Hotel Taj Mahal Belakangi Laut karena sang Pendiri Anti Penjajah
Hotel Taj Mahal menjadi hotel jujukan para selebriti dan tokoh dunia
jika berkunjung ke Mumbai, India. Inilah catatan Chairman Jawa Pos Group
Dahlan Iskan tentang hotel yang kemarin menjadi salah satu korban
serangan teroris itu.
Meski waktu ke Mumbai bulan lalu saya menginap di Hotel Sheraton,
saya memerlukan jalan-jalan ke Hotel Taj Mahal yang kemarin diserang
teroris itu. Ini karena nama hotel itu begitu terkenal. Tokoh-tokoh
seperti Elvis Presley, Mick Jagger, Pangeran Charles, dan puluhan raja
dan pangeran dari Eropa memilih hotel ini untuk tinggal.
Saya pun naik taksi dari Sheraton ke Taj Mahal. Masuk ke lobi dan
melihat-lihat lukisan yang menghiasi lobi. Juga melihat bagian
belakangnya, yang dulu adalah wajah depan hotel itu. Tidak lupa saya
buang air kecil di situ: saya hanya ingin meninggalkan sesuatu di situ.
Hotel ini tergolong hotel butik, yang mestinya tidak perlu pakai
bintang. Ada yang bilang hotel ini bintang enam atau bintang tujuh.
Tapi, karena penamaan seperti itu tidak ada, tetap saja disebut hotel
bintang lima. Apalagi, di sebelah hotel ini, sekarang sudah berdiri satu
tower yang lebih baru, dengan selera modern. Jadilah Taj Mahal sebuah
hotel dengan dua wajah: wajah butik di kiri dan wajah modern di sisi
kanan.
Maka tarif hotel ini sekitar Rp 10 juta per malam. Tapi, jangan
kaget. Semua hotel di India tarifnya mahal. Hotel yang saya tempati saja
Rp 4 juta per malam. Ini tidak hanya di kota besar seperti Mumbai (d/h
Bombay), tapi juga di kota kecil seperti Bangalore atau Chennai.
Hotel Taj Mahal dimiliki konglomerat dari Grup Tata. Yakni, salah
satu grup terbesar di India. Dia membangun hotel tersebut pada 1903
dengan alasan “sakit hati”. Yakni setelah pendiri Tata, Jahsetji Tata,
ditolak ketika ingin menginap di Hotel Watson”s yang berada di kawasan
Kala Ghoda, Mumbai. Alasannya: Hotel Watson”s khusus untuk orang kulit
putih. Sebagai orang terkaya di India, Tata tersinggung. Lalu dia bangun
sebuah hotel yang lebih mewah dari Watson’s. Bahkan, pada 1970-an hotel
yang di sebelahnya dia beli untuk dibongkar. Lalu didirikan satu tower
sehingga Hotel Taj Mahal terdiri atas dua bangunan.
Waktu perang dunia pertama, hotel ini diabdikan untuk rumah sakit
darurat. Sakit hati Tata bukan hanya diwujudkan dengan cara membangun
hotel yang lebih mewah, tapi juga diwujudkan dalam desain yang ekstrem.
Sebagai hotel yang terletak di pinggir pantai Laut Arab, seharusnya
tamu-tamu masuk dari arah pantai. Toh, ada jalan raya di sepanjang
pantai itu. Tapi, Tata tidak melakukan itu. Dia justru membuat hotel
tersebut membelakangi laut. Ini sebagai simbul nasionalisme Tata: tidak
mau melihat bangsa Barat yang menjajah India yang disimbolkan datang
dari arah laut.
Namun, wajah depan itu kini sudah berubah. Waktu saya ke hotel itu,
saya masuk dari arah laut. Saya perlukan sebentar berdiri di depan hotel
untuk memandang Laut Arabia dan melihat bagian Kota Mumbai yang
menjorok di tanjung di seberang sana. Bagi Grup Tata, ini musibah kedua
tahun ini.
Tiga bulan lalu, pabrik mobilnya di wilayah timur laut diprotes
rakyat setempat. Itulah pabrik mobilnya terbaru yang direncanakan
menguasai India dan Asia. Yakni, mobil murah, sedan, dengan harga hanya
sekitar Rp 40 juta per buah.
Pabrik itu akan memproduksi satu juta mobil per tahun. Bangunan sudah
jadi. Peralatan sudah mulai dipasang. Tapi, seorang calon anggota DPRD
dari partai komunis lagi kampanye. Dia berhasil menghasut rakyat untuk
menentang kehadiran pabrik itu. Pemda sangat gusar dengan gerakan itu,
karena pada dasarnya pemda setempatlah yang merayu Tata untuk mau
berinvestasi di daerah itu.
Tata marah dan ngambek. Dia hentikan pabrik itu. Dia akan pindahkan,
entah ke mana lagi. Yang jelas, rencana produksi mobil murah tersebut
jadi tertunda. Sudah banyak yang merayu Tata untuk jangan mudah ngambek,
tapi Tata sudah sampai pada putusan final: batalkan proyek tersebut.
(*)
No comments:
Post a Comment