Tsunami Akhir Tahun dari Gedung Lipstik
Dahlan Iskan : Kisah Man of The Year yang Sebenarnya (2-Habis)
Tahun baru ini babak baru pula bagi Bernard Lawrence “Bernie” Madoff.
Konglomerat yang dituduh sebagai “penipu perorangan terbesar dalam
sejarah manusia” itu segera diadili. Di sinilah akan terbuka lebih lebar
apa yang sebenarnya terjadi dengan model bisnis Ponzi-nya itu.
Juga seberapa besar kelas penipuan yang dituduhkan kepadanya, yang
sampai USD 50 miliar atau sekitar Rp 600 triliun itu. Termasuk kita akan
tahu berapa skala Richter gempa bumi yang dia buat itu. Bagaimana
tokoh-tokoh terkemuka Yahudi sekelas Carl J. Shapiro, konglomerat
Hollywood Jeffrey Katzenberg, sutradara terbaik dunia Steven Spielberg,
gubernur New York (saat itu) Eliot Spitzer, dan ribuan tokoh lain bisa
teperdaya. Juga bagaimana sebenarnya kerja akuntan yang memeriksa
perusahaan Bernie itu.
Orang juga segera tahu, mengapa broker kelas dunia seperti Thierry de
la Villehuchet sampai bunuh diri. Seberapa besar sebenarnya dana yang
lenyap di tangan Bernie sehingga dia tidak bisa menanggung beban
batinnya. Maklum, dana itu milik orang-orang superkaya di Prancis yang
dipercayakan kepadanya. Salah satunya dana milik Liliane Bettencourt,
seorang wanita berumur 86 tahun yang juga dikenal sebagai orang terkaya
nomor 17 di dunia. Liliane juga dikenal sebagai anak pendiri dan pemilik
industri kosmetik L’Oreal.
Demikian juga bagaimana sebenarnya peran akuntan. Akuntan memang akan
menjadi tokoh sentral di persidangan minggu depan. Menurut laporan
polisi, perusahaan Bernie selalu diaudit oleh Friehling@Horowitz. Di
bawah laporan keuangan itu, sebagaimana waktu tutup buku 31 Oktober
2006, ada nama dan tanda tangan David Friehler. Tapi, tidak bisa
terungkap lebih jauh karena Friehler tutup mulut rapat-rapat kepada
pers.
Kemutlakan sistem kapitalisme kembali dapat pelajaran. Lima tahun
lalu, Amerika Serikat baru saja belajar bagaimana mengawasi akuntan.
Yakni setelah terbongkar mega-skandal secara beruntun: Enron dan
Worldcom. Sejak 2003 itu salah satu praktik prinsip kapitalisme “bisnis
mengawasi dirinya sendiri”, harus dikoreksi. Sejak saat itu kantor
akuntan harus menjalani pemeriksaan otoritas moneter. Yakni, melihat
apakah kantor akuntan itu masih menjalankan praktik akuntansi yang baik
atau tidak. Sebelumnya, pemeriksaan itu juga ada, tapi oleh diri
sendiri. Lalu terbongkar mega-skandal keuangan Enron dan Worldcom:
akuntan ternyata justru jadi bagian dari skandal itu.
Mengapa masih juga bobol dalam kasus Bernie?
Ceritanya lain lagi. Peraturan di atas hanya untuk akuntan publik.
Padahal, di AS, sebagaimana juga di banyak negara, termasuk Indonesia,
banyak juga akuntan nonpublik. Untuk jenis ini, pemeriksaan (peer
review) masih tetap dilakukan hanya oleh organisasi profesi mereka.
Lalu, apa kata organisasi akuntan nonpublik itu terhadap Friehling?
Ternyata sangat mengejutkan. Sudah 15 tahun lamanya Friehling@Horowitz
tidak mengikuti peer review. Dan, yang berlaku seperti Friehling ini
ternyata banyak. Dari 350.000 anggotanya, hanya 33.000 yang masih
mengikuti peer review. Jadi? Ya yalah. Terjadilah semua itu.
Negara bagian New York, salah satu dari enam negara bagian yang
memang tidak memiliki aturan untuk akuntan nonpublik itu, ikut
kelabakan. Pemerintah New York buru-buru merencanakan untuk segera
membuat peraturan di bidang itu. Maka, di masa depan, kasus Enron,
Worldcom, dan Bernie tidak akan terulang -hopefully.
