Krisis RAPBN AS yang Menjadi Arena Perjudian Obama
RAPBN Krisis, Arena Perjudian Obama
Kampanye lewat Internet, E-mail, dan BlackBerry
Presiden Barack Obama minggu-minggu mendatang ini seperti memasuki
arena perjudian besar di Amerika Serikat. Bukan saja untuk dirinya, juga
untuk negara adikuasa itu.
Akankah ”perubahan” yang dijanjikan selama kampanye bisa dia lakukan?
Atau terganjal oleh DPR yang kini lagi membahasnya? Tantangan dari
kalangan konservatif sangat kuat. Agenda perubahan yang dia ajukan
memang luar biasa besarnya. Bisa dibilang seperti mengubah arah
kendaraan yang sedang melaju ke utara menjadi harus mengarah ke selatan.
Dalam dua bulan ke depan ini, kita akan melihat situasi di AS mirip
dengan suasana masa kampanye dulu. Obama akan banyak terjun ke lapangan,
tampil di media, dan mengerahkan segala kemampuannya agar rencana
anggaran tahunan (RAPBN) yang dia ajukan ke DPR tidak ditolak.
Inti perubahan yang akan dia lakukan memang tecermin dalam rencana
anggaran itu. Kalau DPR menolak RAPBN tersebut (atau menerimanya tapi
dengan melakukan perubahan besar), Obama berada dalam keadaan kritis
hanya dalam hitungan bulan pada awal masa jabatannya.
Karena itu, Obama akan all-out memperjuangkan RAPBN-nya.
Cara sukses yang pernah dia lakukan ketika mengegolkan anggaran stimulus
hampir USD 1 triliun dulu akan dia ulangi. Bahkan dengan tambahan
cara-cara baru lagi. Waktu itu Obama menekan wakil rakyat yang lagi
bersidang dengan cara terjun langsung ke daerah-daerah yang terkena
krisis.
Di situ Obama menjelaskan langsung kepada rakyat mengapa dirinya
harus menganggarkan stimulus sampai sebesar itu. Kalau saja Senat
menolak, maka rakyat tahu siapa yang sebenarnya membela rakyat.
Perdebatan di ruang wakil rakyat itu dia imbangi dengan perdebatan
langsung di tengah masyarakat.
Tapi, kini, persoalan yang dia hadapi lebih berat. Ini bukan lagi
sekadar stimulus. Ini sudah menyangkut arah pembangunan negara yang
sedang diusulkan untuk diubah. Anggota DPR dari Partai Republik sudah
pasti akan menolak. Perubahan itu bukan saja mengubah apa yang sudah
mendarah daging di masyarakat Amerika, tapi juga langsung menantang
ideologi konservatif.
Obama tahu risiko yang sedang dia hadapi. Karena itu, dia menyiapkan strategi kaki seribu.
Kalau penentang utamanya, Rush Limbaugh, memiliki 25 juta pendengar
setia di siaran radionya, Obama akan menggunakan 14 juta orang yang dulu
mendukungnya lewat jaringan internet, e-mail, dan Blackberry. Kalau pendengar radio Limbaugh adalah pendengar yang pasif, 14 juta orang yang berada dalam jaringan e-mail Obama adalah orang yang aktif.
Jaringan itu akan dia pakai untuk menjadi kelompok penekan opini.
Kalau jaringan tersebut dulunya digunakan untuk membuat Obama terpilih
jadi presiden, kini jaringan yang sama digunakan untuk kampanye
meloloskan RAPBN.
Bukan hanya itu. Tim Obama juga menggerakkan relawan untuk program
”mengetok pintu rumah tetangga”. Lebih dari seribu orang akan bergerak
mengetok rumah-rumah orang yang dianggap menghambat pengesahan itu.
Masih ada lagi gerakan yang lebih langsung: pendukungnya akan lebih
rajin menelepon, mengirim e-mail, dan bicara secara langsung dengan anggota DPR yang dulu mereka pilih.
Lobi dan menekan anggota DPR akan terus dilakukan. Obama sendiri akan
terus berkeliling daerah untuk bicara di depan umum, di media, dan di
pertunjukan-pertunjukan lawak.
Dalam waktu dekat, kita akan melihat suasana mirip masa kampanye dulu
bakal terulang di Amerika. Rasanya baru sekali ini ada sebuah RAPBN
diperjuangkan seperti pemilu saja. Rakyat diajak memperdebatkannya.
Perdebatan di masyarakat akan menyaingi perdebatan di DPR. Bukan saja
membicarakan uang itu akan digunakan untuk apa, tapi juga ke arah mana.
RAPBN bukan dibicarakan di ruang tertutup oleh orang-orang tertentu
saja di kamar hotel pula seperti membicarakan stimulus yang berakhir di
KPK itu.
Apa saja persoalan rumit di RAPBN Obama?
Pertama adalah penanganan kesehatan. Sekarang ini terdapat 40 juta
orang AS yang tidak tertangani oleh asuransi kesehatan. Obama akan
membentuk asuransi kesehatan negara untuk orang miskin tersebut.
Penentangnya menyatakan bahwa negara tidak harus menjadi agen asuransi
seperti itu. Negara dianggap mengambil lahan bisnisnya pihak swasta.
