Dahlan Iskan : Lawan-Lawan Obama yang Mulai Tumbuh (2)
Tantang Presiden Debat Tanpa Krepekan
Memang tidak fair menilai Presiden Barack Obama gagal. Dia
baru dua bulan menjadi presiden dan mewarisi kekacauan ekonomi yang
gawat. Tapi, orang seperti Rush Limbaugh tidak mau tahu. Apalagi,
keadaan ekonomi tidak berhenti merosot. Harapan yang terlalu besar
kepada Obama dalam pemilu lalu rupanya mulai menimbulkan putus harapan.
Orang akan memaklumi kalau Obama belum bisa membuat ekonomi lebih
baik. Tapi bahwa ekonomi kenyataannya kian merosot drastis (sejak
terpilih hingga sebulan setelah jadi presiden harga saham merosot 3.000
poin) sama sekali di luar harapan. Apalagi, Obama sudah gagal dalam dua
hal. Pertama, mewujudkan keyakinannya bahwa dia bisa menjadi tokoh
pemersatu bangsa. Kedua, kampanyenya untuk membeli produk dalam negeri
juga gagal.
Upayanya mempersatukan suara Demokrat dan Republik di Kongres (agar
bisa bersama-sama menyelesaikan krisis) sudah gagal dalam ronde pertama.
Memang, dia bisa mengegolkan paket stimulus hampir USD 1 trilun, tapi
harga politiknya sangat mahal: semua anggota dari Partai Republik tidak
memberikan persetujuan. Bahkan, orang seperti John McCain yang begitu
kalah berjanji untuk bersama-sama memecahkan masalah bangsa sudah merasa
diabaikan oleh Obama.
Mengenai kampanye membeli produk dalam negeri, tentu agak sulit
dilaksanakan di lapangan. Mana yang produksi Amerika sendiri? Problem
ini akan sama dengan kampanye serupa di Indonesia. Mayoritas barang
adalah produksi asing. Salah satu penyebabnya, sebagaimana yang saya
alami di pabrik steal conveyor belt milik Perusda Jatim, pajak
impor bahan bakunya lebih tinggi (15 persen) dibanding pajak untuk
mendatangkan barang yang sudah jadi (5 persen). Bahkan, pabrik
satu-satunya di Indonesia yang kami dirikan dengan modal Rp 50 miliar
dengan maksud mengurangi impor ini baru saja harus tutup dua bulan
karena persoalan bahan baku seperti itu.
Di AS beredar luas juga mengenai barang apa yang harus dibeli kalau
rakyat harus menuruti kampanye Obama. Terutama, penggunaan dana rakyat
yang dialokasikan untuk stimulus ekonomi itu. Lihatlah humor di bawah
ini:
Bila Anda belanja di Wal-Mart, semua uang itu akan mengalir ke Tiongkok.
Bila Anda beli bensin, semua uang itu akan mengalir ke Arab atau Venezuela.
Bila Anda membeli komputer, uang itu akan mengalir ke Taiwan.
Bila Anda membeli buah atau sayur, uang itu akan mengalir ke Meksiko.
Bila Anda membeli mobil, uangnya akan mengalir ke Jepang atau Korea.
Bila Anda membeli heroin, uangnya akan mengalir ke Taliban di Afghanistan.
Bila Anda menggunakan uang untuk menyumbang yayasan sosial, uangnya akan mengalir ke Nigeria.
Praktis uang itu hanya bisa dibelanjakan untuk nonton basket, minum bir, dan membuat tato di tangan.
Praktis uang itu hanya bisa dibelanjakan untuk nonton basket, minum bir, dan membuat tato di tangan.
Maka kalau di masa George Bush ada tokoh perfilman seperti Sutradara
Michel Moore yang terus memburuk-burukkan citra Bush lewat film-filmnya,
di masa Obama ini ada Rush Limbaugh, sang penyiar radio yang amat
terkenal. Kalau Moore hanya sempat membuat dua film (9/11 dan Sicko)
selama lima tahun kepemimpinan Bush yang kedua, Rush Limbaugh bisa
setiap hari selama tiga jam di 650 stasiun radio mengejek Obama. Kalau
Moore baru muncul di masa jabatan kedua Bush, Rush Limbaugh sudah berada
di depan Obama sejak hari-hari pertama masa kepresidenannya. Bahkan,
Limbaugh tidak hanya mengejek. Dia menantang Obama habis-habisan.
