Dahlan Iskan: Bebaskan Sepak Bola dari Politik!
Sebagai orang yang kalau di luar negeri saya sangat
membangga-banggakan demokrasi di Indonesia, saya agak kecewa dengan
larangan sepak bola selama masa pemilu legislatif. Kesannya, larangan
itu seperti membenarkan bahwa sebenarnya Indonesia ternyata belum siap
dengan demokrasi.
Larangan sepak bola itu, menurut pendapat saya, menjadi salah satu
cacat demokrasi kita. Seolah-olah kita tidak bisa melakukan pemilu kalau
masih ada sepak bola. Artinya, pelaksanaan demokrasi di Indonesia masih
ada catatannya. Demokrasi dengan catatan.
Saya yakin, penyebabnya adalah kurang gigihnya pengurus sepak bola
dalam memperjuangkan dirinya. Pada masa lalu, ketika demokrasi belum
sehebat dan sedewasa sekarang, sepak bola bisa berjalan lancar. Mengapa
kian lama justru kian ada masalah?
Memang masalahnya, antara lain, juga ada di sepak bola sendiri.
Pertama, sepak bola sudah sangat berbau politik. Pengurus sepak bola
juga memanfaatkan sepak bola untuk kepentingan politiknya. Pemilihan
pengurus sepak bola memakai pertimbangan politik juga.
Kedua, kerusuhan-kerusuhan sepak bola tidak segera diatasi oleh
masyarakat sepak bola sendiri. Tidak ada pemikiran yang mendasar untuk
menyelesaikan persoalan itu.
Ketiga, tidak ada usulan yang baik kepada pihak keamanan agar
pertandingan sepak bola tetap berjalan tanpa harus mengganggu jalannya
pemilu.
Saya tidak tahu apakah organisasi sepak bola internasional
membolehkan larangan bertanding oleh penyebab politik seperti itu.
Seharusnya organisasi sepak bola internasional juga ikut menekan
pemerintah Indonesia untuk tidak mudah membatalkan jadwal kompetisi
dengan alasan yang kurang masuk akal. Bisa saja pengurus sepak bola
Indonesia minta tolong pengurus internasional untuk perjuangannya itu.
Tapi, ya sudahlah. Larangan sudah keluar. Pengurus sepak bola sendiri
juga sudah menerima larangan itu. Maka, sudah nasib sepak bola untuk
sulit diperjuangkan menjadi olahraga yang punya masa depan yang
gemilang. Kalau jadwal kompetisi saja bisa diintervensi demikian
jauhnya, bagaimana semangat untuk bersepak bola bisa terus berkembang?
Mengurus sebuah klub sepak bola tidak gampang. Biayanya besar,
tenaganya besar, dan tekanan batinnya juga dalam. Molornya jadwal
berarti juga menggelembungnya dana.
Di lain pihak, kalau kita ingin bisa dikatakan semakin dewasa,
pemisahan politik dari kehidupan di luarnya harus semakin nyata. Kini,
antara politik dan bisnis sudah kian terpisah. Politik dan tentara sudah
terpisah jauh. Kok malah politik dan sepak bola masih berhubungan begitu kentalnya.
Maka, seruan yang harus lantang diteriakkan adalah: bebaskan sepak bola dari politik!
No comments:
Post a Comment