Rakyat AS Geram dengan Gaji Eksekutif
Dari Pertemuan Puncak Washington DC (3)
Sampai berlangsungnya pertemuan puncak 20 kepala negara yang
menguasai 90 persen ekonomi dunia di Washington ini, Kongres Amerika
Serikat masih belum berhasil mendatangkan Joseph Cassano, pimpinan unit
usaha AIG di London, yang dianggap sebagai orang yang paling bersalah
dalam krisis global ini. Tapi, pekan lalu Kongres sudah memanggil atasan
Cassano, yakni mantan CEO perusahaan asuransi terbesar di dunia itu,
Michael Sullivan.
Dari pemanggilan Sullivan itu tergambar bahwa AIG memang sudah sangat
bergantung pada unit usahanya yang dia beri wewenang luas di London
itu. Bahkan, penghasilan Cassano sendiri sudah lebih besar daripada gaji
CEO di kantor pusatnya di New York. Begitu bergantungnya kantor pusat
pada unit usaha yang di London itu sampai-sampai, ketika pada akhirnya
Sullivan harus memberhentikan Cassano dari jabatan kepala unit pada 29
Februari lalu (saat AIG terbukti menderita kerugian USD 11 miliar atau
sama dengan Rp 130-an triliun), Cassano masih mendapat pesangon USD 34
juta atau sekitar Rp 370 miliar! Tidak hanya itu, Sullivan masih
mengangkatnya sebagai konsultan perusahaan dengan gaji sebulan USD 1
juta atau sekitar Rp 12 miliar!
Bayangkan, orang yang paling bersalah sedunia, ketika dipecat pun
masih punya gaji bulanan yang besarnya cukup untuk menggaji presiden
Indonesia selama 12 tahun! Bandingkan dengan gaji presiden Indonesia
yang hanya Rp 59 juta/bulan, atau gaji menteri kita yang hanya Rp 19
juta sebulan (yang kalah dengan gaji pimpinan redaksi Jawa Pos
sekalipun).
Padahal, menjadi presiden Indonesia pusingnya bukan main. Bukan saja
tidak bisa lagi korupsi, membela besan pun tidak bisa lagi. Mau
menaikkan gaji para menteri Indonesia pun selalu khawatir dianggap tidak
peka pada keadaan rakyat. Padahal, sejak menjadi presiden empat tahun
lalu, SBY belum pernah menaikkan gaji menteri-menterinya. Apalagi, kalau
harus membeli pesawat khusus kepresidenan. Dia tidak akan mau
melakukannya saat ini. Karena itu, perjalanan ke summit ini pun harus
dilakukan dengan cara mampir-mampir karena pesawatnya tidak mampu
menempuh jarak jauh. Bahkan, untuk menghadiri pertemuan puncak APEC di
Peru minggu depan, masih harus mampir-mampir ke Meksiko, transit di
Lima, mampir ke Brazil, dan baru ke Peru.
Tapi, mampir di Meksiko dan Brazil masih bisa dimanfaatkan untuk
menggalang langkah kelanjutan dari hasil pertemuan puncak di Washington.
Untuk benar-benar bisa merumuskan kesepakatan yang konkret, menurut
Presiden SBY, masih diperlukan tiga-empat kali summit lagi. Presiden
mengingatkan kenyataan untuk mencapai kesepakatan yang disebut Bretton
Wood dulu, juga diperlukan waktu tiga tahun. Bahkan, untuk membentuk
ASEAN, diperlukan summit selama 17 tahun! Itulah sebabnya, Presiden SBY
selalu menekankan perlunya usaha mati-matian di dalam negeri sendiri.
Bayangkan, orang sedunia harus pontang-panting gara-gara penciptaan
sistem CDS. Yang pontang-panting orang miskin dengan gaji kecil, yang
bikin pontang-panting tetap menikmati kekayaannya yang berlimpah.
Jangan dibayangkan gaji Cassano ketika masih menjabat kepala unit.
Saat itu, selama enam tahun, gaji Cassano Rp 300 miliar/tahun. Dengan
demikian, kalau gaji dan bonusnya selama menjabat kepala unit itu
ditotal, sudah mencapai Rp 4 triliun dengan kurs kemarin. Gaji Cassano
memang didasarkan pada kinerja usahanya yang luar biasa. Karena itu, dia
terus menciptakan cara-cara baru secara agresif agar penghasilannya
sendiri juga terus membesar.
