dan saling menguntungkan dengan Tiongkok. Tinggal bagaimana kita memanfaatkannya. Dan, Indonesia akan maju, mengalahkan negara-negara seperti Thailand, Filipna, Malaysia, dan Vietnam dalam waktu tujuh tahun ke depan.(*)

No comments:

Post a Comment