Membangun Swiss Minus Gunung Es untuk Ibu Suri
Strategi Merebut Hati dan Mengisi Perut di Golden Triangle (2)
Sukses proyek rehabilitasi pusat opium dunia
di Golden Triangle tak bisa dilepaskan dari pengaruh dua figur kerajaan
yang dihormati di Thailand: Ibu Suri dan Khun Chai. Lewat yayasannya,
keduanya berhasil mengerahkan partisipasi warga sehingga bisa
mengalahkan pengaruh buruk sindikat opium dan perdagangan senjata
ilegal.
SALAH satu cita-cita kecil Khun Chai adalah menjadi pengusaha. Karena
itu, dia masuk sekolah bisnis di Indiana, USA. Tapi, sebagai keluarga
kerajaan, Khun Chai tidak bisa memilih kehidupan semaunya sendiri.
Setiap keluarga kerajaan harus memegang prinsip ini: salah satu anak
lelaki di keluarga itu harus mengabdikan hidupnya untuk negara.
“Padahal, di keluarga saya, sayalah anak laki-laki satu-satunya,”
ujarnya.
Karena itu, dia harus mengabdi ke negara. Yakni, jadi sekretaris Ibu
Suri. Bagaimana dengan anak-anaknya? “Saya punya dua anak laki-laki.
Saya serahkan sepenuhnya kepada mereka. Mereka akan berunding siapa di
antara keduanya yang harus mengabdi kepada negara,” ujar Khun Chai.
Khun Chai adalah contoh terbaik bagaimana menggunakan sisa umur yang
panjang. Kini umurnya sudah 70 tahun, tapi pengabdian yang dia tangani
seperti masih memerlukan jasanya 70 tahun lagi. Sikap ini dia teladani
langsung dari Ibu Suri Kerajaan Muangthai. Justru di usia Ibu Suri yang
ke-90 proyek rehabilitasi pusat opium dunia ini dimulai.
Memang, Ibu Surilah yang menjadi inspirator sekaligus promotor
perubahan kawasan Golden Triangle ini. Hanya, Ibu Suri memang amat
beruntung punya sekretaris yang bernama Khun Chai yang bisa melaksanakan
semua keinginannya dengan sepenuh hati.
“Khun Chai” sebenarnya bukan nama, melainkan semacam gelar kerajaan.
Mirip Gusti Raden atau sebangsanya itu. Nama sebenarnya adalah Mom
Rajawongse Disnadda Diskul. Hanya, semua orang memanggilnya dengan
panggilan gelar kerajaan itu.
Setiap tahun, kisah Khun Chai, Ibu Suri memang tetirah ke
Swiss untuk beristirahat beberapa bulan di istananya di sana. Ibu Suri
sangat menyukai alam Swiss yang indah, damai, dan bergunung-gunung itu.
Apalagi di Swiss terdapat gunung es abadi yang bisa untuk bermain ski
yang menjadi salah satu kesukaannya.
Tapi, Ibu Suri menyadari begitu usia mencapai 90 tahun tidak mungkin
lagi mondar-mandir ke Swiss. Begitu berusia 90 tahun Ibu Suri ingin
menetap di Thailand. Persoalannya: di mana alam yang seperti Swiss di
Thailand ini? Ibu Suri tidak mau tinggal di Bangkok yang begitu sibuk
dan bising.
Khun Chailah yang menemukan jalan keluarnya. Yakni, di satu
pegunungan, yang kalau Ibu Suri mau tinggal di situ bisa melihat lembah
yang menghampar hijau di bawah sana, dan memandang bukit-bukit yang
berpunuk-punuk di sekitarnya. Itulah pegunungan Doi Tung. Di atas bukit
Doi Tung inilah Khun Chai berencana membangun vila kerajaan untuk hari
tua Ibu Suri. Apalagi, setelah meninjau Doi Tung, Ibu Suri langsung
menyenanginya. Memang tidak ada gunung es di sekitarnya. Tapi, dalam
usia 90 tahun, toh gunung es sudah kurang ada gunanya.
Tapi, masih ada persoalan besar: wilayah ini tidak aman. Citra
wilayah ini juga sangat buruk di seluruh jagat raya: pusat opium dunia.
Bahkan, masih berada dalam kekuasaan tentara Khun Sha, raja opium yang
ditakuti di mana-mana. Kekuasaan Khun Sha atas wilayah itu (termasuk
sebagian wilayah Burma dan Laos) sudah seperti seorang diktator di suatu
negara tersendiri. Sialnya lagi, lokasi pusat perdagangan senjata yang
di bawah pohon besar itu, hanya kurang dari satu kilometer dari calon
lokasi vila Ibu Suri ini.
Kecintaan Khun Chai kepada Ibu Suri membuatnya berpikir keras untuk
mengatasi persoalan itu. Khun Chai berpikir untuk memberantas opium,
perdagangan senjata, dan kejahatan-kejahatan yang menyertainya di situ,
tidak bisa lagi berharap pada kekuatan formal pemerintah. Apalagi,
kekuatan bersenjata. Cara itu sudah terbukti gagal di masa lalu. Tapi,
Khun Chai tahu betapa rakyat sangat mencintai Ibu Suri. Senjata inilah
yang akan dipergunakan Khun Chai. Apalagi, kewibawaan Ibu Suri pasti di
atas kewibawaan raja Thailand yang lagi berkuasa sekali pun -yang tak
lain anaknya sendiri.
