Tak Ada Lagi Tempat bagi Penjual Teh Susu di 3M
Makkah dan Masjid Al Haram yang Sedang Ganti Total Wajah (1)
Megaproyek perluasan Masjid Al Haram yang menghabiskan dana ratusan
triliun rupiah akan membuat wajah Kota Makkah berubah total. Meski harus
kehilangan banyak warisan sejarah, kota suci itu akan menjadi superblok
modern yang memberi kenyamanan ekstra kepada para tamu Allah. Terutama
saat musim haji.
Laporan Anas Sadaruwan dari Makkah dan Dahlan Iskan dari Surabaya
Makkah sedang melakukan face-off: Masjid Al Haram akan diperbesar, areal tawaf di sekitar Kakbah ditutup dengan pelindung, puluhan apartemen pencakar langit sedang diselesaikan, hotel-hotel bintang lima sedang ditambahkan, mal-mal baru dikebut, jalur kereta cepat dari Jeddah dipersiapkan langsung sampai ke Al Haram, monorel dibangun untuk menghubungkan 3M (Makkah-Muzdalifah-Mina), kereta cepat dipersiapkan untuk menghubungkan Jedah-Makkah-Madinah. Dan banyak lagi: terowongan, terminal, gedung parkir, plaza, eskalator perkotaan, pertamanan…. semua serbabaru. Dua tahun lagi, 2010, sebagian proyek raksasa itu sudah terlihat. Dan semuanya akan sempurna pada 2020.
Makkah sedang melakukan face-off: Masjid Al Haram akan diperbesar, areal tawaf di sekitar Kakbah ditutup dengan pelindung, puluhan apartemen pencakar langit sedang diselesaikan, hotel-hotel bintang lima sedang ditambahkan, mal-mal baru dikebut, jalur kereta cepat dari Jeddah dipersiapkan langsung sampai ke Al Haram, monorel dibangun untuk menghubungkan 3M (Makkah-Muzdalifah-Mina), kereta cepat dipersiapkan untuk menghubungkan Jedah-Makkah-Madinah. Dan banyak lagi: terowongan, terminal, gedung parkir, plaza, eskalator perkotaan, pertamanan…. semua serbabaru. Dua tahun lagi, 2010, sebagian proyek raksasa itu sudah terlihat. Dan semuanya akan sempurna pada 2020.
Penataan Makkah kali ini dilakukan secara total, terencana, dan tidak
tambal sulam. Pembuatan konsep perencanaannya saja memerlukan biaya Rp
100 miliar! Kali ini, perubahan Makkah tidak tanggung-tanggung. Langsung
dirancang untuk memenuhi kebutuhan masa depan secara sempurna.
Tidak boleh ada sedikit pun yang menghambat: bangunan yang masih baru
pun harus dibongkar. Gunung batu yang keras pun diiris, dipotong, dan
digali.
Peninggalan sejarah tidak dipedulikan. Protes tidak dilayani.
Termasuk dari pemerintah Turki yang mempersoalkan dihancurkannya benteng
Ajyad. Inilah benteng yang dibangun pada 1775 yang sangat berjasa dalam
mempertahankan Kota Makkah. Yakni, benteng yang dibangun ketika Makkah
masih di bawah pemerintahan Turki Osmani.
Pokoknya, apa pun yang berada di atas tanah seluas 23 hektare itu
harus dikosongkan. Yakni mulai Makkah Hotel, kanan kirinya sampai ke
belakang. Kawasan ini mencakup wilayah yang disebut Jabal (Gunung) Omar,
yang bentuknya berupa gunung batu yang sangat keras. Selama ini di
lereng-lereng dan di atas gunung itu penuh dengan bangunan rumah yang
kalau musim haji sangat laris untuk disewakan. Jamaah haji pun harus
turun naik gunung ketika pergi atau pulang dari masjid. Tentu juga harus
melewati lorong-lorong kecil yang menanjak dan menikung.