Lihatlah tantangannya yang selalu dia ucapkan dan dikutip jaringan
video yang tersiar sangat luas. Tantangan itu dia berikan karena dia
merasa Gedung Putih tetap ngotot dengan rencana perubahan misi negara.
Juga karena Limbaugh merasa Obama terus menyerangnya. Misalnya, suatu
saat Obama pernah menilai bahwa banyaknya tindak kriminalitas yang
berlatar belakang kebencian adalah buah kampanye Limbaugh yang
konservatif itu. Tahun lalu tindak kriminalitas atas orang Hispanic naik
dua kali lipat.
Limbaugh memang pernah menerbitkan buku tentang imigran dari Amerika
Latin yang dikenal sebagai Hispanic itu. Imigran Hispanis kini menjadi
imigran terbesar di AS. Bukan saja isinya sangat keras, tapi gaya
mengucapkannya benar-benar sangat provokatif: Judul bukunya: His Panic: Why American Fear Hispanic in the US! “Saya tidak akan menjabat tangan seseorang yang telah membuat kerusakan….,” katanya.
Obama pernah mengecam Limbaugh sebagai xenophobia. Dan, Limbaugh sangat terganggu dengan penilaian itu. “Dia menuduh saya xenophobia?
Menuduh saya harus bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa
kriminalitas? Hati saya sungguh terganggu dengan tuduhan itu,” katanya.
“Obama bilang dia akan jadi tokoh pemersatu. Bagaimana mungkin menuduh
saya begitu?” tambahnya.
Maka dia tantang Obama untuk berdebat. Lihatlah tantangannya ini. “….
Begini saja. Kalau orang-orang ini (maksudnya Obama dan pejabat
tingginya) merasa diri mereka begitu hebat dan kalau mereka memang
merasa bahwa merekalah yang sangat benar, mengapa tidak Presiden Obama
datang ke studio saya ini dan bicara di talk show ini. Kita
akan debat satu lawan satu mengenai ide-ide sampai kebijakan-kebijakan.
Semua disiarkan utuh…. Mari kita berdebat. Saya tawarkan Presiden Obama
datang ke sini tanpa didampingi staf, tanpa teks yang bisa dibaca, tanpa
kertas-kertas catatan (tanpa krepekan) untuk mendebat saya mengenai
semua isu yang saya lontarkan. Mari debat soal pasar bebas. Mari debat
soal kesehatan dan peningkatan pajak untuk usaha kecil. Mari debat soal new deal
versus Reaganomics. Mari debat soal penutupan tahanan Guantanamo Bay.
Mari debat soal pengiriman uang USD 900 juta ke Hamas. Mari debat soal
imigran gelap dan lemahnya hukum di perbatasan. Mari debat soal besarnya
defisit anggaran dan hancurnya harapan untuk generasi yang akan datang.
Mari debat soal Acorn, provokator masyarakat dan mengenai buruh…”.
Masih banyak lagi agenda yang dia tawarkan. Melihat video
pidato-pidatonya (dan bicaranya di corong radio) Limbaugh memang
kelihatan sebagai orator yang luar biasa. Kalau saja John McCain hari
itu punya gaya pidato dan jenis suara seperti yang dimiliki Limbaugh,
bisa jadi tidak gampang Obama bisa menang. Obama akan mendapat lawan
(khusus di bidang keahlian berpidato) dari penyiar radio ini.
Badannya yang gemuk, dahinya yang lebar dan wajahnya yang bulat dan
umurnya yang masih 58 tahun membuat Limbaugh sangat menarik. Kalau
pidato, badannya bergerak semua, seperti seorang pengkhotbah ulung.
Mulutnya mengikuti tekanan suaranya hingga mengekspresikan maksudnya
dengan total.
Mengingat pengaruh Rush Limbaugh lebih besar daripada partai oposisi,
pekan-pekan depan ini akan menjadi sangat menarik untuk mengikuti
bagaimana Obama menyikapi penyiar radio yang gajinya Rp 300 miliar
setahun itu. (bersambung)
No comments:
Post a Comment