Tuesday, June 3, 2003

Tarif Listrik Regional: Harus tapi Khawatir

Selasa, 3 Juni 2003
Catatan Dahlan Iskan
Tarif Listrik Regional: Harus tapi Khawatir

DI banyak daerah, ongkos produksi PLN jauh lebih tinggi dari harga jual ke masyarakat. Ini karena PLN di banyak daerah harus memproduksi listrik dengan tenaga diesel yang berbahan bakar solar. (Solar adalah peringkat tertinggi tingkat kemahalannya untuk memperoduksi listrik, jauh lebih mahal dibanding -sesuai dengan urutannya: gas, batu bara, air, nuklir dan angin).

Sunday, June 1, 2003

Kalau Saja Disewakan ke Indonesia…

01 Juni 2003
Catatan Dahlan Iskan
Kalau Saja Disewakan ke Indonesia…

“Pengin jadi jutawan?”
“Gampang!”
“Gampang bagaimana?”
“Jadikan diri Anda seorang miliader dulu. Lalu, bikinlah perusahaan penerbangan. Anda akan segera jadi jutawan…”

Saturday, December 21, 2002

Mampir ke Zhuhai, setelah Sebulan Belajar Putonghua di Tiongkok

21 Desember 2002
Mampir ke Zhuhai, setelah Sebulan Belajar Putonghua di Tiongkok
Wewenang Lebih Penting dari Uang

Pulang dari belajar bahasa mandarin (Putonghua) di Jiangxi Shi Fan University Nanchang, CEO Jawa Pos DAHLAN ISKAN mampir di kota Zhuhai. Dia sangat tertarik dengan kota ini. Berikut catatannya:

Wednesday, May 2, 2001

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (12)

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (12)
Bagaimana dalam 20 tahun satu koran kecil jadi dominan di Indonesia?
Oleh: MAX WANGKAR
Sumber: PANTAU, edisi Mei 2001

APRIL 2000, Eric Samola mengundurkan diri dari kursi direktur utama PT Jawa Pos. Samola diganti oleh Dahlan. Saat itu Goenawan Mohamad, dalam kedudukan sebagai presiden komisaris PT Jawa Pos, merasa tak enak melihat Yusril Djalinus dan Zulkifly Lubis, keduanya anggota direksi PT Grafiti Pers, dan orang-orang yang dipercayai Goenawan, belum kebagian kursi Jawa Pos. Maka pengunduran diri Samola membawa perubahan lain. Para pemegang saham menunjuk Harjoko Trisnadi, salah satu pemegang saham PT Jawa Pos, dan Zulkifly Lubis masuk dalam jajaran direksi PT Jawa Pos mendampingi dua direksi lama pasangan Dahlan yakni Ratna Dewi dan Imam Soeroso. Sedangkan Yusril Djalinus diberi kursi dalam jajaran komisaris bersama para pemegang saham individual macam Goenawan Mohamad.

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (11)

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (11)
Bagaimana dalam 20 tahun satu koran kecil jadi dominan di Indonesia?
Oleh: MAX WANGKAR
Sumber: PANTAU, edisi Mei 2001

GRAHA Pena, kantor pusat Jawa Pos benar-benar menjadi sebuah menara pertanda kemakmuran. Halaman parkir luas penuh mobil. Beberapa lantai diberi void (kosong) sehingga pemandangan sangat banglas, antara lain di lobi. Ruang redaksi Jawa Pos di lantai IV, pun diberikan void pada lantai V sehingga para wartawan bisa menerawang tinggi sambil melirik siaran televisi dari sekitar 17 pesawat monitor televisi yang dipajang di tiga penjuru ruang redaksi.

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (10)

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (10)
Bagaimana dalam 20 tahun satu koran kecil jadi dominan di Indonesia?
Oleh: MAX WANGKAR
Sumber: PANTAU, edisi Mei 2001

DAHLAN Iskan mengatakan, "Koran yang pakai nama Suara menurut pengalaman kami selalu jelek," ketika saya tanya soal Suara Maluku dan Ambon Ekspres yang masing-masing dituding menjadi corong kelompok Kristen dan Muslim yang telah dua tahun bertikai di Maluku. Menurut Dahlan, mulanya Jawa Pos memiliki Suara Maluku di Ambon. Koran ini senantiasa rugi sehingga manajemennya berkali-kali dibenahi, khususnya oleh tim yang dipimpin Alwi Hamu dari Fajar Makasar.

