Wednesday, March 25, 2009

Gaya Obama Tangani Aset-Aset Warisan

Rabu, 25 Maret 2009
Gaya Obama Tangani Aset-Aset Warisan

Tumben, pasar modal Amerika Serikat tiba-tiba bergairah. Itu terjadi karena Obama akhirnya membikin kebijakan yang bisa menyenangkan bursa saham. Dalam dua hari ini, indeks harga saham melejit mencapai 7.775. Naik mendadak hampir 7 persen. Pengaruhnya juga ke seluruh dunia. Termasuk ke pasar modal Jakarta.

Pemerintahan Obama akhirnya memang mengeluarkan rancangan rinci bagaimana harus mengatasi banyaknya aset beracun. Yakni, aset yang disita dari kredit macet yang sebenarnya kurang ada harganya itu. Dalam term pemerintahan Obama, istilah aset beracun atau agunan setengah bodong tidak dipakai lagi. Dalam pemerintahan Obama, sekarang aset-aset beracun itu secara resmi disebut ”aset warisan”.

Istilah itu bisa mengandung makna ganda. Kalau dinamakan aset beracun, kesannya menakutkan. Padahal, Obama kini punya program menjual cepat aset-aset itu. Kalau dikatakan beracun, siapa yang mau beli. Obama memilih istilah ”aset warisan” sekaligus untuk mengingatkan bahwa keruwetan itu tidak lain adalah warisan pemerintahan Partai Republik. Kesan memojokkan itu harus dibuat karena anggota DPR dari Partai Republik kini selalu menentang program Obama. Maka kelak, kalau aset warisan itu hanya laku dengan harga murah, jangan salahkan Obama. Salahkan yang mewariskan. Kira-kira begitu.

Bagaimanakah Obama menyelesaikan aset beracun, eh, aset warisan itu? Samakah dengan Indonesia, yakni membentuk BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional)? Atau seperti Swedia -yang untuk sementara mengambil alih bank-bank tersebut?

Obama punya jalan sendiri. Obama membentuk yang disebut TARP -Troubled Assets Relief Program. Program untuk menyelamatkan aset-aset bermasalah. Yakni, satu badan investasi gabungan antara pemerintah dan swasta, dengan kredit dari dana stimulus dan dijamin oleh asuransi lembaga khusus.

Misalnya begini: Anda dulu membeli rumah seharga Rp 1 miliar melalui mortgage (KPR). Karena krisis, Anda tidak bisa melunasi rumah tersebut. Bank menyita rumah Anda. Rumah-rumah (dan banyak harta lainnya) seperti inilah yang disebut aset warisan. Tapi, rumah itu ternyata jeblok. Tidak ada yang mau membeli. Karena itu, rumah-rumah yang disita tersebut akan dilelang.

Dalam keadaan sekarang, tidak akan ada orang yang mau ikut lelang.
Pertama, tidak ada lagi orang yang punya uang.
Kedua, untuk apa dibeli kalau harganya tidak akan naik banyak.

Maka, aset warisan itu akan dilelang dengan skema khusus. Siapa saja yang mau membeli, tidak perlu semua dari dana sendiri. Yang 70 persen berupa kredit bank. Bank mau memberikan kredit kepada Anda karena dijamin oleh lembaga hebat yang disebut FDIC (akan saya jelaskan di alenia berikutnya). Sisanya, yang 30 persen, juga tidak harus Anda semua yang membayar. Anda hanya akan membayar separonya. Separonya lagi dibayar oleh dana pemerintah sebagai penyertaan.

Jadi, misalnya, rumah Rp 1 miliar tadi, Anda tawar dengan harga Rp 600 juta. Anda dinyatakan sebagai pemenang. Maka, Anda akan memperoleh kredit Rp 400 juta. Lalu, pemerintah menyertakan uang kepada Anda Rp 100 juta. Anda sendiri cukup menyediakan Rp 100 juta.

Harapannya, kalau ekonomi sudah pulih, rumah itu akan bisa dijual dengan harga yang tinggi. Meski tidak bisa kembali menjadi Rp 1 miliar, katakanlah bisa menjadi Rp 800 juta. Maka, Anda bisa memperoleh keuntungan yang besar. Pemerintah juga mengambil bagian keuntungannya. Sebaliknya -ini hebatnya- kalau harga rumah itu kelak merosot menjadi tinggal Rp 500 juta, Anda tidak usah menanggung kerugian. Pemerintah yang akan menanggung. Mungkin, pemerintah sudah menghitung bahwa tidak mungkin akan terjadi kerugian. Insentif menanggung kerugian tadi hanyalah sebagai daya tarik tambahan.

Melihat rancangan itu, kontan pasar modal bergairah. Apalagi, nilai aset warisan yang akan dilelang bisa mencapai USD 1 triliun! Ekonomi pun akan bisa bergerak cepat. Itu terjadi kalau semua berjalan sesuai dengan rencana. Dana untuk ikut membeli aset warisan tersebut diambilkan dari dana stimulus yang sudah disetujui DPR -meski semua anggota dari Partai Republik menentang.

