Bagaimana dalam 20 tahun satu koran kecil jadi dominan di Indonesia?
Oleh: MAX WANGKAR
Sumber: PANTAU, edisi Mei 2001
SEJAK lima tahun pertama, Jawa Pos sudah melebarkan sayap di luar Pulau
Jawa. Samola dengan membawa bendera Jawa Pos pergi ke kampungnya,
Manado, dan mencoba membuka koran Cahaya Siang. "Bikin koran, kok,
namanya Cahaya Siang," celetuk pemimpin redaksi Tempo Goenawan Mohamad.
Entah karena namanya atau sebab lain, usaha itu berantakan. Upaya Dahlan
untuk ke Samarinda bekerjasama dengan korannya yang dulu, juga ditolak
mentah-mentah. Dari pengalaman itu, Jawa Pos lebih berhati-hati
melakukan ekspansi bisnis media dan melirik bisnis nonmedia. Masuknya
Jawa Pos ke usaha nonmedia juga disebabkan lambatnya pertumbuhan bisnis
media. Asetnya sulit jadi besar. "Sebab, pabriknya adalah manusia.
Mesin-mesinnya yakni wartawan," kata Samola.
Itu sebabnya Samola
bersama Dahlan masuk ke sektor realestat, perhotelan, dan perbankan.
Ternyata sektor nonmedia ini juga tak mengalami kemajuan pesat. Bahkan
usaha perbankan yang dicoba dirintis Jawa Pos bersama Nahdlatul Ulama
dan Bank Summa lewat bank perkreditan rakyat Nusumma, akhirnya
ditinggalkan Jawa Pos. Mereka melirik lagi bisnis media di luar Pulau
Jawa.
Banyak orang mengira ekspansi Jawa Pos ke daerah cuma dengan
modal mesin-mesin cetak bekas. Apakah benar begitu? "Kami bergabung
dengan Jawa Pos tahun 1985 hanya karena haus akan informasi yang benar
dan akurat. Itu hanya bisa diperoleh apabila bisa mendapatkan akses
berita ke pusat," kata Alwi Hamu, yang mendirikan harian Fajar bersama
Yusuf Kalla dan Sinansari Ecip di Makassar. Untuk kawin dengan Jawa Pos,
Alwi dan kawan-kawan ikhlas melepaskan 41 persen saham mereka kepada
Jawa Pos, 20 persen untuk karyawan dan tinggal 39 persen untuk pemilik
lama. Dari perkawinan itu, Fajar mendapatkan laporan berita dari Jakarta
dan seluruh Jawa. Selain itu, beberapa wartawan Fajar diberi kesempatan
magang kerja di Jawa Pos Surabaya. Maka jadilah Fajar koran terbesar di
Indonesia bagian timur dengan tiras sekitar 30 ribu eksemplar.
Alwi
Hamu mengatakan Jawa Pos masuk PT Media Fajar tanpa membawa mesin
percetakan bekas, sebab koran Makassar ini sudah punya percetakan.
Justru Jawa Pos yang memodali Fajar membeli lahan sekitar satu hektar
yang kini jadi kantor pusat Fajar, serta mesin cetak Goss Community.
Belakangan
setelah gagal dengan Cahaya Siang, Jawa Pos mengambil Manado Post, yang
ketika itu terlilit utang sekitar Rp 1 miliar pada sebuah bank
pemerintah. "Saya bilang mau ambil, asal bank mau kasih tambahan utang
Rp 500 juta," tutur Alwi. Dengan demikian Jawa Pos mulai mengelola
Manado Post dengan utang Rp 1,5 miliar.
Imawan Mashuri yang memulai
kariernya sebagai wartawan artis hingga menjabat koordinator liputan
Jawa Pos ditempatkan Dahlan di Manado Post dan dengan tegas diterapkan
sistem manajemen Jawa Pos. Tak urung sekali waktu ia berhadapan dengan
anak buah yang menodongkan pistol. Tapi Imawan sukses menjadikan Manado
Post sebagai koran terbesar di Sulawesi Utara sehingga utang-utang
perusahaan itu bisa dilunasi. Kini ia menjadi "kuda andalan" Dahlan yang
bertanggung jawab mengelola bisnis properti kelompok Jawa Pos (Graha
Pena, hotel di Batam dan Nusa Tenggara Barat) dan persiapan delapan
televisi lokal yang akan dibangun di delapan markas "kapal induk" Jawa
Pos.
No comments:
Post a Comment