Sebuah Jalan Enak Menuju Bangkrut
Tidak Hanya Beban Utang, tapi Juga Serikat Buruh
Kalau sudah merasa sumpek yang sampai tidak tertahankan, perusahaan
di Amerika Serikat biasanya langsung saja datang ke pengadilan setempat
untuk mengajukan permintaan ini: minta dibangkrutkan.
Sejak krisis keuangan September lalu, tiap bulan hampir 100.000
perusahaan yang memilih bangkrut di sana. Beberapa di antaranya bukan
perusahaan sembarangan: lembaga keuangan terbesar di dunia, Lehman
Brothers; salah satu koran terbesar di dunia, Chicago Tribune; dan
mungkin sebentar lagi disusul oleh perusahaan mobil terbesar di dunia,
General Motors. Juga salah satu perusahaan judi terbesar di dunia: Las
Vegas Sands.
Minta bangkrut adalah sesuatu yang sangat biasa di Amerika Serikat. Apalagi
dalam situasi krisis seperti ini. Pada zaman normal saja, kabar tentang
perusahaan bangkrut sudah dianggap menu harian. Bukan lagi berita di
koran. Kalau toh di surat kabar sering ditemui kabar kebangkrutan,
masuknya biasanya sudah di kolom iklan jitu. Yang bakrut bukan saja
perusahaan, tapi juga perseorangan. Di zaman normal pun hampir setiap
hari ada iklan mini yang menyebutkan siapa bangkrut hari itu.
Sistem hukum dagang di AS memang memungkinkan itu. Seseorang yang
kepingin bangkrut langsung saja datang ke pengadilan distrik. Yakni
pengadilan tingkat paling bawah. Keputusan pengadilan itu bersifat
final. Tidak ruwet harus naik banding dan kasasi. Apalagi pakai
peninjauan kembali (PK) segala. Untuk urusan pidana pun, upaya hukum di
AS berhenti di pengadilan tinggi di negara bagian. Tidak bisa kasasi
sampai mahkamah agung tingkat pusat.
Sesampai di pengadilan distrik itu, seseorang atau sebuah perusahaan
bisa langsung mengajukan permintaan sendiri: mau dibangkrutkan sesuai
dengan peraturan nomor XI (Chapter Eleven) atau minta bangkrut sesuai
dengan peraturan nomor VII (Chapter Seven).
Pilihan itu sesuai dengan tingkat keperluan perusahaan. Misalnya
saja, Anda yakin bahwa perusahaan Anda sebenarnya masih baik. Pasar
produk Anda masih bisa bersaing. Kesulitan Anda hanyalah bahwa utang
perusahaan Anda terlalu besar. Tidak kuat bayar pokok atau bunga. Lalu,
aset perusahaan Anda sudah lebih kecil daripada utang itu. Para penagih
sudah mulai mengancam Anda, misalnya akan menyita aset Anda. Maka, agar
tidak “dikeroyok” kreditor, sebaiknya Anda langsung datang ke pengadilan
distrik dan minta dibangkrutkan dengan cara menggunakan Chapter XI.
Di situ Anda harus menjelaskan: benarkah kalau saja para kreditor
bisa lebih sabar dan memberikan berapa keringanan, perusahaan Anda masih
baik dan pada gilirannya bisa memenuhi kembali seluruh kewajiban itu.
Lalu, kepada hakim, Anda mengajukan permintaan apa: potongan bunga,
penundaan bunga, tenggang waktu mencicil, mengolor jangka pinjaman,
minta membayar ringan di depan meski agak berat di belakang, minta
potongan pokok, dan seterusnya. Anda bisa hanya minta salah satu atau
beberapa atau semua kemungkinan di atas.
Hakim di pengadilan itulah yang akan menilai proposal Anda itu masuk
akal atau tidak, perusahaan Anda itu masih punya prospek atau tidak.
