Wednesday, May 2, 2001

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (5)

Jawa Pos adalah Dahlan Iskan (5)
Bagaimana dalam 20 tahun satu koran kecil jadi dominan di Indonesia?
Oleh: MAX WANGKAR
Sumber: PANTAU, edisi Mei 2001

SEJAK lima tahun pertama, Jawa Pos sudah melebarkan sayap di luar Pulau Jawa. Samola dengan membawa bendera Jawa Pos pergi ke kampungnya, Manado, dan mencoba membuka koran Cahaya Siang. "Bikin koran, kok, namanya Cahaya Siang," celetuk pemimpin redaksi Tempo Goenawan Mohamad. Entah karena namanya atau sebab lain, usaha itu berantakan. Upaya Dahlan untuk ke Samarinda bekerjasama dengan korannya yang dulu, juga ditolak mentah-mentah. Dari pengalaman itu, Jawa Pos lebih berhati-hati melakukan ekspansi bisnis media dan melirik bisnis nonmedia. Masuknya Jawa Pos ke usaha nonmedia juga disebabkan lambatnya pertumbuhan bisnis media. Asetnya sulit jadi besar. "Sebab, pabriknya adalah manusia. Mesin-mesinnya yakni wartawan," kata Samola.

Itu sebabnya Samola bersama Dahlan masuk ke sektor realestat, perhotelan, dan perbankan. Ternyata sektor nonmedia ini juga tak mengalami kemajuan pesat. Bahkan usaha perbankan yang dicoba dirintis Jawa Pos bersama Nahdlatul Ulama dan Bank Summa lewat bank perkreditan rakyat Nusumma, akhirnya ditinggalkan Jawa Pos. Mereka melirik lagi bisnis media di luar Pulau Jawa. 

Banyak orang mengira ekspansi Jawa Pos ke daerah cuma dengan modal mesin-mesin cetak bekas. Apakah benar begitu? "Kami bergabung dengan Jawa Pos tahun 1985 hanya karena haus akan informasi yang benar dan akurat. Itu hanya bisa diperoleh apabila bisa mendapatkan akses berita ke pusat," kata Alwi Hamu, yang mendirikan harian Fajar bersama Yusuf Kalla dan Sinansari Ecip di Makassar. Untuk kawin dengan Jawa Pos, Alwi dan kawan-kawan ikhlas melepaskan 41 persen saham mereka kepada Jawa Pos, 20 persen untuk karyawan dan tinggal 39 persen untuk pemilik lama. Dari perkawinan itu, Fajar mendapatkan laporan berita dari Jakarta dan seluruh Jawa. Selain itu, beberapa wartawan Fajar diberi kesempatan magang kerja di Jawa Pos Surabaya. Maka jadilah Fajar koran terbesar di Indonesia bagian timur dengan tiras sekitar 30 ribu eksemplar.

Alwi Hamu mengatakan Jawa Pos masuk PT Media Fajar tanpa membawa mesin percetakan bekas, sebab koran Makassar ini sudah punya percetakan. Justru Jawa Pos yang memodali Fajar membeli lahan sekitar satu hektar yang kini jadi kantor pusat Fajar, serta mesin cetak Goss Community.

Belakangan setelah gagal dengan Cahaya Siang, Jawa Pos mengambil Manado Post, yang ketika itu terlilit utang sekitar Rp 1 miliar pada sebuah bank pemerintah. "Saya bilang mau ambil, asal bank mau kasih tambahan utang Rp 500 juta," tutur Alwi. Dengan demikian Jawa Pos mulai mengelola Manado Post dengan utang Rp 1,5 miliar.

Imawan Mashuri yang memulai kariernya sebagai wartawan artis hingga menjabat koordinator liputan Jawa Pos ditempatkan Dahlan di Manado Post dan dengan tegas diterapkan sistem manajemen Jawa Pos. Tak urung sekali waktu ia berhadapan dengan anak buah yang menodongkan pistol. Tapi Imawan sukses menjadikan Manado Post sebagai koran terbesar di Sulawesi Utara sehingga utang-utang perusahaan itu bisa dilunasi. Kini ia menjadi "kuda andalan" Dahlan yang bertanggung jawab mengelola bisnis properti kelompok Jawa Pos (Graha Pena, hotel di Batam dan Nusa Tenggara Barat) dan persiapan delapan televisi lokal yang akan dibangun di delapan markas "kapal induk" Jawa Pos.

No comments:

Post a Comment