Rasanya orang seperti Cassano tidak akan terjerat peraturan. Dalam
kaitan dengan CDS, dia tidak melanggar peraturan apa pun. Credit default
swaps (CDS) yang dia lakukan selama enam tahun itu, sebenarnya cara
Cassano untuk meraih semua itu dengan sangat cerdik. Tanpa menyangka
kalau akibatnya sampai menyusahkan orang seluruh dunia. Betapa hebatnya
orang yang saat diangkat menjabat kepala unit usianya baru 45 tahun itu.
Transaksi CDS yang dilakukan di unit usaha pimpinan Cassano mencapai
USD 562 miliar. Tiap tahun pertumbuhan omzet dan laba AIG terus naik
drastis. Nama AIG menjadi amat hebatnya. CEO-nya yang di New York terus
memuji kenaikan laba kantor pusat yang praktis disumbangkan oleh unit
usahanya itu. Pendapatan AIG yang pada 1999 masih USD 737 juta, lima
tahun kemudian menjadi USD 3,6 miliar. Tingkat labanya akan membuat
siapa saja mengaguminya: 85 persen dari revenue. Inilah perusahaan jasa
dengan tingkat laba tertinggi di dunia. Praktis inti bisnis AIG sudah
berada di unit usahanya yang di London ini. Yakni, unit usaha yang
disebut ”unit usaha produk-produk keuangan” di bawah pimpinan Cassano.
Itulah sebabnya, mengapa gaji Cassano terus dilipatgandakan. AIG memang
terkenal royal memberi bonus kepada jajaran pimpinannya. Bonus
tahunannya bisa mencapai 30 persen dari laba. Padahal, yang disebut laba
itu masih berupa laba di buku. Yang jadi laba beneran atau tidak baru
diketahui di tahun-tahun berikutnya. Sedangkan bonus tahunan yang
diberikan adalah uang cash, yang dikeluarkan saat itu juga.
Saya juga biasa memberi bonus kepada pimpinan anak perusahaan
berdasar kinerja. Baik di Jawa Pos Group maupun di PWU Group (perusahaan
daerah Jatim). Tapi, saya selalu melihat laba tidak seperti itu. Khusus
untuk pemberian bonus, saya selalu mendasarkan pada laba yang dikaitkan
dengan piutang ragu-ragu (meskipun sebenarnya bisa tertagih), umur
piutang, kas/setara kas, dan beberapa syarat lain lagi. Itu pun masih
belum cukup. Harus dilihat juga tingkat persediaan bahan baku maupun
bahan jadi. Sebab, kadang-kadang, pimpinan perusahaan yang dirangsang
dengan bonus suka “memainkan” persediaan.
Bisa jadi sebuah perusahaan labanya kelihatan besar, tapi ternyata
karena persediaan bahan jadinya sangat besar. Padahal, belum tentu bahan
jadi itu bisa terjual semua. Sikap seperti ini mungkin dinilai pelit.
Tapi, pengendalian seperti itu bukan saja bisa mengerem kerakusan,
melainkan juga membuat perusahaan berjalan dengan keadaan apa adanya.
Cassano sendiri yang mulai bekerja di AIG pada 1987 dan mulai
menjabat pimpinan unit ini sejak 2003 sebenarnya tidak terlalu salah.
Dia berani memberikan jaminan CDS karena melihat yang meminjam uang
(yang dijamin) itu adalah lembaga-lembaga keuangan terbesar di dunia
dengan rating tertinggi, AAA. Logikanya: apalah risiko memberi jaminan
kepada orang kaya. Masak orang kaya tidak bisa bayar utang! Suatu kali,
Cassano memang sangat bangga mengumumkan siapa saja klien-klien yang dia
beri jaminan itu. Tapi, kalau mau jujur, Cassano pasti akan merasa
bahwa langkahnya itu suatu saat akan meledak. Risikonya terlalu besar.