Proposal Anda itu juga akan diberikan kepada semua pihak yang punya
tagihan kepada Anda. Termasuk kepada para pemasok bahan baku,
kontraktor, dan pihak perpajakan. Lalu, para pihak yang punya tagihan ke
perusahaan Anda itu juga akan menilai proposal Anda itu masuk akal atau
tidak. Lalu, keterangan Anda (juga para pemilik tagihan) didengar oleh
hakim. Hakimlah yang memutuskan (final) untuk memenuhi permintaan Anda
atau tidak. Kalau dipenuhi, pemenuhannya hanya sebagian, separo, atau
seluruhnya.
Kalau hakim memenuhi permintaan Anda, maka meski sudah berstatus
bangkrut, perusahaan Anda bisa terus berjalan seperti biasa. Operasi
perusahaan bisa lebih lancar karena tidak terbebani kewajiban yang di
luar kemampuan perusahaan. Bisa jadi, perusahaan Anda sangat maju lagi
dan pada gilirannya mampu memenuhi seluruh kewajiban. Lalu, perusahaan
Anda dikeluarkan dari daftar bankrut.
Dalam sistem itu, logikanya adalah:
1) Tidak membunuh perusahaan,
2) Terjadi keadilan di antara kreditor,
3) Kreditor juga harus ikut bertanggung jawab karena besarnya utang di
sebuah perusahaan itu, antara lain, juga akibat kesalahan kreditor:
mengapa mau memberikan pinjaman.
Tapi, bisa jadi, hakim memutuskan bahwa perusahaan Anda tidak bisa
diteruskan. Proposal Anda tidak masuk akal. Kalau sudah demikian,
perusahaan Anda akan diserahkan kepada likuidator untuk diapakan. Bisa
jadi, dilelang dan hasilnya yang tidak seberapa itu dibagi secara adil
kepada seluruh kreditor. Atau perusahaan Anda dipecah-pecah. Unit yang
masih bisa jalan akan diserahkan kepada salah satu atau beberapa
kreditor untuk terus dijalankan. Unit-unit lain beserta asetnya
dilelang.
Dalam hal penerbit Chicago Tribune, kelihatannya agak khas. Persoalan
terbesarnya bukan di perusahaan koran itu, tapi di perusahaan induk
atau holding-nya. (Besok pagi, di ruang ini, saya akan menguraikan
bagaimana perusahaan surat kabar yang begitu gagah itu tiba-tiba saja
harus bangkrut dan bagaimana masa depannya).
Penyebab permintaan untuk bangkrut sebenarnya bukan hanya tidak kuat
membayar utang. Bisa juga oleh penyebab lain. Dalam kasus General Motors
nanti, kalau sampai dilakukan, bisa jadi persoalannya juga di serikat
buruh. Meski mungkin juga karena tidak kuat membayar kewajiban utang dan
bunga.
Selama ini General Motor selalu mengeluhkan beratnya beban buruh. Ini
akibat perjanjiannya yang berat dengan serikat buruh. Karena itu, kalau
saja beban utang, cicilan dan bunga diperingan, belum tentu persoalan
bisa selesai. Beratnya beban buruh di situ dinilai membuat perusahaan
tidak kompetitif lagi.
Maka, dengan status bangkrut sesuai dengan Chapter XI, semua
perjanjian yang pernah dibuat perusahaan itu batal dengan sendirinya.
Bukan saja perjanjian utang-piutang, tapi juga perjanjian dengan serikat
buruh. Ini tentu bisa dipakai sebagai bekal perusahan untuk bangkit
lagi dengan memulai babak barunya.
Jadi, bangkrut (di Indonesia) dan bangkrut (di Amerika) itu berbeda.
Kalau mendengar sebuah perusahaan di AS mengajukan permintaan untuk
bangkrut, bisa jadi tidak berarti perusahaan itu tutup. Bangkrut tetap
saja tidak enak. Tapi, beda negara beda akibatnya. (*)
No comments:
Post a Comment