Wednesday, May 2, 2001

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (10)

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (10)
Bagaimana dalam 20 tahun satu koran kecil jadi dominan di Indonesia?
Oleh: MAX WANGKAR
Sumber: PANTAU, edisi Mei 2001

DAHLAN Iskan mengatakan, "Koran yang pakai nama Suara menurut pengalaman kami selalu jelek," ketika saya tanya soal Suara Maluku dan Ambon Ekspres yang masing-masing dituding menjadi corong kelompok Kristen dan Muslim yang telah dua tahun bertikai di Maluku. Menurut Dahlan, mulanya Jawa Pos memiliki Suara Maluku di Ambon. Koran ini senantiasa rugi sehingga manajemennya berkali-kali dibenahi, khususnya oleh tim yang dipimpin Alwi Hamu dari Fajar Makasar.

Ketika terjadi bentrokan yang meluas jadi permusuhan Islam-Kristen, para karyawan Suara Maluku yang beragama Islam menghadapi kesulitan pergi ke kantor karena Suara Maluku terletak di daerah pemukiman Kristen. Karena mereka menganggur, mereka minta percetakan dan bikin koran baru dengan nama Ambon Ekspres. Dalam masthead kepengurusan, dua-duanya memasang nama direktur utama: Haji Dahlan Iskan. 

Tragisnya dua koran yang satu pemilik itu partisan dalam meliput Ambon. Keduanya terjebak dalam permusuhan antaragama. "Kami putus hubungan dengan mereka. Komunikasi ke sana sulit, bahkan tidak bisa," kata Dahlan. "Saya tidak bisa menghentikan mereka, tapi kalau pemerintah mau sebenarnya gampang. Ledakkan dan hancurkan saja percetakan mereka. Tapi jangan saya yang lakukan. Saya tak mampu," kata Dahlan, tanpa bisa menyembunyikan kemarahannya.

Padahal di Surabaya Dahlan punya dua tabloid agama yang tidak bermasalah: Gloria, tabloid mingguan rohani Kristen dengan oplah 18 ribu dan Nuraini, tabloid untuk umat Islam yang tirasnya sekitar 8.000 eksemplar. Dalam masthead kedua tabloid itu tercantum direktur utama bernama Dahlan Iskan. Dua-duanya berkantor di Graha Pena, tidak ada masalah Muslim dan Kristen di sana.

Selain itu Jawa Pos juga mempunyai tabloid kebatinan atau hal-hal yang mistik, yakni Posmo: Metafisika dan Pengobatan Alternatif serta majalah Liberty. Penggemar tabloid dan majalah ini ternyata cukup tinggi sehingga oplahnya mencapai 70 ribu sedangkan isinya sekitar 50 persen dipenuhi dengan iklan klenik dan perdukunan.

Pada April 2001, berbagai ragam koran, tabloid dan majalah yang diterbitkan kelompok Jawa Pos News Network, saya perkirakan sudah sekitar seratus. Dari kunjungan saya ke Pontianak, Surabaya, Makassar, dan Pekanbaru saja, saya menemukan masing-masing "kapal induk" itu sudah mempunyai biduk dan anak armada baru yang tidak tercantum dalam buku Jawa Pos Koran Kita.

Di Sumatra Utara saja, menurut buku pemberian Dahlan Iskan itu, ada lima koran: Radar Medan, Padang Ekspres, Riau Pos, Utusan (kini Pekan Baru Pos), dan Sijori Pos (Tanjung Pinang)). Ketika saya berkunjung ke Pekanbaru, di sana sudah bertambah empat koran baru yakni Radar Nauli ( Sibolga), Batam Pos, dan Batam Ekspres (keduanya Batam) serta Dumai Pos di Dumai.

Demikian pula kelompok Akcaya Pontianak. Selain menerbitkan Pontianak Post (model Jawa Pos) dan Ekuator (model Pos Kota di Jakarta), Februari 2001 sudah melahirkan koran Kapuas Pos (untuk pemasaran Sanggau dan Sintang), dan Kun Dian Ri Bao. Yang disebut terakhir ini koran berbahasa Cina yang pengisiannya dilakukan redaksi di kantor pusat Akcaya Pontianak. Aksara Cina dan tata letaknya dibuatkan di Kuching, Malaysia. Selanjutnya dikirim kembali ke Akcaya untuk dicetak dan dipasarkan di Kalimantan Barat, yang punya populasi orang Cina cukup besar. Untuk pencetakannya, Dahlan membeli software komputer dari Republik Rakyat Cina.

Ketika berkunjung ke Pontianak, Dahlan sudah menginstruksikan Untung Sukarti untuk segera pergi ke kota Ketapang mencari lokasi untuk percetakan pers. "Satu minggu ya! Duit tidak masalah," perintah Dahlan. Dengan memasang percetakan di Ketapang, tentu saja Dahlan ingin menerbitkan koran di situ. Maklum, Ketapang telah disebut-sebut bakal menjadi salah satu ibukota provinsi pecahan Kalimantan Barat.

Kelompok Jawa Pos News Network di Sulawesi Selatan pun tidak ketinggalan melakukan ekspansi. Menurut Jawa Pos Koran Kita, di Makasar baru ada harian pagi Fajar (model Jawa Pos) dan Bina Baru (model Pos Kota). Sewaktu saya berkunjung, Maret lalu, Bina Baru telah berganti nama menjadi Berita Kota (koran kriminal seperti Pos Kota di Jakarta), dan di situ sudah diterbitkan pula Ujung Pandang Ekspres (koran petang meniru harian Suara Pembaruan Jakarta). Selain itu, Fajar juga telah melahirkan dua koran kabupaten yakni Palopo Pos, dan Pare-Pare Pos, serta Golo (tabloid olahraga) dan Intim (tabloid keluarga). 

Saya tidak sempat mengunjungi tiga "kapal induk" Jawa Pos di Palembang, Balikpapan, dan Manado, tapi bisa dipastikan armada mereka pun sudah lebih dari sekadar apa yang tercantum dalam buku Jawa Pos Koran Kita. Dapat dipastikan kelompok Jawa Pos di Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua Barat juga sudah lebih banyak dari yang disebutkan dalam buku itu.

Era reformasi yang membebaskan orang menerbitkan pers tanpa perlu izin dari pemerintah benar-benar dimanfaatkan Dahlan Iskan. Di mana ia melihat peluang bikin koran, langsung disabetnya. Hampir setiap ibukota provinsi telah diterbitkan olehnya minimal dua suratkabar, satu sebagai suratkabar umum meniru Jawa Pos atau Kompas, dan satu lagi suratkabar khusus tentang kriminal, dan seks meniru koran Pos Kota di Jakarta. 

Jenis pers apa yang tidak dimasuki Dahlan? Hampir semua pers yang laris di Jakarta telah ditiru Jawa Pos. Maka ada tabloid Agrobis yang meniru majalah Trubus, ada Nyata yang meniru Nova, ada Ototren yang mengikuti tabloid Otomotif, dan sebagainya. Ketika ramai musim kampanye politik tahun 1998, Dahlan sempat menerbitkan empat koran politik yang menjadi bendera empat partai. Harian Abadi dikelola Partai Bulan Bintang, Duta Masyarakat menjadi corong Partai Kebangkitan Bangsa, Demokrat diasuh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Amanat untuk corong Partai Amanat Nasional (PAN). Pengisian dilakukan sendiri oleh masing-masing partai, tapi manajemen dalam kelompok Jawa Pos. Golkar pun memanfatkan Bhirawa, juga dalam kelompok Jawa Pos.

No comments:

Post a Comment