Wednesday, May 2, 2001

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (3)

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (3)
Bagaimana dalam 20 tahun satu koran kecil jadi dominan di Indonesia?
Oleh: MAX WANGKAR
Sumber: PANTAU, edisi Mei 2001

DAHLAN Iskan, lahir pada 17 Agustus 1951 di Magetan, Jawa Timur. Ia memulai karier pers di Samarinda 1970-an. "Ayah saya petani miskin. Ketika saya tamat SMA, ia tak sanggup lagi membiayai. Maka, saya ikut kakak di Samarinda untuk kuliah," ceritanya. Dua tahun di kampus IAIN Samarinda, ia merasa pengetahuannya tak bertambah. Lalu ogah-ogahan kuliah dan lebih menyibukkan diri di koran kampus. Akhirnya ia jadi wartawan sebuah koran lokal.

Sebuah lembaga swadaya masyarakat, Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi Sosial (LP3ES) mengikutkannya dalam program magang di Jakarta. "Dari sekitar 6.000 peserta, dipilih 18. Di sana, pagi kami harus ikut teori di LP3ES, sorenya magang di beberapa penerbitan. Saya ditempatkan di majalah Tempo, diasuh langsung oleh Bur Rasuanto (ketika itu pemimpin redaksi)," kisahnya. Di sini Dahlan berprestasi membuat laporan eksklusif tentang larinya terpidana mati, Kusni Kasdut dari penjara Cipinang.

Bur Rasuanto ternyata sangat menyukai Dahlan dan menawarinya masuk Tempo. Lantaran kontrak dengan LP3ES, ia harus kembali ke daerah. Dahlan pun balik ke Samarinda sambil sesekali memberikan kontribusi buat Tempo. Tak lama kemudian ternyata terjadi gejolak di Tempo, 1976, yang mengakibatkan keluarnya Bur Rasuanto bersama beberapa wartawan dan redaktur. Beberapa kontributor Tempo di daerah mendukungnya.

Bur bersama Imam Waloeyo dari majalah Prisma, Bunyamin Wibisono dan Atmakusumah Astraatmadja dari Indonesia Raya, menyiapkan Obor, sebuah majalah berita mingguan calon tandingan Tempo. Dahlan menyatakan siap bergabung, asal Bur bisa mendapatkan izin terbit majalah itu. Tapi suasana politik 1977 terus memanas hingga 1978. Ada belasan koran yang dibredel pemerintahan Soeharto. Cuma Tempo yang melembek sehingga luput. Dahlan tetap bertahan di Tempo, kendati majalah itu dipandang banci. Sementara izin Obor tak kunjung diperoleh. 

Ketika sebuah kapal milik perusahaan Pelayaran Nasional Indonesia, Tampomas II terbakar dan tenggelam dengan sekitar lima ribu penumpang terpanggang hidup-hidup di perairan Masalembo, Laut Jawa, Dahlan meliput dan menulisnya untuk laporan utama Tempo yang luar biasa bagus. Dua edisi berturut-turut sehingga ia dipromosikan jadi kepala biro Tempo Surabaya.

Pada 1982, Tempo membeli koran Jawa Pos. Eric Samola, direktur utama PT Grafiti Pers, penerbit Tempo, ngotot menunjuk Dahlan Iskan ketimbang mengirim seorang redaktur, yang juga anggota pemegang saham Tempo, yang lebih berpengalaman untuk mengelola Jawa Pos. Samola berpendapat sebaiknya jangan ada orang Tempo dari Jakarta didrop ke Surabaya karena tak ingin merendahkan orang daerah. Maklum, ketika itu ada pertentangan politik antara pers nasional dan pers daerah. 

Maka, Dahlan yang saat itu sudah dikenal sebagai warga Surabaya, ditunjuk jadi nahkoda Jawa Pos. Untuk pemasaran pun tidak diutus dari Jakarta, tapi ditunjuk kepala sirkulasi Tempo Surabaya, Imam Soeroso (kini direktur PT Jawa Pos). Keduanya dipandang oleh orang Tempo "sangat berani." Di sini mereka memang jadi pemimpin, tapi masa depannya terbayang suram. Hanya Samola yang optimis Jawa Pos bisa merebut pasar koran Surabaya yang saat itu dikuasai harian Surabaya Post dan Kompas. "Surabaya Post terbit sore, Kompas harus dikirim dari Jakarta. Kalau Jawa Pos diisi berita nasional dari Jakarta, dan diedarkan pukul lima pagi, masa tidak bisa menang?" begitu keyakinan Samola.

No comments:

Post a Comment