Tuesday, March 30, 2004

Ubah Rel KA Menjadi Jalan Tol

30 Maret 2004
Ubah Rel KA Menjadi Jalan Tol
Catatan: Dahlan Iskan
 
Pertengahan bulan ini, CEO Jawa Pos Group Dahlan Iskan, kembali berada di Tiongkok. Kali ini ke propinsi paling utara yang amat dingin. Berikut catatan ringannya.

SAYA memang suka mengendarai mobil dengan cepat, namun supir yang membawa saya di jalan tol antara Changchun-Jilin-Harbin ini jauh lebih berani. Ia hampir selalu memacu kendaraannya 180 km/jam. Saya yang duduk di belakang supir, selalu melirik ke speedometer. Tentu dengan doa mudah-mudahan si supir tidak menaikkan jarum itu ke angka 200 km/jam. Memang, saya juga sering carter mobil untuk perjalanan Makkah-Madinah yang jalannya amat lebar, sepi dan mulus itu. Namun di perjalanan sejauh 450 Km ini supir umumnya juga hanya lari maksimum 160 Km/jam.

Saturday, November 29, 2003

Belajar Mengatasi Krismon dari Tiongkok

29 November 2003
Belajar Mengatasi Krismon dari Tiongkok
Catatan Dahlan Iskan

DALAM seminar besar yang diselenggarakan mahasiswa Universitas Petra Surabaya bulan lalu, seorang peserta bertanya pada saya: apakah Tiongkok juga akan mengalami krisis ekonomi? Pertanyaan tersebut dikemukakan lantaran negeri itu sudah mengalami pertumbuhan ekonomi antara 9 sampai 12 persen pertahun selama sudah lebih dari 10 tahun berturut-turut.

Tuesday, June 3, 2003

Tarif Listrik Regional: Harus tapi Khawatir

Selasa, 3 Juni 2003
Catatan Dahlan Iskan
Tarif Listrik Regional: Harus tapi Khawatir

DI banyak daerah, ongkos produksi PLN jauh lebih tinggi dari harga jual ke masyarakat. Ini karena PLN di banyak daerah harus memproduksi listrik dengan tenaga diesel yang berbahan bakar solar. (Solar adalah peringkat tertinggi tingkat kemahalannya untuk memperoduksi listrik, jauh lebih mahal dibanding -sesuai dengan urutannya: gas, batu bara, air, nuklir dan angin).

Sunday, June 1, 2003

Kalau Saja Disewakan ke Indonesia…

01 Juni 2003
Catatan Dahlan Iskan
Kalau Saja Disewakan ke Indonesia…

“Pengin jadi jutawan?”
“Gampang!”
“Gampang bagaimana?”
“Jadikan diri Anda seorang miliader dulu. Lalu, bikinlah perusahaan penerbangan. Anda akan segera jadi jutawan…”

Saturday, December 21, 2002

Mampir ke Zhuhai, setelah Sebulan Belajar Putonghua di Tiongkok

21 Desember 2002
Mampir ke Zhuhai, setelah Sebulan Belajar Putonghua di Tiongkok
Wewenang Lebih Penting dari Uang

Pulang dari belajar bahasa mandarin (Putonghua) di Jiangxi Shi Fan University Nanchang, CEO Jawa Pos DAHLAN ISKAN mampir di kota Zhuhai. Dia sangat tertarik dengan kota ini. Berikut catatannya:

Wednesday, May 2, 2001

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (12)

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (12)
Bagaimana dalam 20 tahun satu koran kecil jadi dominan di Indonesia?
Oleh: MAX WANGKAR
Sumber: PANTAU, edisi Mei 2001

APRIL 2000, Eric Samola mengundurkan diri dari kursi direktur utama PT Jawa Pos. Samola diganti oleh Dahlan. Saat itu Goenawan Mohamad, dalam kedudukan sebagai presiden komisaris PT Jawa Pos, merasa tak enak melihat Yusril Djalinus dan Zulkifly Lubis, keduanya anggota direksi PT Grafiti Pers, dan orang-orang yang dipercayai Goenawan, belum kebagian kursi Jawa Pos. Maka pengunduran diri Samola membawa perubahan lain. Para pemegang saham menunjuk Harjoko Trisnadi, salah satu pemegang saham PT Jawa Pos, dan Zulkifly Lubis masuk dalam jajaran direksi PT Jawa Pos mendampingi dua direksi lama pasangan Dahlan yakni Ratna Dewi dan Imam Soeroso. Sedangkan Yusril Djalinus diberi kursi dalam jajaran komisaris bersama para pemegang saham individual macam Goenawan Mohamad.

