SBY-JK; Memuaskan dan Tidak Memuaskan
Pasangan SBY-JK sebenarnya tetaplah yang terbaik. Bahkan, terbaik
dalam sejarah hubungan presiden dan wakil presiden kita. Memang ada
sedikit kesan negatif, yaitu kurang kompak. Tapi, juga muncul banyak
kesan positif, yaitu citra berjalannya saling kontrol dan saling
mengisi.
Intinya, pemerintahan selama lima tahun ini terbukti bisa berjalan
sangat stabil. Bukan stabil-beku, tapi stabil dinamis -yang antara lain
lahir dari kekurangkompakan itu. Hubungan SBY-JK boleh dikata ibarat
hubungan dua orang yang sama-sama dewasa.
Mungkin, memang ada beberapa program yang kurang berjalan karena
kesan kurang kompak itu. Tapi, juga banyak program yang berjalan lebih
baik karena proses saling isi itu. Masyarakat nasional dan internasional
sudah terbiasa dengan apa yang berjalan stabil-dinamis selama lima
tahun terakhir.
Adanya perubahan memerlukan waktu transisi lagi. Bukan transisi di
kalangan pemerintahan, tapi transisi di luar pemerintah. Sebuah transisi
yang bisa jadi di luar kontrol pemerintah. Respons melemahnya pasar
modal dan pasar uang setelah hubungan SBY-JK resmi pisah adalah salah
satu petunjuk nyatanya. Meski mungkin saja itu respons sementara, tetap
saja masa transisi tersebut menghilangkan momentum yang seharusnya bisa
untuk start agar Indonesia bisa langsung terbang.
Kalau toh pasangan itu kurang memuaskan SBY secara pribadi
(yang sebenarnya juga kurang memuaskan JK secara pribadi), hal-hal yang
pribadi seperti itu mestinya dikalahkan oleh kepentingan bangsa yang
lebih luas. Apalagi keduanya sudah membuktikan mampu memerankan sebagai
orang yang sama-sama dewasa.
Realitas politik hasil pemilu legislatif memang membuat SBY bisa
punya posisi tawar yang jauh lebih besar. Termasuk bisa melakukan apa
pun yang lebih dia inginkan. SBY barangkali akan memilih pasangan yang
akan bisa sangat memuaskan dirinya. Tentu pilihan itu secara pribadi
akan lebih memuaskan. Tapi, kalau kepuasan tersebut mirip dengan
kepuasan orang yang mabuk kemenangan, itu bisa tidak memuaskan bangsa.
Momentum stabilnya politik dan keamanan selama lima tahun terakhir mestinya bisa berlanjut setidaknya lima tahun lagi. Kalau toh Indonesia
perlu guncangan, sebaiknya guncangan itu jangan datang terlalu cepat
seperti ini. Kalau guncangan itu datangnya lima tahun lagi, barangkali
tidak perlu dirisaukan karena posisi terbang ”pesawat jumbo jet
Indonesia” sudah lebih tinggi.
Keinginan SBY untuk tidak lagi menggandeng JK sudah tentu diharapkan
tidak sekadar berasal dari keinginan untuk hanya memuaskan pribadinya.
Realitas di lapangan sering tidak sejalan dengan keinginan seseorang
-sebaik apa pun keinginan itu. Tentu masih ada peluang bahwa pasangan
baru nanti lebih baik daripada SBY-JK. Hanya saja, untuk membuktikannya,
orang masih harus melihat hasilnya lima tahun lagi. (*)
No comments:
Post a Comment