Siapakah FDIC yang bisa memberikan jaminan kredit bank saat semua bank kekeringan dana cash? Lembaga tersebut sangat terkenal di Amerika Serikat. Itulah lembaga yang selama ini menjamin semua deposito para penabung di bank-bank Amerika. FDIC (Federal Deposit Insurance Corporation) didirikan pada 1933 ketika Amerika Serikat dilanda krisis berat. Krisis waktu itu begitu berat sehingga disebut depresi.

Saat itu bank yang tutup saja, menurut Wikipedia, mencapai 4.004 (angka ini sangat menarik ya). Penabung nyaris kehilangan tabungan mereka. Kepercayaan kepada bank hilang sama sekali. Pemerintah lantas turun tangan membentuk lembaga itu. Modal yang diberikan USD 289 juta. Itu bukan hibah. FDIC harus membayar kembali.

Dengan adanya penjaminan deposito itu, kepercayaan kepada bank lama-lama pulih. Pemilik deposito pun akhirnya bisa mendapatkan kembali dana mereka rata-rata 85 persen dari nilai tabungan. Tapi, yang lebih penting adalah kepercayaan kepada bank kembali lagi dan FDIC akhirnya bisa mengembalikan dana pemerintah itu pada 1948.

Sejak 1980, FDIC mampu memberikan penjaminan kepada pemilik deposito maksimum USD 250.000. Angka itu memang sangat besar. Tapi, untuk mencapai angka itu juga dilakukan secara bertahap. Dulu FDIC hanya mampu memberikan jaminan USD 5.000. Lalu, naik dan terus naik. Tapi, jaminan USD 250.000 sekarang ini juga dinilai berlebihan. Tidak sehat. Bisa dianggap terlalu memanjakan manajemen bank yang bagaimana pun harus lebih hati-hati dan harus ikut mengambil risiko. Karena itu, nilai penjaminan tersebut akan diturunkan lagi ke level pada 1980, yakni sebesar USD 100.000.

Memang, Obama belum memutuskan program TARP tersebut secara bulat. Baru minggu depan finalnya. Tapi, tidak mungkin Obama mundur lagi. Sambutan dari pasar modal luar biasa.

Bukan berarti tidak ada kritik. Pengkritiknya bahkan ahli ekonomi yang amat terkenal dan selama ini selalu memuji Obama. Yakni, pemenang Nobel ekonomi tahun lalu, Paul Krugman. Dia mengkritik habis kebijakan Obama itu. Dia menilai, tetap saja Obama seperti Bush: memasukkan uang kontan ke kotak sampah. Krugman yang selama ini selalu memuji langkah Obama, sekali ini, mengkritik dengan sangat tajam. Dia menilai Obama sudah mulai melakukan kompromi untuk menyenangkan pasar modal.

Krugman menilai, seharusnya tata kelola keuangan di pasar modal dibereskan dulu. Kalau tidak, ketika ekonomi membaik, akan terjadi krisis lagi. Krugman tetap memuji cara yang dilakukan Swedia (ketika Swedia krisis pada 1980-an) dulu adalah yang terbaik.

Ada juga keraguan apakah pihak swasta sudah tertarik dengan skema Obama itu. Salah satu yang menyebabkan swasta ragu adalah jangan-jangan pemerintah kelak membuat berbagai peraturan yang merugikan manajemen perusahaan yang membeli asset warisan tersebut.

Mereka mengambil contoh dihebohkannya pembagian bonus kepada para direktur dan manajer AIG senilai USD 170 juta (Rp 2 triliun) baru-baru ini. Obama -dan rakyat- marah besar. Mengapa pada masa krisis seperti ini, dan AIG menerima bantuan penyelamatan dari uang rakyat yang amat besar, masih juga tega mengeluarkan uang sebesar itu untuk bonus tahunan.

Pihak AIG menilai, bonus itu harus dibayarkan sebagai dengan konsekuensi atas kontrak yang sudah ditandatangani dulu. Kalau tidak, AIG bisa diperkarakan sebagai perusahaan yang mengingkari kontrak. Sebaliknya, Obama tidak kekurangan akal. Dengan dukungan DPR, Obama mengegolkan UU khusus untuk memajaki penerima bonus tersebut 95 persen! Dengan demikian, logikanya, biarpun AIG memberikan bonus besar, bonus tersebut 95 persen jatuh lagi kepada negara.

Partai Republik mengecam Obama. Tidak selayaknya UU Pajak dibuat untuk kasus per kasus dan untuk kemarahan detik ke detik seperti itu. Rupanya penerima bonus sendiri tahu diri. Sebagian di antara mereka sudah mengembalikan. Hingga kemarin, angkanya sudah mencapai USD 50 juta.

Para calon pembeli aset warisan itu teringat akan UU Pajak dadakan itu. Jangan-jangan kelak, kalau aset yang dibeli itu memberikan keuntungan besar, para manajer perusahaan tersebut juga dilarang menerima bonus. Hanya dengan alasan, dulu, membelinya dengan uang dari pemerintah.

Masih terus menarik mengikuti perkembangan penanganan aset warisan gaya Obama ini. Jadi dilaksanakan atau tidak? (*)

No comments:

Post a Comment