Semua bangunan itu sudah dua tahun ini hilang. Sudah digusur empat
tahun lalu. Di situlah akan dibangun perumahaan modern, berupa apartemen
pencakar langit sebanyak 40 tower (menara). Menara-menara itu dijajar
kiri kanan dalam posisi seperti setengah melingkar. Di antara dua
jajaran tower itulah disediakan ruang kosong yang bisa dipakai
sembahyang untuk 200.000 orang. Pengeras suara tersambung dengan
pengeras suara Masjid Al Haram.
Di areal ini juga dibangun pertokoan, termasuk showroom. Sekitar
4.500 toko tersedia di situ. Juga 3.000 showroom. Kendaraan yang bisa
ditampung mencapai 12.000, satu penambahan yang luar biasa dibanding
tempat parkir sekarang yang hanya muat 570 mobil. Di ujung superblok ini
dibangun satu “pintu gerbang” yang wujudnya gedung pencakar langit
kembar, seperti di Kuala Lumpur itu. Masing-masing 50 tingkat.
Kalau kawasan 23 hektare ini sudah jadi, maka berada di plaza ini
akan merasakan sensasi luar biasa: menghadap dan memandang ke keagungan
Masjid Al Haram yang letaknya agak di bawah sana. Kalau malam, tentu
lebih menakjubkan karena pencahayaan lampunya yang seperti tanpa batas.
Proyek Jabal Omar, kalau sudah jadi, bisa saja terasa lebih menonjol
daripada Masjid Al Haram. Namun, karena desainnya yang menjadi satu
kesatuan, tidak akan ada kesan pembandingan seperti itu. Jabal Omar juga
bisa disebut bagian dari Masjid Al Haram.
Seluruh biaya untuk membangun kawasan 23 hektare ini saja sekitar Rp
250 triliun. Yang membangun adalah perusahaan swasta bernama Jabal Omar
Development Company (JODC). Untuk merealisasikan proyek ini, perusahaan
itu langsung go public di bursa saham Arab Saudi. Waktu masuk pasar
modal, yang menjadi underwriter adalah sebuah anak perusahaan bank
swasta setempat: Al Bilad. Auditornya adalah perusahaan keuangan Amerika
Serikat, Ernst & Young.
Sebanyak 30 persen saham perusahaan ini dilepas di pasar modal.
Sisanya milik beberapa pengusaha terkemuka, seperti Abdul Rahman Faqeeh
dan Bin Laden. Faqeeh juga dikenal sebagai pengusaha pertama dan
terbesar yang bergerak di bidang rumah potong hewan dan ayam. Belum lama
ini Faqeeh membangun rumah potong ayam besar-besaran. Empat buah
sekaligus di empat kota. Ini karena ada aturan baru di Arab Saudi
(bahasa Mandarinnya: shada alabo) tidak boleh lagi mengangkut ayam hidup
dari satu kota ke kota lain.
Meski harus berhenti selama musim haji hari-hari ini, proyek Jabal
Omar benar-benar dikebut. Kontraktor readymix-nya, misalnya, sampai
harus membangun dua pabrik pencampur semen sekaligus, khusus untuk
melayani satu proyek ini saja. Maklum, proyek ini sehari saja memakan
semen yang sudah diaduk kerikil 11.000 ton. Sang kontraktor juga harus
mampu mengirim semen adukan itu secara konstan 24 bulan penuh.
Tentu bisa dibayangkan, dengan wajah Makkah yang baru seperti itu,
apakah masih akan ada tempat bagi orang-orang dari Indonesia yang selama
ini naik haji sambil berjualan nasi bungkus dari satu pondokan ke
pondokan yang lain. Dan, kalau monorel 3M sudah berjalan, bagaimana
nasib para penjual teh susu atau kopi di sepanjang jalan yang
menghubungkan tiga wilayah itu, yang umumnya juga dari Indonesia?
Juga tidak tahu lagi di mana tempat para pedagang kaki lima yang
selama ini menawarkan barang apa saja dengan berteriak: fatimah, hamsa
real, fatimah, hamsa real! (Ibu, lima real, Ibu lima real!). (*)
No comments:
Post a Comment