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (11)

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (11)
Bagaimana dalam 20 tahun satu koran kecil jadi dominan di Indonesia?
Oleh: MAX WANGKAR
Sumber: PANTAU, edisi Mei 2001

GRAHA Pena, kantor pusat Jawa Pos benar-benar menjadi sebuah menara pertanda kemakmuran. Halaman parkir luas penuh mobil. Beberapa lantai diberi void (kosong) sehingga pemandangan sangat banglas, antara lain di lobi. Ruang redaksi Jawa Pos di lantai IV, pun diberikan void pada lantai V sehingga para wartawan bisa menerawang tinggi sambil melirik siaran televisi dari sekitar 17 pesawat monitor televisi yang dipajang di tiga penjuru ruang redaksi.

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (10)

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (10)
Bagaimana dalam 20 tahun satu koran kecil jadi dominan di Indonesia?
Oleh: MAX WANGKAR
Sumber: PANTAU, edisi Mei 2001

DAHLAN Iskan mengatakan, "Koran yang pakai nama Suara menurut pengalaman kami selalu jelek," ketika saya tanya soal Suara Maluku dan Ambon Ekspres yang masing-masing dituding menjadi corong kelompok Kristen dan Muslim yang telah dua tahun bertikai di Maluku. Menurut Dahlan, mulanya Jawa Pos memiliki Suara Maluku di Ambon. Koran ini senantiasa rugi sehingga manajemennya berkali-kali dibenahi, khususnya oleh tim yang dipimpin Alwi Hamu dari Fajar Makasar.

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (9)

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (9)
Bagaimana dalam 20 tahun satu koran kecil jadi dominan di Indonesia?
Oleh: MAX WANGKAR
Sumber: PANTAU, edisi Mei 2001

PADA 1993 Jawa Pos mempunyai 23 perusahaan pers yang dibagi dalam tiga kelompok.
  • Kelompok pertama sudah membagikan dividen total Rp 400 juta terdiri dari Manuntung Balikpapan, Fajar Makasar, Akcaya Pontianak, dan majalah Liberty Surabaya.
  • Kelompok kedua yang dinilai sudah mandiri dan bisa menghasilkan laba: Nyata dan Putera Harapan di Surabaya, Riau Pos, dan Manado Post.
  • Kelompok ketiga masih disubsidi terbatas dan perkembangannya membaik: Suara Nusa (dahulu Lombok Pos), Radar Surabaya (dahulu Suara Indonesia), Kompetisi (Surabaya), Komputek (Surabaya), Memorandum (Surabaya), Mercu Suar (Palu), Agrobis (Surabaya), Radar Solo (dahulu Jawa Anyar), Suara Maluku (Ambon), Cendrawasih Pos (Jayapura), Independent (Jambi), Palangkaraya Pos, Semarak (Bengkulu), dan Batam Pos. Omset kelompok kedua ini pada 1992 tercatat total Rp 12 miliar.

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (8)

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (8)
Bagaimana dalam 20 tahun satu koran kecil jadi dominan di Indonesia?
Oleh: MAX WANGKAR
Sumber: PANTAU, edisi Mei 2001

UTANG Jawa Pos itu banyak. Lebih dari Rp 100 miliar, kata Leonardi Kusen, presiden komisaris PT Jawa Pos sejak April 2000. Utang-utang itu antara lain untuk membangun pabrik kertas PT Adiprima Suraprinta, Gresik, serta pembelian mesin percetakan yang bertaburan di puluhan kota, mulai dari Medan hingga Jayapura. Namun back up utang itu cukup kuat, sebab seluruh aset Jawa Pos, menurut Leonardi Kusen, sekitar Rp 300 miliar. Itu cuma aset Jawa Pos yang sudah bisa diaudit.