Risiko itu akhirnya tiba juga. Akhir 2007, bank-bank Eropa yang
meminjamkan uang ke lembaga keuangan AS dengan jaminan CDS dari AIG,
mulai menagih ke AIG karena ”gajah-gajah” di AS itu ternyata mulai tidak
sanggup bayar utang. Total tagihan penjaminan yang masuk pun tidak
kepalang tanggung: USD 11 miliar atau sama dengan Rp 100 triliun lebih.
Tentu AIG tidak siap dengan tagihan mendadak sebegitu besar. Akibatnya,
rating AIG turun. Kepercayaan runtuh. Kerugian mulai menganga. Akhir
2007 unit usaha di bawah Cassano itu saja rugi USD 25 miliar.
Cassano pun diberhentikan. Tapi, hebatnya dia masih mendapat pesangon
Rp 300 miliar! Bahkan, tak lama kemudian AIG masih mengangkatnya
menjadi konsultan dengan bayaran Rp 12 miliar sebulan! Begini-beginilah
yang membuat rakyat Amerika marah. Lalu tidak percaya lagi pada lembaga
keuangan. Padahal, begitu terjadi ketidakpercayaan, di situlah bermula
sebuah kepanikan. Dan kepanikan itulah yang memperparah krisis.
Kepanikan itu mencapai puncaknya ketika Lehman Brothers, perusahaan
keuangan terbesar di dunia menyatakan diri bangkrut pertengahan
September lalu. Habislah harapan. Orang langsung berpikiran begini:
Lehman Brothers saja bangkrut, pasti yang lain-lain akan bangkrut. Kita
jadi ingat Indonesia 10 tahun lalu. Puncak kepanikan kita waktu itu
adalah juga ketika 16 bank ditutup (atas permintaan IMF). Orang-orang
waktu itu langsung berpikiran begini: bank-bank yang mana lagi yang akan
ditutup berikutnya.
Karena itu, para pembuat daftar penyebab krisis ini, nama CEO Lehman
Brothers Richard Fuld juga dimasukkan sebagai pendosa terbesar nomor 2,
di bawah Cassano. Sedangkan pendosa terbesar nomor 3 adalah Christopher
Cox, chairman Komisi Securities and Exchange di Amerika yang seharusnya
mengawasi semua kebobrokan itu.
Dari berbagai media di dunia ini, daftar itu memang panjang. Pendosa
terbesar nomor 10 adalah, ini dia: rakyat Amerika Serikat. Yakni, dosa
karena keborosannya, kerakusannya, dan kesenangannya menggunakan kartu
kredit!
Cox, pendosa nomor 3 itu, selama ini juga dikenal sebagai orang
”sakti”. Waktu muda kecelakaan hebat di Hawaii sampai punggung dan
kakinya patah. Dia harus enam bulan berjalan dengan tongkat dan dengan
banyak baja di tubuhnya. Dia punya meja khusus yang memungkinkannya bisa
bekerja sambil berdiri –karena ada dua baja di punggungnya.
Dia juga diserang kanker aneh, tapi sembuh total. Adiknya, ketika
kecil, meninggal tragis saat mau ke gereja. Waktu itu si adik berdiri di
belakang mobil yang akan disetiri ayahnya ke gereja. Si ayah
mengundurkan mobil tanpa tahu anaknya di belakang mobil. Terlindas.
Cox kini diserang habis-habisan. ”Kalau saya presiden AS sekarang,
sudah saya pecat dia,” kata McCain saat kampanye dulu. Cox masih bisa
menghindar. Cox melihat serangan McCain itu hanya bahan kampanye. ”Cara
terbaik menghindari serangan berbau politik seperti itu tidak ada jalan
lain kecuali menunduk,” katanya seperti disiarkan pers. Kini Cox juga
didengar keterangannya oleh DPR AS. Kita ingin melihat apakah dia masih
sakti kali ini. Setidaknya dia masih selamat karena justru McCainlah
yang gagal jadi presiden.
Yang jelas masih sakti adalah Cassano. Sampai saat ini belum ada
media yang berhasil mewawancarai dia. Dia tinggal di rumah tiga lantai
dekat department store terkenal di Harolds, London, dengan kebunnya yang
tenang. Hidup Cassano!
No comments:
Post a Comment