Krisis Sudah Masuk ke Ranah Tuhan
Krisis keuangan yang amat dahsyat ini akhirnya mampir juga ke ranah
Tuhan. Yakni, ketika tersiar berita begitu banyak lembaga sosial dan
keagamaan Yahudi yang menjadi korban investasi model Ponzi yang
dilakukan Bernard Madoff (Bernie) itu.
Seperti diatur saja, praktis semua rumah ibadah Yahudi menjadikan
kasus penipuan terbesar di dunia tersebut sebagai tema khotbah Hari
Sabtu (yaumus Sabbath) mereka. Ini tidak lain karena yang dituduh
sebagai penipu terbesar dalam sejarah umat manusia itu adalah tokoh
Yahudi dan yang banyak tertipu juga umat Yahudi.
Begitu kerasnya kecaman yang disampaikan para khotib di mimbar
Sabtuan itu, sampai-sampai ada pengkhotbah yang kali ini terpaksa
meminta maaf kepada jemaatnya. Yakni, karena si pengkhotbah terpaksa
harus mencela nama seseorang di mimbar yang suci itu.
”Selama ini kami tidak mau menjadikan soal bisnis dan politik menjadi
tema khotbah,” ujar seorang rabi konservatif di New York. ”Tapi, dalam
kasus ini terlalu banyak korban, sehingga sulit untuk tidak
dibicarakan,” tambahnya.
Dana yang tersedot ke bisnis model piramida yang dilakukan Bernie
tersebut memang mencapai USD 50 miliar atau sekitar Rp 600 triliun.
Beberapa hari setelah Bernie ditangkap, ratusan orang Yahudi yang
uangnya lenyap di situ mendatangi rumah Bernie yang seharga Rp 600
miliar itu di New York.
Bernie, 70 tahun, memang tokoh terkemuka Yahudi. Dia dikenal sangat
dermawan dan juga memimpin berbagai lembaga sosial masyarakat Yahudi.
Karena itu, kasus tersebut dianggap memalukan Yahudi. Baik Yahudi
sebagai masyarakat maupun Yahudi sebagai agama.
”Inilah hillul hashim yang keterlaluan,” ujar seorang pengkhotbah sebagaimana dikutip penerbitan Yahudi terkemuka di New York. Hillul hashim adalah istilah dalam agama Yahudi untuk menyebut perbuatan penistaan kepada Tuhan.
Istilah-istilah agama terpaksa begitu banyak dipakai kali ini untuk
mengungkapkan kejengkelan kepada Bernie. ”Dia itu sudah seperti Esau,”
kata pengkhotbah yang lain. Orang yang bernama Esau, dalam kitab agama
Yahudi, adalah lambang kebohongan nomor satu di jagat raya. Di antara
semua ciptaan Tuhan (termasuk malaikat, manusia, binatang, pohon, dan
batu), Esau-lah pembohong terbesar.
Kitab Yahudi menceritakan bahwa Esau adalah kakak Yakub. Mereka
adalah anak Ishak, melalui istrinya Rebekah. Berarti, keduanya adalah
cucu Abraham (Rasul Ibrahim). Esau dan Yakub sebenarnya anak kembar.
Yakub lahir belakangan, tapi nyaris beriringan. Begitu dekatnya
kelahiran Yakub dari kakaknya, sehingga dalam kelahiran itu digambarkan
posisi Yakub masih memegangi tumit Esau, kakaknya itu.
Tapi, Tuhan tidak memilih anak sulung tersebut sebagai pewaris sang
bapak dan sang kakek. Ishak-lah yang jadi rasul. Ishak itu pula yang
dipercaya kemudian menurunkan umat Yahudi sekarang ini. Golongan
masyarakat Yahudi yang baik kemudian disebut golongan Yakob (berarti
Israel). Sedangkan golongan yang ”rusak” disebut golongan Esau.
Digambarkan, bayi Yakub memang berkembang menjadi anak baik, penurut,
suka belajar, banyak tinggal di rumah, dan seterusnya. Pokoknya, Yakub
kemudian menjadi lambang kesempurnaan dari seorang anak yang saleh.
Sedangkan Esau digambarkan tumbuh menjadi ”anak liar” yang nakal.
Kesukaannya begadang, berkelahi, memeras, menipu, mencuri, dan
seterusnya.
Dalam masyarakat Yahudi, semua anak baik digambarkan sebagai Yakub,
sedangkan anak nakal seperti Bernard Madoff dicaci seperti Esau. Karena
itu, dalam masyarakat Yahudi, banyak orang tua yang memberi nama anaknya
dengan Yakub, tapi tidak satu pun yang memberi nama Esau.
Tampaknya, di semua agama, ada kisah seperti ini. Bahkan, agama Jawa
juga punya cerita Pandawa dan Kurawa. Begitu banyaknya orang yang
mencela dan memojokkan Kurawa, sampai-sampai saya justru bersimpati pada
tokoh seperti Dursasana, salah satu di antara 100 Kurawa bersaudara.
Saya kadang merenung bahwa kejahatan Kurawa itu pun sebenarnya juga
kehendak Tuhan: mengapa Tuhan menakdirkan Dewi Gendari melahirkan anak
sampai 100 orang? Bagaimana seorang ibu bisa mengasuh dan membesarkan
anak sebanyak itu untuk bisa jadi anak saleh semua?
Banyaknya anak itu juga yang kemudian menimbulkan problem agraria.