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (9)

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (9)
Bagaimana dalam 20 tahun satu koran kecil jadi dominan di Indonesia?
Oleh: MAX WANGKAR
Sumber: PANTAU, edisi Mei 2001

PADA 1993 Jawa Pos mempunyai 23 perusahaan pers yang dibagi dalam tiga kelompok.
  • Kelompok pertama sudah membagikan dividen total Rp 400 juta terdiri dari Manuntung Balikpapan, Fajar Makasar, Akcaya Pontianak, dan majalah Liberty Surabaya.
  • Kelompok kedua yang dinilai sudah mandiri dan bisa menghasilkan laba: Nyata dan Putera Harapan di Surabaya, Riau Pos, dan Manado Post.
  • Kelompok ketiga masih disubsidi terbatas dan perkembangannya membaik: Suara Nusa (dahulu Lombok Pos), Radar Surabaya (dahulu Suara Indonesia), Kompetisi (Surabaya), Komputek (Surabaya), Memorandum (Surabaya), Mercu Suar (Palu), Agrobis (Surabaya), Radar Solo (dahulu Jawa Anyar), Suara Maluku (Ambon), Cendrawasih Pos (Jayapura), Independent (Jambi), Palangkaraya Pos, Semarak (Bengkulu), dan Batam Pos. Omset kelompok kedua ini pada 1992 tercatat total Rp 12 miliar.

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (8)

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (8)
Bagaimana dalam 20 tahun satu koran kecil jadi dominan di Indonesia?
Oleh: MAX WANGKAR
Sumber: PANTAU, edisi Mei 2001

UTANG Jawa Pos itu banyak. Lebih dari Rp 100 miliar, kata Leonardi Kusen, presiden komisaris PT Jawa Pos sejak April 2000. Utang-utang itu antara lain untuk membangun pabrik kertas PT Adiprima Suraprinta, Gresik, serta pembelian mesin percetakan yang bertaburan di puluhan kota, mulai dari Medan hingga Jayapura. Namun back up utang itu cukup kuat, sebab seluruh aset Jawa Pos, menurut Leonardi Kusen, sekitar Rp 300 miliar. Itu cuma aset Jawa Pos yang sudah bisa diaudit.

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (7)

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (7)
Bagaimana dalam 20 tahun satu koran kecil jadi dominan di Indonesia?
Oleh: MAX WANGKAR
Sumber: PANTAU, edisi Mei 2001

DI Jakarta Jawa Pos mula-mula masuk ke harian Merdeka milik keluarga B.M. Diah, dengan mendirikan PT Wahana Ekonomi Semesta. Menurut Margiono, wakil direktur Jawa Pos yang berkantor di Jakarta, perusahaan itu 40 persen milik Jawa Pos, 40 persen kelompok Merdeka, dan 20 persen karyawan. Sekarang yang disebut kelompok Merdeka ternyata beberapa mantan orang Tempo yang meninggalkan pemimpin redaksi Goenawan Mohamad saat pembredelan Juni 1994. Mereka antara lain Harjoko Trisnadi, Mastum Mahtum, dan Lukman Setiawan yang diperkuat Alwi Hamu dari Makassar. Mereka tadinya memang bekerjasama dengan keluarga B.M. Diah untuk mengelola harian Merdeka.

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (6)

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (6)
Bagaimana dalam 20 tahun satu koran kecil jadi dominan di Indonesia?
Oleh: MAX WANGKAR
Sumber: PANTAU, edisi Mei 2001

DALAM buku Jawa Pos Koran Kita yang diterbitkan 1 Januari tahun 2000, disebutkan kelompok Jawa Pos ada sebanyak 67 koran dan tabloid. Mereka tergabung dalam delapan armada yang disebut "kapal induk". Delapan armada itu masing-masing:
  • Jawa Pos (Jawa Timur dan Jawa Tengah hingga Nusa Tenggara) dengan pangkalan Surabaya; 
  • Riau Pos (Riau, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat) dengan pangkalan Pekanbaru; 
  • Sumatera Ekspres (Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung) dengan pangkalan Palembang; 
  • Rakyat Merdeka (Jakarta, Jawa Barat, dan sebagian Jawa Tengah) di Jakarta; 
  • Akcaya (Kalimantan Barat) di Pontianak; 
  • Armada Manuntung (Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Tengah) di Balikpapan; 
  • Kelompok Fajar di Sulawesi Selatan dan Maluku, 
  • Armada Manado Post (Sulawesi Utara, Halmahera, Papua Barat) dengan pangkalan Manado.