Sebagai perusahaan yang sangat efisien (baca: kikir), tentu Bernie
tidak perlu merekrut akuntan terkenal. Nama Friehling@Horowitz bukan
nama besar. Kantornya pun di sebuah ruang 5 x 6 meter di pinggiran New
York. Menurut para tetangganya, sebagaimana dilaporkan media setempat,
dia bekerja sendirian. Setiap datang ke kantor selalu naik mobil Lexus
RX. Namun, rata-rata hanya 10 sampai 15 menit dia berada di kantor. Lalu
pergi lagi. Yang membuat namanya agak dikenal justru karena dia aktif
sebagai pengurus persatuan masyarakat Yahudi di Kabupaten Rockland,
tempat tinggalnya.
Jarak kantornya dengan kantor Bernie sekitar 50 kilometer. Sebab,
kantor Bernie berada di Manhattan, pusat kota New York. Tapi, kantor ini
juga sangat efisien, terutama kalau dilihat dari skala usahanya yang
mencapai Rp 600 triliun. Karyawan dan staf yang bekerja di kantor itu
hanya 24 orang. Padahal, perusahaan ini menempati satu lantai, di lantai
17 dari sebuah gedung yang megah.
Gedung itu sendiri kini amat terkenal. Semua media menampilkannya.
Jadilah gedung ini sama terkenalnya dengan Bernie. Maka kalau Anda di
New York dan bertanya di mana kantor Bernie, semua orang tahu: di Gedung
Lipstik.
Gedung Lipstik ini letaknya di Third Avenue, persis di seberang
gedung pusat Citigroup. Bangunannya relatif baru untuk kota lama seperti
New York (dibangun pada 1986) dan karena itu masih kelihatan kinclong.
Lobinya setingi sembilan meter, sehingga meski hanya 34 lantai, tinggi
keseluruhan gedung sampai 134 meter. Eksteriornya berupa kaca dan
alukubon yang kalau terkena cahaya menjadi sangat cemerlang. Di siang
hari, bayangan gedung-gedung tinggi di sekitarnya terpantul di
dindingnya. Bentuk gedung ini memang menyerupai tabung lipstik dan
penanda antarlantainya dipilihkan warna merah -merahnya lipstik.
Tentu Bernie hanya menyewa di gedung ini. Pemiliknya sendiri baru
saja berpindah tangan. Tahun lalu, dua perusahaan dari Israel, Tao Tsuot
dan Financial Levers, secara bersama-sama membeli Gedung Lipstik
seharga USD 650 juta atau sekitar Rp 7,4 triliun: 8 persen dibayar
tunai, sisanya dari pinjaman jangka pendek dan jangka panjang.
Kini lantai 17 gedung itu lebih sepi lagi. Kecuali di luarnya, tempat
banyak wartawan sering bergerombol di situ. Tapi, tanda-tanda bahwa
perusahaan di lantai 17 itu sudah kekurangan darah terlihat sejak 2005.
Yakni, sejak pasar uang mulai ketat. Sejak itu sebenarnya Bernie sudah
harus diinfus lebih sering. Lalu kian berat di tahun-tahun berikutnya.
Bangkrutnya Lehman Brothers dan Bear Stern September lalu membuat Bernie
seperti orang yang berdiri di bibir jurang. Dalam posisi gawat seperti
itu seseorang datang dan membentaknya dari belakang: Bernie pun jatuh ke
jurang.
Orang itu sebenarnya tidak membentak. Dia hanya berteriak karena
panik. Uang orang itu habis baru saja ditelan krisis. Dia panik. Dia
ingin cepat-cepat mencairkan uangnya yang masih tersisa. Yakni, yang ada
di Bernie. Jumlahnya USD 7 miliar atau sekitar Rp 90 triliun. Dari
sinilah ketahuan: uang itu sudah tidak ada juga. Maka skandal ini
terbongkar. Dunia kaget. Tsunami akibat krisis belum hilang, sudah
terjadi gempa susulan. Bernie angkat tangan.
Tsunami seperti harus terjadi di akhir tahun. Tsunami terbesar di
Italia pada 1908 terjadi 28 Desember persis 100 tahun lalu. Tsunami Aceh
terjadi di sekitar tanggal itu. Dan tsunami New York juga tak jauh-jauh
amat.
Tsunami Bernie ini juga menimpa orang-orang miskin. Di puncak musim
dingin seperti ini, orang-orang superkaya Yahudi biasa berkumpul di
lapangan golf Palm Beach Miami. Yakni, lapangan golf berikut pervilaan
eksklusif untuk orang-orang terbatas. Mereka berlibur di situ, main golf
di situ, dan mengumpulkan dana sosial di situ.
Karena itu, yayasan-yayasan masyarakat Yahudi biasa mengartikan akhir
tahun juga sebagai datangnya panen raya. Kali ini rezeki nomplok itu
tidak ada lagi. Bahkan, banyak yayasan sosial yang harus mengumumkan
menghentikan pengabdian mereka. (*)
No comments:
Post a Comment