Thursday, October 1, 2009

Kabut dan Kembang api

Kamis, 01 Oktober 2009 , 11:33:00
Kabut dan Kembang api
Tiongkok 60 Tahun (1)

Cuaca pun harus diubah kalau Beijing sedang punya hajat besar, seperti yang terjadi pada 1 Oktober pagi ini. Di Beijing perayaan 60 tahun kemerdekaan Tiongkok diperingati secara khusus bukan hanya karena angka 60 itu. Angka 60 tahun memang istimewa dalam kehidupan orang Tionghoa. Sebab, dalam sistem kalender Tiongkok 60 tahun adalah waktu yang sempurna untuk mencapai tepat satu putaran kalender. Keistimewaan yang lain adalah: tahun ini bertepatan dengan peringatan 30 tahun modernisasi.

Sebenarnya sudah lima hari ini Beijing sangat berkabut. Matahari praktis tidak pernah kelihatan. Inilah ciri khas kalau Beijing memasuki musim gugur yang udaranya amat sejuk dan nyaman. Tapi, hari ini, udara Beijing yang berkabut itu akan "dipaksa" cerah. Langit akan direkayasa agar perayaan yang amat penting hari ini bisa berlangsung dalam suasana yang sangat ceria. Teknologi rekayasa cuaca sudah disiapkan matang. Sebanyak 28 pesawat angkut diubah untuk bersama-sama 48 pesawat pengubah kabut bertugas mengurus cuaca hari ini.

"Waktu Olimpiade tahun lalu sudah bisa dibuktikan bahwa kami mampu merekayasa cuaca. Besok kami lakukan lagi," tulis harian China Daily kemarin. Tentu tidak hanya cuaca Beijing yang harus tunduk pada pemerintah. Bandara internasional yang begitu sibuk pun harus ditutup selama tiga jam. Padahal, letak bandara itu berada satu jam perjalanan mobil di arah timur laut kota. Padahal, bandara tersibuk di Tiongkok ini terdiri atas lima terminal. Padahal, setiap menit harus ada pesawat yang turun dan naik. Padahal, ada 1.000 penerbangan setiap hari di bandara baru itu. Dari pengalaman saat penutupan bandara selama pembukaan Olimpiade tahun lalu, terdapat 300 pesawat yang harus tertunda. Tapi, yah harus terjadi. Kun fayakun.

Penduduk Kota Beijing sendiri dianjurkan untuk tidak perlu keluar rumah pagi ini. Cukup menonton siaran langsung dari televisi. Sebab, jalan-jalan utama di pusat kota akan ditutup total. Penutupan itu begitu luasnya sehingga praktis dalam radius ring road 3 lalu lintas akan terpengaruh. Di Kota Beijing sudah dibangun ring road sampai 6 lingkar sehingga bisa diartikan separo Kota Beijing harus bebas dari hambatan apa pun.

Saya sendiri yang mendapat undangan untuk menghadiri perayaan itu, sudah diminta bangun pukul 03.30 untuk berkumpul di lobi hotel pukul 04.00. Lalu harus berkumpul dulu di Press Centre untuk bersama-sama dengan tamu dari negara lain berangkat ke Tian An Men, pusat perayaan dan parade pagi ini. Padahal, acaranya baru dimulai pukul 10.00.

Kali ini Tiongkok memang mengundang dua pimpinan media dari setiap negara. Dari Indonesia Jawa Pos dan Antara. Saya lihat delegasi ini dari lebih 100 negara. Terutama negara-negara Asia Tenggara, Asia Selatan, Asia Barat, Afrika, dan Amerika Latin. Tiongkok seperti ingin memberikan contoh kepada negara-negara berkembang itu bahwa negara miskin dan terbelakang pun bisa mengalahkan negara Barat kalau bekerja dengan sungguh-sungguh. 30 tahun lalu, Tiongkok lebih miskin dari umumnya negara yang diundang ini. Tapi, hanya dalam tiga dekade semuanya lewat. Bahkan, kini Tiongkoklah yang bisa diandalkan untuk menjadi pemimpin baru dunia menggantikan Amerika "atau setidaknya tidak lagi hanya Amerika.