Maka Khun Chai mengemukakan idenya untuk mengubah Golden Triangle
dengan menggunakan pendekatan baru: merebut hati rakyat yang selama ini
dikuasai tentara sindikat Khun Sha dan memenuhi perut mereka yang selama
ini hanya bisa diisi oleh hasil penjualan opium. Biaya memang akan
besar. Tapi, modal yang lebih penting adalah keseriusan dan kesungguhan
melaksanakannya.
Termasuk keseriuan dalam mencari cara-cara yang bisa membuat proyek
ini berjalan lancar. Yang dipilih adalah memanfaatkan budaya masyarakat.
Yakni, budaya menghormati Ibu Suri, menghormati keluarga kerajaan,
mengagungkan angka 9, dan kepercayaan Buddhanya. Kalau mau, sebenarnya
bisa saja proyek ini dimulai dengan jalan pintas: titah raja. Yang
menentang: sikat!
Tapi Khun Chai tidak mau itu.
Di masa lalu sudah terbukti kekerasan dan pemaksaan untuk
menghancurkan ladang opium dan menumpas sindikat Khun Sha tidak membawa
hasil. Senjata yang akan dipakai Khun Chai cukup satu: Ibu Suri. Yakni,
momentum bahwa tiga tahun lagi Ibu Suri akan genap berusia 90 tahun dan
sejak saat itu bertekad menetap di Doi Tung.
Dengan memproklamasikan bahwa proyek ini akan dipersembahkan untuk
ulang tahun ke-90 Ibu Suri, ide besar ini mendapat tanggapan baik.
Berarti tiga tahun kemudian, 1990, sudah harus jadi. (Ibu Suri lahir
pada 1900).
Segeralah dibentuk yayasan yang sepenuhnya menggunakan nama Ibu Suri.
Bukan nama sebenarnya, melainkan nama yang pernah diberikan masyarakat
kepada Ibu Suri: Mae Fah Luang. Mae berarti ibu. Fah berarti langit.
Luang berarti kerajaan. Jadilah, Yayasan Mae Fah Luang: Ibu Kerajaan
Langit.
Rakyat kecil memberi gelar itu kepada Ibu Suri sejak 30 tahun
sebelumnya. Yakni, sejak Ibu Suri berusia 40 tahun. Waktu itu Ibu Suri
sedang tetirah di Istana Chiang Mai, dekat perbatasan dengan
Provinsi Yunnan, Tiongkok. Tiap hari dia menghabiskan waktu mengunjungi
desa-desa dekat perbatasan. Lalu bertemu sekelompok orang berpakaian
tentara yang dengan disiplin menjaga perbatasan. Itulah tentara
perbatasan. Dari pembicaraan dengan mereka, diketahuilah
persoalan-persoalan perbatasan yang khas: termasuk kemiskinan masyarakat
pegunungan yang suatu saat bisa saja menjadi faktor kerawanan
perbatasan. (Kerawanan yang dikhawatirkan seperti itu sudah terjadi
di sepanjang perbatasan Kalimantan-Malaysia, sehingga akhirnya batas
bergeser 20 kilometer. Akibat pergeseran di daratan itu, Pulau Sipadan
dan Ligitan menjadi masuk wilayah Malaysia).
Sejak sering ke perbatasan itu Ibu Suri memutuskan harus mengunjungi
semua desa di gunung-gunung terpencil di semua wilayah perbatasan.
Kendaraan yang digunakan adalah helikopter. Setiap hari Ibu Suri berada
di langit terbang ke sana kemari. Popularitas Ibu Suri kian melambung
saja. Rakyat kian tergila-gila padanya. Termasuk kemudian memberi gelar
Mae Fah Luang itu.
Dengan nama Yayasan Mae Fah Luang, upaya merebut hati rakyat lebih
mudah. Apalagi, ini untuk dipersembahkan pada ulang tahun sang Ibu
Langit di angka yang amat keramat: 90. Wujud proyek ini barangkali akan
berbeda kalau, misalnya, mengusung nama pemerinah atau swasta.
Proyek ini juga ditetapkan sebanyak 90 plot yang meliputi 19 desa
miskin. Tiap plot luasnya 99 rai. Tiap rai harus ditanami 99 pohon. Dan,
yang terlibat pembiayaan proyek ini harus 99 instansi. Instansi apa
saja? Di Thailand ada 73 provinsi (gubernur) dan 14 kementerian. Sudah
87. Ada angkatan udara, darat, laut, polisi. Sudah 91. Ada organisasi
wanita dari angkatan itu empat buah. Sudah 95. Ada lembaga tertinggi
negara satu buah. Sudah 96. Kurang tiga lagi. Raja dan permaisuri
diikutkan. Tinggal kurang satu. “Saya sendiri,” ujar Ibu Suri saat itu,
sebagaimana dikisahkan Khun Chai. (bersambung)
No comments:
Post a Comment