Soal warisan tanah Kurusetra itu, misalnya. Tanah tersebut mestinya
dibagi dua untuk Pandawa yang hanya lima bersaudara dan untuk Kurawa
yang 100 bersaudara. Siapa pun, kalau dalam posisi menjadi Kurawa, pasti
unjuk rasa: kalau tanah Kurusetra itu dibagi dua, bukankah akan
melahirkan kesenjangan kaya-miskin: yang separo hanya dibagi untuk lima
orang Pandawa, sedangkan yang separo lagi harus dibagi untuk 100 orang
Kurawa.
Ishak yang hanya punya dua anak, yang satu jadi Esau. Bagaimana Dewi
Gendari bisa mengasuh, mendidik, dan membuat 100 anaknya menjadi Yakub
semua? Jangankan mendidik, memandikan dan mencuci bajunya saja sudah
pasti sulit. Bukankah waktu itu belum ada mesin cuci dan PlayStation?
Mengapa Tuhan memberinya 100 anak? Bahwa kemudian banyak di antara anak
itu yang jadi Esau, siapa yang salah?
Ternyata, dalam kasus Yakub-Esau ini pun banyak yang bersimpati pada
Esau. Mungkin juga karena terlalu banyak kisah kesalehan Yakub yang
sekaligus dalam satu napas dengan kenakalan Esau. Ada satu kisah bahwa
Esau, sebagai anak sulung, sebenarnya bisa saja mengambil semua warisan
ayahnya.
Namun, Esau begitu baiknya, sehingga mau mengalah kepada adiknya.
Tapi, ada saja cerita sebaliknya: Esau itu sebenarnya bukan mengalah.
Dia menjual hak-haknya sebagai sulung untuk menipu adiknya.
Begitu jeleknya Esau ini sampai-sampai digambarkan, kalau Anda baru
saja dicium Esau, segeralah periksa apakah ada gigimu yang dicurinya.
Dan Bernie, meski pernah memberikan laba triliunan rupiah kepada para
nasabahnya, jasa itu tidak akan dikenang sebagai Yakub. Tetap saja
Bernie itu Esau. Bahkan Esau terbesar pada abad modern.
”Bernie itu melakukan dua kejahatan sekaligus: mencuri dan menipu,”
bunyi salah satu khotbah Sabtu itu. ”Tempat yang paling cocok untuk
orang yang mencuri harta kaum Yahudi adalah di neraka yang sangat
khusus,” tambahnya.
Betapa berat dosa Bernie digambarkan dalam cerita itu sebagai
berikut: Orang Yahudi itu paling pintar dalam berhitung dan paling
teliti dalam memeriksa angka-angka. Karena itu, tidak mungkin bisa
ditipu. Itu baru orang Yahudi biasa. Orang Yahudi yang sudah jadi
pedagang lebih hebat lagi: sudah mampu menggabungkan kehebatan berhitung
dan ketelitian memeriksa. Kehebatan tersebut akan meningkat lagi kalau
seorang pedagang Yahudi sudah bisa jadi bankir, pengusaha bank.
Dan seorang Bernie ternyata mampu menipu orang Yahudi yang sudah jadi
bankir sekalipun! Maka, kalau orang Yahudi memberi gelar dia Esau,
rupanya kejengkelan mereka memang sudah tidak tertahankan lagi. Bankir
Yahudi pun bisa dia tipu!
Di antara kelompok Yahudi yang paling marah kepada Bernie adalah
organisasi wanita Yahudi bernama Hadassah. Organisasi tersebut
kehilangan dana Rp 1 triliun (USD 90 juta). Hadassah adalah organisasi
ibu-ibu Yahudi di Amerika yang paling besar. Juga paling terkenal akan
proyek-proyek sosialnya.
Hadassah-lah yang membiayai anak-anak Yahudi yang ditinggal mati
orang tua mereka dalam kasus pembunuhan masal di Eropa. Hadassah pula
yang mendirikan sekolah Youth Aliyah untuk anak-anak orang Yahudi di
Israel. Proyek sosialnya di Israel luar biasa banyaknya. Termasuk
mendirikan sekolah perawat, kedokteran, dan rumah sakit.
Kini, dana itu hilang.
Sedangkan di antara rabi (kiai) Yahudi yang paling marah adalah David
J. Wolpe. Ini berarti sudah mentok: Rabi Wolpe adalah rabi nomor satu
di antara rabi-rabi ”langitan” di Amerika Serikat. ”Padahal, saya ini
tidak kenal Bernie,” katanya dalam satu khotbah sebagaimana disiarkan
penerbitan Yahudi di AS itu. Sampai-sampai dikira dia itu ikut jadi
salah satu korban Bernie. ”Saya ini justru belum pernah dengar namanya
sampai dengan semua orang menyebut-nyebut nama itu sekarang ini,”
tegasnya.
Rabi Wolpe tergolong kiai mbeling. Pimpinan Kuil Sinai di
Los Angeles tersebut membuat heboh beberapa tahun lalu, terutama ketika
mengungkapkan bahwa kisah pengungsian orang Yahudi dari Mesir yang
menyeberangi Laut Merah itu sebenarnya tidak ada. ”Tidak ditemukan bukti
ilmiah sama sekali,” ungkapnya.
Rabi Wolpe itulah yang dalam khotbahnya sampai mengingatkan agar
semua pengusaha Yahudi tahu bahwa sebelum menghadap Tuhan kelak, akan
ada beberapa pertanyaan Tuhan yang harus dijawab sebelum bisa masuk
surga. Pertanyaan pertama, kata Wolpe, adalah: apakah praktik dagang
yang kamu lakukan sudah baik? (*)
No comments:
Post a Comment