Kapan peran sebagai pemimpin baru dunia itu tiba" Para pejabat tinggi Tiongkok yang bertemu dengan delegasi media ini selalu merendah. Khas timur. "Kami masih jauh untuk bisa disebut menjadi negara maju. Kami masih harus bekerja sangat keras. Kami masih punya banyak persoalan. Misalnya, ketimpangan antara kota-desa dan pantai-pedalaman. Tapi, kami yakin saat itu akan tiba," ujar deputi menteri penerangan menjawab pertanyaan media dari Nepal.

Negara seperti Nepal yang baru merdeka dua tahun lalu tentu baru bisa bermimpi. Nepal masih penuh dengan persoalan. Mereka masih kisruh dalam merumuskan UUD setelah raja terakhir Nepal menyerahkan kerajaan kepada rakyat. Negara yang hanya berpenduduk 7 juta ini (sebesar Surabaya + Sidoarjo), masih berantem untuk mencari bentuk negara: kesatuan atau federasi. Setelah disepakati berbentuk federasi, mereka masih berantem lagi. Negara kecil itu akan terbagi dalam berapa negara bagian. Ada yang menginginkan 15 negara bagian ada yang minta 17 negara bagian. Maksudnya, agar satu suku kecil pun punya satu negara bagian sendiri. Lalu mereka juga masih berantem karena para pejuang komunis yang selama ini menuntut kemerdekaan dari kerajaan minta otomatis jadi tentara. Mirip sekali dengan apa yang dialami di Indonesia di awal kemerdekaan dulu. Tentara tidak mau menerima mereka karena ada sekitar 32.000 pejuang bersenjata yang kalau diterima, berarti komunis akan menguasai kemiliteran.

Negara-negara di sekitar Tiongkok masih seperti itu. Afghanistan masih ribut antarsuku yang saling berebut kekuasaan: Pastun, Tajik, dan Hazara. Padahal, mereka punya musuh bersama: Taliban. "Tapi, Afghanistan sekarang sudah lebih damai lho. Kabul sudah lebih aman daripada Islamabad, ibu kota Pakistan," ujar Kazim al Gulzari, pemilik harian Daily Outlook yang sukunya Hazara. "Datanglah ke Kabul," ujarnya kepada saya. "Memang kalau malam masih belum berani keluar, tapi sebenarnya aman," tambahnya. Saya pun berjanji ke Afghanistan dalam waktu dekat karena dia juga berjanji ke Indonesia akhir bulan ini: untuk membeli kertas koran.

Para pimpinan media dari Afrika yang umumnya baru sekali ini melihat Tiongkok, tidak habis keheranannya melihat Tiongkok sekarang. "Makanya Tiongkok agresif sekali masuk pasar Afrika," ujar salah satu dari mereka. Tiongkok kini memang memasuki Afrika secara besar-besaran, sampai-sampai membuat heran negara Barat. Kok mau Tiongkok masuk negara yang penuh dengan pergolakan. Perminyakan, telekomunikasi, infrasruktur di negara-negara Afrika kini memang dikuasai Tiongkok. Afrika memang penuh risiko, tapi rupanya justru itulah yang dilihat Tiongkok sebagai peluang. Sebagaimana mi Sedaap dari Surabaya yang berani masuk Nigeria 10 tahun lalu dan kini sudah berhasil menguasai pasar mi di sana. Tentu dengan risiko ada pegawainya yang dirampok dan bahkan dibunuh.

Demikian juga delegasi dari Brazil, Argentina, Chili, Meksiko, Kolombia, dan seterusnya. Umumnya baru sekali ini ke Tiongkok. Mereka tidak menyangka bahwa Tiongkok sudah mencapai tahapan sekarang ini. "Bagaimana keadaan semaju ini masih dikatakan negara berkembang. Shanghai ini sudah melebihi New York," ujar pemimpin media dari Kolombia. Sekali lagi, pejabat-pejabat tinggi Tiongkok merendah. "Kami masih punya banyak persoalan," katanya.

Tentu tidak hanya pagi ini perayaan kemerdekaan dilakukan secara spektakuler. Masih diteruskan lagi nanti malam. Pergelaran kesenian diadakan besar-besaran di lapangan Tian An Men yang letaknya di depan Istana Kota Terlarang itu. Kembang api yang akan dipergunakan untuk menghiasi langit Beijing nanti malam, misalnya, dua kali lipat dari yang digunakan saat pembukaan Olimpiade yang sudah mengagumkan dunia itu.Dan saya juga berada di situ nanti malam" (*)

No comments:

Post a Comment