Padahal, ideologi ”bisnis haruslah hanya dilakukan oleh swasta”
diyakini sebagai kunci keberhasilan AS selama ini. Tidak pantas negara
dengan menggunakan uang rakyat menjalankan bisnis yang akan menyaingi
usaha rakyat/swasta. Itu sudah menyangkut ”hakikat” ideologi kapitalisme
melawan sosialisme.
Lalu, soal pajak. Dalam RAPBN Obama, bisnis besar akan dikenai pajak
lebih besar. Itu juga sudah menyangkut isu yang sangat sensitif di AS.
Sama dengan kalau di Indonesia membicarakan soal jilbab atau Ahmadiyah
atau Budha Bar.
Ideologi kapitalisme tentu menolak keras sistem pajak seperti itu.
Pengusaha besar, melalui kerja keras mereka, adalah pahlawan pembangunan
negara yang harus dihargai. Mengapa harus dipajaki untuk orang yang
tidak mau kerja keras.
Obama sebenarnya tidak menaikkan pajak berlebihan. Dia hanya
mengembalikan ke tarif pajak yang berlaku delapan tahun lalu. Tapi,
kenikmatan pajak rendah itu sudah berjalan delapan tahun, sehingga
mengembalikan ke tarif lama dianggap antiorang kaya. Memang, Presiden
Bush yang melakukan pemotongan pajak yang sangat rendah delapan tahun
lalu.
Di isu pajak ini, kalangan konservatif merasa khawatir pengusaha
besar akan meninggalkan Amerika. Mereka bisa secara diam-diam
memindahkan operasional perusahaan mereka ke negara yang memberi
insentif pajak lebih baik.
Kota seperti New York sangat sensitif dengan isu seperti itu.
Demikian pula bursa saham Wall Street. Turunnya indeks harga saham
sampai menjadi sekitar 6.500 beberapa hari lalu kurang lebih akibat isu
tersebut. Kalau saja pelarian modal itu sampai terjadi, timbul
pertanyaan besar: apakah rencana ekonomi Obama akan berhasil? Di sini
perdebatan akan sangat seru.
Tidak ada cara ampuh bagi Obama untuk mencegah larinya modal dari AS.
Seruan agar mementingkan produk dalam negeri atau sejenisnya tidak akan
efektif di negara demokrasi liberal. Karena itu, Obama akan menekan
mati-matian negara lain (di forum G-20 di London akhir bulan ini) agar
jangan memanfaatkan situasi di AS yang lagi mengenakan pajak tinggi.
Obama tentu akan menekan negara yang memotong pajak dengan motif untuk
menarik modal dari AS.
Soal sensitif lainnya adalah dihapusnya subsidi untuk pertanian. Itu
sama sensitifnya dengan dihilangkannya subsidi pupuk di Indonesia. Di
isu ini, penentangnya bukan hanya dari Partai Republik. Anggota DPR dari
Partai Demokrat pun bisa-bisa akan banyak yang menentang. Mereka takut
tidak terpilih lagi pada pemilu mendatang.
Obama memang akan menggerakkan jaringan partainya untuk ”menjaga”
anggota DPR dari partainya sendiri, tapi tidak mudah meyakinkan mereka.
Rumah anggota DPR dari Partai Demokrat rupanya akan menerima banyak
ketukan pintu di rumahnya.
Isu yang lain lagi adalah soal defisit anggaran. Dalam RAPBN yang
sedang diperjuangkan ini, Obama merencanakan defisit USD 1,75 triliun.
Itu sama artinya dengan 20 persen dari GDP (produk domestik bruto)
Amerika. Inilah defisit terbesar dalam sejarah AS. Juga defisit dengan
persentasi terhadap GDP yang luar biasa (APBN Indonesia tahun ini dibuat
defisit 3 persen).
Defisit yang besar itu sama artinya dengan menambah utang yang sudah
sangat besar. Bukan saja kalangan AS sendiri yang khawatir. Perdana
menteri Tiongkok pun, Wen Jiabao, secara terbuka mengemukakan apakah
uang Tiongkok yang selama ini ”dipinjamkan” ke AS dalam posisi aman.
Maklum, ada sekitar USD 1 triliun uang Tiongkok yang dipakai oleh AS.
Obama sampai harus memberikan jaminan secara terbuka bahwa uang Tiongkok
tersebut akan tetap aman.
Obama menyatakan defisit besar itu hanya sementara. Kian tahun
defisit tersebut dia janjikan akan menurun. Pada akhir pemerintahannya
empat tahun mendatang, defisit itu akan tinggal sekitar USD 500 miliar.
Dan dalam delapan tahun ke depan sudah menjadi sangat kecil. Itulah yang
diragukan penentangnya.
Kali ini juga bukan hanya dari Partai Republik, juga dari sementara
kalangan Demokrat sendiri. Memang harus dipertanyakan: kalau saja
terjadi arus modal keluar dari AS, apakah perencanaan itu tidak akan
meleset.
Melihat dan mengikuti semua itu, kita di Indonesia seperti lagi
belajar bagaimana sebaiknya APBN/APBD kita dibicarakan dan ke mana akan
diarahkan. (*)
No comments:
Post a Comment