Dahlan Iskan: Lawan-Lawan Obama yang Mulai Tumbuh (3)
Penantang Lain Tuduh Presiden Perang Melawan Investor
Penantang utama Presiden Barack Obama lainnya adalah penyiar
televisi. Bukan sembarang penyiar, dia adalah pengasuh acara yang khusus
mengomentari masalah ekonomi dan keuangan di TV nasional CNBC.
Dia seorang doktor ekonomi terkemuka, wartawan senior, dan juga
pengajar di beberapa universitas penting. Dia juga pernah menjabat
kepala tim ekonomi perusahaan keuangan raksasa Bear Stearns yang kini
sudah bangkrut itu.
Dulu dia pengikut Partai Demokrat. Namun, sejak Presiden Ronald
Reagan (Republik) masuk Gedung Putih, dia menjadi pejabat tinggi di
pemerintahan itu. Dialah yang waktu itu mengurusi manajemen dan anggaran
pemerintah. Dia seorang Yahudi, namun dalam proses penyembuhan dirinya
akibat ketagihan alkohol dan narkoba di pertengahan 1990 lalu masuk
Katolik. Lalu jadi badan penasihat Ave Maria Mutual Fund.
Namanya: Larry Kudlow.
Acara yang diasuhnya adalah: The Kudlow Report.
Tiap hari dia nongol di stasiun televisi dan setiap hari
pula dia menyampaikan komentar mengenai langkah-langkah Obama yang dia
nilai salah besar. Pidato nasional Obama yang berisi penjelasan
prinsip-prinsip APBN yang akan dia ajukan ke DPR pekan lalu, dinilai
Kudlow sebuah pemikiran hancur-hancuran. Kudlow yang juga dikenal
sebagai salah satu dari 250 ahli ekonomi yang menandatangani petisi
perlunya Presiden George Bush melakukan ”perang melawan terorisme”, kali
ini menganggap pidato Obama itu sebagai ”perang melawan investor”.
Sebagai orang yang setiap hari harus mengomentari perkembangan
ekonomi dan bursa saham, rupanya Kudlow sumpek melihat harga saham yang
terjun bebas justru sejak Obama terpilih dalam pemilu sampai dia
mengucapkan pidato nasional pekan lalu. “Inilah sebuah pidato untuk
menyatakan perang terhadap investor, pengusaha, perusahaan, dan apa saja
yang berbau ekonomi,” katanya.
Pidato Obama itulah yang menurut Kudlow menjadi penyebab harga saham
merosot sampai tinggal 6.500-an (dari yang tertinggi 14.000-an) sesaat
setelah Obama menyelesaikan pidatonya. Dari pidatonya itu Kudlow
menganggap Obama juga anti perusahaan besar, anti kekayaan pribadi, dan
anti venture capital. Kebijakan Obama dia nilai sebagai
”kebijakan anti pertumbuhan”. Di saat yang sama Obama mengikuti
kebijakan ”pajak tinggi”. Maka, Kudlow menyimpulkan secara sangar:
ekonomi Amerika akan mengalami stagflasi. Yakni, di satu pihak
menghadapi inflasi (kenaikan harga-harga barang), di pihak lain tidak
ada kontraksi.
Keadaan stagflasi dalam ekonomi sama dengan kondisi orang sakit liver
yang komplikasi dengan sakit gula. Livernya menghendaki tambahan gula,
sedangkan sakit gulanya menghendaki jangan makan gula.
”Sama sekali tidak masuk akal,” ujar Kudlow. ”Baik dilihat dari
kacamata mengatasi krisis sekarang ini atau dilihat dari usaha jangka
panjang untuk melakukan ekspansi ekonomi,” tambahnya.
Kudlow memang termasuk ahli ekonomi yang beraliran ”supply side economy”
-bahkan dia mendirikan persatuan untuk ahli-ahli ekonomi yang menganut
aliran bahwa untuk bisa tumbuh ekonomi itu perlu dorongan. Karena itu,
ahli seperti Kudlow selalu berpendapat bahwa pajak harus
serendah-rendahnya agar orang bisa menggunakan uangnya untuk
meningkatkan usaha. Dengan teori ini, iklim usaha akan bergairah dan
ekonomi tumbuh subur.
Bahkan, menurut ahli aliran ini, pajak bumi dan bangunan, pajak dividen, dan pajak capital gain itu sama sekali tidak perlu ada! Di Indonesia pajak untuk dividen (pembagian laba perusahaan) adalah 10 persen, dan pajak capital gain 28 persen. ”Supply side economy”
adalah aliran yang berpendapat bahwa untuk menggairahkan orang-orang
agar memperbanyak produk barang dan jasa haruslah dengan cara memberi
mereka iming-iming (insentif) yang menarik. Biasanya iming-iming itu
diwujudkan dalam penentuan pajak yang rendah atau tanpa pajak sama
sekali dan dikuranginya peraturan-peraturan pemerintah sampai sesedikit
mungkin. Istilah ”supply side economy” itu sendiri belum lama
diciptakan. Baru pada 1975 oleh wartawan terkemuka, Jude Wanniski. Di
dalam term ekonomi politik, istilah itu sering disamakan dengan apa yang
popular disebut “trickle down effect” atau teori “tetesan ke bawah”.
Kini aliran ini memang lagi “mati angin” karena hasil maksimalnya
ternyata kerakusan dan kerakusan inilah yang sudah disepakati sebagai
penyebab terjadinya krisis global yang sangat berat sekarang ini. Tapi,
aliran ini berpendapat bahwa krisis adalah sesuatu yang wajar yang harus
diatasi dengan sistem pasar bebas pula. Perusahaan yang memang harus
mati biarlah mati dan kelak terbentuk lagi keseimbangan baru sambil
belajar dari pengalaman masa lalu.
Kalau aliran ini tetap dipertahankan (sebagaimana yang dianut di
zaman George Bush bahkan dimulai sejak Ronald Reagan dan Clinton),
keadaan memang sakit, tapi pada titik tertentu akan sembuh sendiri.
Tentu dengan doa mudah-mudahan tidak ada yang lupa bahwa tawaran bunga
tinggi itu bisa saja ternyata membuat uang justru melayang.
”Apa yang dilakukan Obama sekarang ini tidak lain hanya mengulangi
apa yang dilakukan Lyndon B. Johnson dan Richard Nixon dulu,” ujar
Kudlow. ”Menjauhi apa yang sudah dilakukan Clinton dan Reagan,”
tambahnya. Kudlow pun lantas mengejek teman-temannya sesama profesional
keuangan yang bekerja di bursa saham yang dalam kampanye lalu selalu
mendukung Obama dengan slogan ”perubahan”-nya. Dengan kata lain, Kudlow
seperti ingin mengatakan kepada mereka “rasain” sekarang. Tidak ada kegairahan sama sekali di pasar modal. Setiap hari yang ada adalah kemurungan, kelesuan, dan putus asa.(*)
No comments:
Post a Comment